Belajar sekaligus nostalgia ke museum

Jumat, 18 November 2016 | 18:09 WIB   Reporter: Danielisa Putriadita
Belajar sekaligus nostalgia ke museum


Museum Satria Mandala mendadak ramai siang (8/11) itu. Ratusan anak sekolah dasar (SD) yang baru turun dari empat bus langsung menyerbu lobi museum sejarah perjuangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang terletak di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan, ini.

Padahal, satu jam sebelumnya Museum Satria Mandala sepi. Tak ada satu pengunjung yang tampak di museum yang berdiri 1972 silam itu.

“Cuma tadi pagi banyak rombongan anak sekolah yang datang, dari Jakarta Timur dan Serang, Banten,” kata Irwansyah, pemandu Museum Satria Mandala.

Ya, begitulah wajah sebagian besar museum di Indonesia, sepi pengunjung. Di akhir pekan pun, belum tentu pengunjungnya ramai.

Maklum, museum belum bahkan bukan jadi tujuan wisata favorit kebanyakan masyarakat kita. Tapi, meski bukan destinasi wisata favorit, museum tetap punya peminat.

Wulandari, salah satunya, yang Selasa (8/10) lalu mengunjungi Museum Satria Mandala bersama empat temannya. “Ke museum sekalian nostalgia. Waktu kecil sering ke museum,” kata karyawan swasta berusia 23 tahun ini.

Buat Citra Adriyanti, museum menjadi bagian edukasi untuk anak-anak didiknya. “Kalau saya menjelaskan tanpa melihat langsung, anak-anak, kan, tidak mudah mengingatnya,” ujar guru SD di Jakarta ini.

Cinta museum

Selain Museum Satria Mandala, Jakarta punya banyak museum. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI mencatat, setidaknya ada 66 museum di Ibukota RI.

Ada Museum Nasional atau populer dengan sebutan Museum Gajah, Museum Sejarah Jakarta atawa Museum Fatahillah yang lagi happening, juga Museum Tugu Prasasti yang dulu merupakan pekuburan Belanda.

Ada pula Museum Olahraga, Museum Transportasi, Museum Perangko, Museum Serangga. Tidak mengherankan, ada yang menjuluki Jakarta sebagai kota museum.

Nah, sejak pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Cinta Museum pada 2010 lalu, wajah sebagian museum kita berubah termasuk pengelolaannya. Untuk menyedot pengunjung, museum menggelar berbagai kegiatan dengan menggandeng beberapa pihak.

Contoh, Museum Nasional menjadi lokasi Festival Habibie selama empat hari pada Agustus 2016 lalu. “Pengunjungnya sampai 22.000 orang, saya sampai pegal membagikan tiketnya,” ungkap Zaenudin, pemandu Museum Nasional.

Ingin menengok museum-museum itu? Berikut beberapa museum di Jakarta yang layak Anda kunjungi.

  • Museum Satria Mandala

Museum seluas 5,6 hektare ini menyimpan berbagai koleksi yang menggambarkan perjuangan TNI. Mulai senjata, tank, pesawat, hingga diorama.

Salah satu ikon dari Museum Satria Mandala adalah tandu yang digunakan untuk mengusung Panglima Besar Jenderal Soedirman saat bergerilya dalam keadaan sakit melawan penjajah Belanda. Ada juga pesawat Cureng yang pernah diterbangkan Marsekal Udara Agustinus Adisucipto.

Koleksi terbaru Museum Satria Mandala, meski bukan baru-baru amat, adalah mobil yang pernah dipakai Jenderal Soedirman. “Tadinya mobil itu diberikan ke dokter pribadi Jenderal Soedirman, kemudian kami dapat dari putrinya dokter itu,” ungkap Irwansyah.

Di museum yang awalnya rumah salah satu istri Presiden RI pertama Soekarno, Ratna Sari Dewi, ini juga terdapat Museum Waspada Purbawisesa. Museum ini menampilkan diorama saat TNI bersama-sama dengan rakyat menumpas gerombolan separatis DI/TII era 1960.

Di Museum Satria Mandala juga ada penginapan untuk umum yang letaknya di bagian belakang. Tarifnya terbilang murah, lo, hanya Rp 150.000 sampai Rp 200.000 per kamar per malam.

Sedang harga tiket masuk ke museum ini, cuma Rp 2.000 untuk anak-anak dan Rp 4.000 untuk dewasa.

  • Museum Nasional

Museum yang berada di Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, ini memiliki koleksi benda-benda bersejarah dari seluruh penjuru nusantara. Jumlahnya lebih dari 141.000 item yang terbagi dalam kategori arkeologi, etnografi, geografi, keramik, numesmatik dan heladrik, prasejarah, sejarah.

Menurut Zaenudin, koleksi paling baru dari museum yang berdiri 1778 silam itu adalah alat upacara dari zaman prasejarah. “Tapi, belum dipamerkan,  baru dibeli,” ujar dia.

Yang juga menjadi koleksi teranyar Museum Nasional dan sudah dipamerkan: Candi Pulo. Relief kuil yang diperkirakan berasal dari abad ke-13 hingga 14 ini dibangun sebuah sekte Budha yang menetap di daerah Padang Lawas, Sumatra.

Nah, tak jauh dari Padang Lawas, juga ditemukan Arca Adityawarman sebagai Bhairawa. Ini jadi salah satu koleksi paling menarik lantaran merupakan patung tertinggi di Museum Nasional. Tingginya mencapai empat meter.

Bukan cuma benda-benda bersejarah, Museum Nasional juga punya ruangan khusus untuk anak-anak. Namanya: Kid Corner. Di tempat ini berlangsung berbagai macam kegiatan, mulai membatik, melukis kendi, bermain alat musik tradisional, hingga mendongeng.

Kegiatan di museum dengan bangunan gaya Klasisisme ini juga seabrek dan sukses menarik hingga puluhan ribu pengunjung dalam satu acara. Museum Nasional juga punya kegiatan rutin seperti latihan tari daerah saban Sabtu tanpa dipungut biaya.

Untuk tiket masuk ke museum: anak-anak Rp 2.000 dan dewasa Rp 5.000.

  • Museum Sumpah Pemuda

Mumpung masih dalam suasana Peringatan Sumpah Pemuda, museum di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, ini bisa masuk daftar kunjungan Anda. Tiket masuknya sangat murah, hanya Rp 1.000 untuk anak-anak dan Rp 2.000 untuk dewasa.

Sesuai namanya, Museum Sumpah Pemuda dulunya merupakan lokasi Kongres Pemuda Kedua, 27–28 Oktober 1928. Di gedung ini pula teks Sumpah Pemuda dibacakan.

Saat ini, Bakti Ari Budiansyah, pemandu Museum Sumpah Pemuda, mengatakan, sedang berlangsung pameran foto bertajuk Jejak Langkah Perjuangan Dr. Moewardi sampai 20 November nanti. “Dr. Moewardi salah satu anggota Kongres Pemuda,” ucapnya.

Salah satu koleksi unggulan museum ini adalah biola milik W.R. Soepratman, pencipta lagu Indonesia Raya. Alat gesek ini dipakai W.R. Soepratman untuk mendendangkan pertama kali lagu kebangsaan kita di depan Kongres Pemuda Kedua. Koleksi lainnya maket, patung, dan foto-foto pergerakan pemuda sejak 1907 hingga 1940.

  • Planetarium Jakarta

Memang, Planetarium dan Observatorium Jakarta bukan museum. Tapi, tempat wisata yang berlokasi di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, ini juga memiliki ruang pameran astronomi. Salah satu koleksi fenomenalnya ialah batu meteor yang jatuh di Pasuruan, Jawa Timur, pada 1975 silam.

Yang jadi andalan Planetarium Jakarta tentu saja Teater Bintang dan dan fasilitas observatorium untuk melihat benda-benda langit melalui teleskop.  “Tahun depan kami punya wahana baru pemutaran film tiga dimensi,” ungkap Eko Wahyu Wibowo, Kepala Sub Bagian Umum Planetarium Jakarta.

Untuk observatorium, setiap Senin Planetarium Jakarta mengadakan kegiatan pengamatan langsung menggunakan teropong untuk melihat langsung matahari. Lalu, sebulan sekali di awal bulan, tempat wisata yang berdiri 1964 ini menggelar peneropongan benda-benda langit di malam hari, seperti bulan dan planet.

Tiket masuk untuk anak-anak Rp 3.500 dan dewasa Rp 7.500. “Tempatnya tertata rapi dan nyaman,” kata Widyarini, pengunjung asal Yogyakarta.   

Ayo, ke museum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan

Terbaru