Berbahayakah liburan lewat open trip?

Senin, 16 Juli 2018 | 16:16 WIB   Reporter: Jane Aprilyani
Berbahayakah liburan lewat open trip?

ILUSTRASI. Pantai Pulau Lombok


INDUSTRI PARIWISATA - JAKARTA. Memperkenalkan pariwisata Indonesia lewat liburan bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan open trip.

Open trip adalah paket liburan dengan harga terjangkau yang mengabungkan semua peserta untuk berwisata. Di Tanah Air, ada banyak pelaku bisnis open trip. Termasuk Piknik Nusantara.

Berdiri pertengahan tahun 2015, Piknik Nusantara melihat bahwa lini bisnis ini cukup berpeluang besar dan menguntungkan. "Untuk dua tahun ke belakang ini, bisnis open trip cukup berpeluang besar. Banyak operator travel maupun individu (terutama gen millennial) mulai menggeluti bisnis ini. Sebenarnya semua orang yang umumnya pegiat traveling bisa membuat/menyelenggarakan open trip, tapi karna makin ramai pelaku bisnisnya, jadi banyak yg menyepelekan tentang garansi pelayanan," ujar Fran Noto, salah satu founder Piknik Nusantara.

Fran menambahkan bahwa ketertarikan peserta menggunakan open trip adalah koneksi yang terbangun. Karena semua orang yang mengikuti wisata open trip bisa menjadi teman bahkan dekat saat open trip.

Bicara soal paket liburan, Fran menyebut bahwa paket open trip menyesuaikan kuota peserta. Misalnya destinasi paling murah di Piknik Nusantara ke Pulau Pahawang Lampung, hanya Rp 500.000 per orang dengan catatan minimum kuota keberangkatan 15 orang. Kalau tidak mencapai kuota biasanya diadakan penyesuaian biaya dengan musyarawah kepada seluruh calon peserta yang sudah mendaftar.

"Kalau Piknik Nusantara (untuk destinasi indonesia) terendah itu open trip 500 ribu ke Pulau Pahawang dan termahal ke Raja Ampat 3.750.000/orang. Dan paket termahal yaitu Everest basecamp camp. US$ 1.725 per orang," beber Fran kepada KONTAN, Senin (16/7).

Hingga saat ini sudah banyak yang menggunakan jasa open trip Piknik Nusantara. Dalam sebulan Piknik Nusantara bisa melakukan perjalanan 5-6 trip. "Sementara bulan yang banyak long weekend bisa di atas 10 trip dalam sebulan," jelasnya.

Menurut Fran, nominal omzet dari jumlah perjalanan bukan menjadi ukuran bisnis yang dipatok. Melainkan jaminan pelayanan sampai garansi keselamatan yang diperoleh peserta. Dan mengenai tawaran open trip, Fran bilang bahwa bahaya atau tidaknya menggunakan open trip tergantung peserta itu sendiri.

"Peserta sudah riset atau mencari referensi yang valid apa tidak sebelum menentukan pilihan operator. Jangankan di Maroko, di Indonesia saja banyak kok kejadian seperti itu. Malah puluhan peserta pernah terlantar karena tour leader-nya tidak datang," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Terbaru