Maunya terus makan sate telur dan sate daecan

Jumat, 01 Mei 2015 | 10:00 WIB   Reporter: Surtan PH Siahaan
Maunya terus makan sate telur dan sate daecan


Alkisah, sekitar tahun 1970-an, enam orang pemuda Madura merantau ke Jakarta. Seperti kebanyakan pendatang asal Pulau Garam, mereka mengadu nasib sebagai pedagang sate. Dengan gerobak dorongnya, keenam pemuda itu berangkat dan pulang bersama menuju kawasan Blok M.

Setelah lelah berkonvoi, mereka biasa beristirahat di depan lapangan sepakbola di Jalan Sungai Sambas, Kebayoran Baru. Tempat itu, pada 1980-an, menjadi lokasi mangkal mereka yang baru, seiring dengan banyaknya pelanggan tetap mereka bermukim di sana.

Tidak seperti kebanyakan pedagang sate khas Madura lainnya, Sate Sambas kesohor lantaran pilihan yang beragam, dari sate daging biasa, sate telur dengan telur ayam muda, sate diet, hingga sate daecan yang menjadi primadona.

Berbeda dengan sate ayam madura, sate daecan menggunakan bumbu khas Madura dan dibakar polos tanpa kecap. Rasanya gurih dan berbau wangi.

Penasaran menjajal sate telur dan sate daecan? Tempat ini mudah ditemukan, kok. Rombongan tukang sate asal Madura ini setelah empat tahun lalu digusur dari depan Taman Sambas, kini mangkal di depan SD Kramat Pela 1 Pagi.

Sate Sambas buka setiap hari sejak pukul lima sore hingga jam 12 malam. Kalau mau suasana makan yang tidak terlalu ramai, sebaiknya datang sekitar jam lima sore hingga jam 6 sore. Soalnya, makin malam pengunjung pun makin ramai.

Bagi Anda yang baru pertama berkunjung ke sini, sebaiknya memilih gerobak milik Muhammad Kholil. Penemu sate telur dan sate daecan ini gerobaknya paling pojok, persis di samping pintu masuk SD.

Begitu mendarat di tempat ini, langsung saja pesan. Kira-kira lima hingga 10 menit, pesanan pun datang di bangku panjang yang berfungsi sebagai meja. Tampang sate khas Sambas memang unik.

Setusuk sate telur berisi uritan alias telur muda pada bagian pangkal dan dipenuhi kulit hingga bagian ujungnya. Begitu dibakar, warna sate berubah jadi cokelat kehitaman. Untuk bumbu, Kholil menggunakan kecap dan kacang.

Saat digigit, sate telur memunculkan dua sensasi tekstur. Bagian depan terasa empuk kenyil-kenyil karena dipenuhi kulit ayam. Kholil mengolah kulit ayam sehingga tidak ada beraroma amis dan tidak liat saat dikunyah. Sedang pada bagian belakang, terasa empuk karena berisi telur muda sebesar bola pingpong.

Bumbu kacang racikan Kholill memiliki rasa manis, dengan tekstur lembut dan kental, seperti bubur pasta. Jika ingin sensasi rasa yang lebih galak, Anda bisa minta rajangan cabai rawit dan bawang. Kombinasi antara bumbu kacang yang manis dengan pedasnya cabai cocok disantap dengan sate telur yang empuk dan kenyal.


Resep dari tamu

Menu berikut yang layak dicoba adalah sate daecan. Sate ini terdiri dari daging yang bagian tengahnya disusupi sepotong lemak. Sate dibakar hingga kecokelatan tanpa kecap, hanya dilumuri bumbu dan minyak.

Saat sate masih panas, kepulan asap tipis meruapkan bau wangi daging matang. Buat Anda yang suka pedas, bisa memesan rajangan bawang dan cabe rawit untuk dioleskan ke sate sebelum dibakar.

Saat daging sate masuk mulut, rasa gurih langsung memenuhi mulut. Bumbunya ringan, sesuai dengan potongan dagingnya yang kecil-kecil.

Fernando, seorang warga Cilandak, Jakarta Selatan, merupakan pelanggan tetap Sate Sambas. Dari awalnya coba-coba, Fernando ketagihan sate daecan. Menurut dia, sate daecan punya rasa gurih dan asin yang pas hingga cocok sebagai camilan.

Kholil meramu sate daecan secara tidak sengaja sejak tahun 1998. Idenya datang dari pelanggannya, seorang warga negara Jepang. Tak heran nama sate ini pun kejepang-jepangan. Kholil bercerita, pelanggan asal Jepang itu selalu meracik sate sendiri.

Sate bikinan dia, kata Kholil, polos tanpa bumbu kacang, apalagi, kecap. Sebagai perasa, hanya diberi tambahan garam. Kholil pun mencoba meniru sate bikinan pelanggannya, namun dengan tambahan bumbu.

Sayangnya, generasi ketiga pemilik kedai ini enggan menjelaskan ramuannya. Dia hanya menunjukkan bumbu dapur kering yang diikatkan pada tusuk sate. Bumbu itu lalu diolah dicairkan dan ditempatkan dalam botol. Bumbu itu yang kemudian dioles pada sate.

Lain lagi cerita sate telur. Dulu saat generasi pertama masih berjualan, sate telur tidak menggunakan uritan melainkan racikan bumbu dan kuning telur yang dicetak menggunakan plastik. Karena menganggap proses itu terlalu ribet, Kholil pun menggunakan uritan. Ternyata, modifikasi ala Kholil mendapat respons baik. Sate ini cuma satu-satunya di Jakarta, tidak ada yang menjual sate sejenis, ujar dia.

Harga Sate Sambas memang lebih mahal dibanding kebanyakan sate madura. Setusuk sate telur dibanderol Rp 3.000. Sedang sate daecan dan sate ayam biasa harganya Rp 2.500 per tusuk. Jika ingin menambah lontong, harganya Rp 5.000 per potong. Untuk minuman, Anda bisa memesan teh botol seharga Rp 5.000 per botol.


Sate Sambas
Jalan Sambas IX, Kebayoran Baru Jakarta Selatan
Koordinat GPS: -6.247569, 106.796178

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi

Terbaru