Dicky Sumarsono si kutu loncat yang sukses kelola Azana Hotel

Sabtu, 10 Februari 2018 | 15:15 WIB   Reporter: Jane Aprilyani
Dicky Sumarsono si kutu loncat yang sukses kelola Azana Hotel


Pada tahun 1991 atau ketika kuliahnya baru separuh jalan, Dicky memutuskan bekerja paruh waktu di Hotel Hilton Jakarta sebagai pramusaji (waiter). Hanya sekedar mencari pengalaman dan uang jajan tambahan, ucap Dicky.

Dicky yang ketika itu mengambil konsentrasi ilmu manajemen perhotelan menilai, apapun posisi pekerjaan di perhotelan harus dilakoninya sebagai titik awal. Dia berprinsip, tak ada waktu yang tepat jika hanya untuk sekedar menunggu pekerjaan dan banyak berpikir. Saya percaya bahwa posisi yang lebih baik akan kita temukan ketika kita sudah melangkah, katanya.

Setahun kemudian, Dicky pindah untuk posisi yang sama di Hotel Sari Pan Pacific Jakarta. Menurut dia perpindahan bekerja itu lebih kepada mencari ilmu dari hotel tersebut.

Kata Dicky, meski posisi pekerjaan sama, namun karena manajemennya berbeda, pasti pengalaman yang diberikan juga berbeda. Dia yakin kelak pengalaman tersebut akan bermanfaat bagi peningkatan kariernya.

Setelah lulus kuliah tahun 1993, Dicky mendapatkan pekerjaan baru sebagai manajer restoran di Crown Prince Hotel Singapore. Selama enam bulan, Dicky menyerap ilmu dan membangun hubungan kerja (network) dengan lingkungan di sekitarnya.

Masih di tahun yang sama, Dicky kembali ke Tanah Air karena penasaran dengan informasi bahwa Planet Hollywood membuka restoran di Jakarta. Hal ini lantas menarik minatnya untuk bekerja sebagai supervisor di sana.

Tak sampai setahun di Planet Hollywood, pada tahun 1994, Dicky hengkang ke The Regent Hotel atau yang kini dikenal dengan nama Hotel Four Seasons sebagai manajer restoran.

Namun, keinginannya untuk berkembang membuatnya tidak cepat berpuas diri. Untuk menambah keahlian, suami dari Anita Sari ini memutuskan untuk meneruskan pendidikan perhotelannya di Belanda pada tahun 1995. Di negara tersebut Dicky menghabiskan waktu dua tahun dengan mengambil jurusan Food & Beverage Management di Hotel Management School Leeuwarden Holland. Di saat kuliah itu, Dicky juga mengaku bekerja di beberapa restoran steik Indonesia.

Tahun 1997, Dicky berhasil menyelesaikan pendidikannya dan langsung bekerja di restoran Fuddruckers, Jakarta.

Seringnya berpindah-pindah pekerjaan membuat Dicky dianggap sebagai kutu loncat. Dia menyebut banyak orang yang berpandangan negatif atas apa yang dilakukannya, namun dia mengaku tak ambil pusing. Sebab, dia memiliki alasan kuat melakukannya.

Menurut Dicky, untuk bisa menguasai ilmu manajemen perhotelan, seseorang tak cukup hanya belajar dan bekerja di satu tempat. Apalagi seseorang yang ingin berkembang dalam bisnis perhotelan harus memahami tentang hotel, pariwisata, dan restoran sekaligus.

Editor: Rizki Caturini

Terbaru