Gurihnya bebakaran ala Pariaman

Sabtu, 12 Agustus 2017 | 00:00 WIB   Reporter: Fransiska Firlana
Gurihnya bebakaran ala Pariaman


JAKARTA. Asap mengepul tebal, api sesekali menyala di atas tungku pembakaran alias bebakaran, persis di depan sebuah pondok makan sederhana di Jalan Kebayoran Lama No. 3 Pos Pengumben, Jakarta Barat. Di depan kedai ini tampak papan nama bertuliskan Pondok Baselo Lubuk Nyarai. Tampilan depan pondok makan ini bergaya rumah makan padang.

Tempat makan satu ini tidaklah sama dengan rumah makan padang biasa. Jangan mencari rendang, ayam pop, atau gulai tunjang di pondok ini. Rumah makan khas padang ini hanya menyajikan menu-menu tertentu saja. Andalannya ada ikan bakar. Ada ikan nila, patin, bawal, kerapu, cumi, udang, dan gurami. 

Tapi yang paling banyak dipesan di pondok makan ini adalah nila bakar. Dalam sehari setidaknya 30 kilogram (kg) ikan nila habis dipesan pembeli. Meski khusus menyajikan aneka ikan bakar, namun menu lain khas rumah makan padang tetap ada. Misalnya sambal cabai ijo, gulai nangka, dan yang tak kalah juara di tempat ini adalah gulai jengkolnya.  

“Menu yang kami sajikan memang tak sekomplet di rumah makan padang pada umumnya. Karena kami ingin punya menu khas yang menjadi andalan, yaitu ikan bakar. Tapi menu-menu kami bercita rasa khas padang,” ujar Riri Gurniwati, pemilik Pondok Baselo Lubuk Nyarai.

Dalam sehari tak kurang dari 500 pembeli datang ke gerai makan yang buka mulai pukul 11.00 sampai 22.00. Selain menyajikan menu berbeda dengan warung padang, Lubuk Nyarai  menyajikan suasana berbeda. 

Pondok makan ini cukup luas, setidaknya berukuran 300 meter persegi dengan area parkir yang besar pula. Tempat duduknya tak cuma meja kursi saja, tapi juga ada tempat makan lesehannya. Setidaknya ada 10 sekat lesehan yang menampung enam sampai delapan orang per sekat. 

Sedangkan mejanya ada delapan dengan empat kursi di tiap meja. Benar-benar luas. Selain daya tampung yang besar, pondok makan ini semi terbuka sehingga angin gampang masuk. Selain itu, di langit-langit atapnya berlapis anyaman bambu membuat suasana tetap adem. 

Nah, bila Anda datang selepas isya, ada sajian live music. Bisa request lagu, lo. Benar-benar memberikan suasana makan yang santai, nyaman, dan berbeda di tengah Jakarta.  

Langsung cicipi saja ya menu khas Pariaman ini. Pilih jenis ikan yang Anda inginkan. Sambil menunggu ikan pesanan diproses, pramusaji di pondok ini akan menyajikan gulai nangka, sambal ijo, gulai jengkol, balado keripik singkong, dan sala lauak.  Silakan langsung dicemal-cemil deh si keripik singkong pedas manis, juga si sala lauak nan gurih.

Keripik singkongnya memang tidak terlalu renyah tapi tetap bakal ludes. Maklum, rasanya yang pedas manis dan gurih bikin lidah ketagihan. Selain itu ada rasa asinnya karena ada campuran ikan asin.

Nah, menu sala lauak adalah kudapan khas Pariaman yang pasti jarang Anda ditemui di rumah makan padang. Cemilan ini terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan ikan yang digoreng. Bentuknya bulat seperti bola pingpong mini. Rasanya gurih asin. Santai saja, meskipun cemal-cemil ini masuk semua ke perut, belum cukup mengenyangkan kok.

Selera makan tetap membara saat melihat ikan nila bakar berwarna coklat kekuningan dengan beberapa bagian di pinggiran ikan berwarna hitam. Ikan nila bakar berukuran sedang itu menebar aroma rempah yang kuat, baluran bumbunya melimpah. Tak sabar mencocolnya dengan nasi hangat. 

Citarasa bumbu ikan bakar ini kuat sekali. Namun daging ikannya tetap gurih. Biar makin sedap, cocolkan saja dengan sambal kecap. Ya, sambal kecap ini juga menjadi pembeda mereka dengan rumah makan padang lainnya. Rasanya, sungguh aduhai. Manis dan pedas berpadu menjadi satu.

Ternyata, rempah yang kaya dalam bumbu ikan menimbulkan sensasi citarasa yang nikmat ketika dipadukan dengan sambal kecap. Satu kepal nasi yang tersaji pun bakal tak terasa ludes disantap bersama si ikan nila bakar ini. 

Oh ya, sebagai pelengkap ikan bakar, tidak ada lalapan atau rebusan daun singkong di pondok ini. Sajian sayurannya berupa urap kacang panjang dengan bumbu kelapa berwarna oranye kecoklatan.

Jengkol banyuwangi

Nah, yang tak boleh ketinggalan untuk dicicipi adalah gulai jengkol. Ukuran jengkolnya besar-besar dan tampak merekah dengan warna kuning terguyur kuah gulainya. Tekstur jengkol sangat legit dan super empuk. Istimewanya, makanan ini tidak pengar di mulut. Benar-benar bebas bau dan nikmat. “Proses memasak jengkol ini cukup panjang. Untuk menghilangkan bau dan gasnya, kami merendam bisa sampai dua hari,” kata Riri. 

Selain itu, dia hanya menggunakan jengkol berkualitas dengan ukuran besar. Jengkol andalan di Pondok Baselo Lubuk Nyarai adalah jengkol dari Banyuwangi Jawa Timur.

Jengkol banyuwangi memiliki ukuran yang besar. Dengan ukuran besar ini, kalau diolah akan lebih mudah empuk, legit, kadar asamnya juga tak terlalu banyak. Dalam sehari, Riri mengolah antara 5 kg sampai 7 kg jengkol. “Gulai jengkol harus selalu ada di pondok kami. Sekalipun harganya mahal dan kalau lagi susah didapat, kami tetap harus memburunya sampai mendapatkan,” ujar Riri.

Nah, jangan khawatir makan di tempat ini bakal menguras kocek Anda, sebab seporsi jengkol cukup merogoh Rp 10.000, ikan nila bakar cuma Rp 25.000, dan menu lain tergolong standar dengan harga di kisaran Rp 25.000–Rp 35.000 seporsi.
Bagaimana? Anda penasaran mencicipi?                     o

Promosikan Wisata Pariaman

Dari lima bersaudara, rupanya hanya Riri Gurniwati yang mengepakkan sayap di bisnis kuliner. Perempuan kelahiran Pariaman, Sumatra Barat ini sejak dua tahun lalu menjajal bisnis kuliner setelah sukses menjalankan bisnis pakaian di Pasar Tanah Abang.

“Keluarga saya itu adalah pedagang pakaian. Tak ada yang jualan makanan. Saya pun coba-coba, membuka usaha kuliner resep keluarga ini,” kata Riri yang masih memiliki tiga kios pakaian di Pasar Tanah Abang ini.

Ibu empat anak tersebut, juga masih turun ke dapur untuk meracik aneka bumbu meskipun sekarang sudah memiliki belasan karyawan. “Ya kalau bumbu-bumbu dasar masih saya yang racik, tinggal karyawan saya nanti yang mengolahnya,” ujar perempuan berkerudung ini.

Riri berkisah, nama pondok makannya memang sengaja dibuat berbeda dengan rumah makan padang pada umumnya. “Karena menu yang kami tawarkan khusus dan tak sebanyak di rumah makan padang pada umumnya,” katanya. 

Lubuk Nyarai  merupakan destinasi wisata baru di Padang, yang dibuka empat tahun lalu. Nama itu dipilih untuk mempromosikan tempat wisata yang berupa air terjun itu. “Orang Padang sendiri belum tahu lokasi wisata itu. Maka di pondok ini saya juga kasih gambar-gambar lokasi Lubuk Nyarai. Gambar-gambar yang menempel di dinding warung ini ada ceritanya yaitu rute perjalanan menuju Lubuk Nyarai yang memang tak mudah untuk dicapai,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Syamsul Azhar

Terbaru