Meski ilmu dasar gampang, jam terbang menentukan

Senin, 16 Oktober 2017 | 09:05 WIB   Reporter: Wuwun Nafsiah
Meski ilmu dasar gampang, jam terbang menentukan


PROFESI BARISTA - Dalam kenikmatan secangkir kopi, terdapat kepiawaian barista yang meraciknya. Barista merupakan sebutan profesi bagi seseorang yang membuat dan menyajikan minuman berasa pahit dan berkelir hitam itu ke pelanggan.

Profesi ini sedang naik daun, seiring menjamurnya kedai dan kafe kopi di Indonesia. Dan, menjadi seorang barista bukan perkara sulit, lo.

Paling tidak begitu menurut Aseni. Barista Esperto Cafe ini mengungkapkan, hanya dengan mengikuti pelatihan beberapa hari, seseorang sudah bisa jadi barista.

Cuma, sebelum memutuskan menjadi seorang barista, seseorang tentu harus bisa dan suka minum kopi. Jika belum gemar, maka berlatih meminum kopi jadi titik awal untuk masuk ke dunia barista.

"Semua bisa dilatih, seperti saya yang dulunya tidak suka kopi akhirnya belajar minum espresso setiap pagi," ungkap Account Executive PT Harvest Coffee Forenity, pengelola lembaga pelatihan barista Esperto Barista Course.

Oh, iya, espresso adalah sari kopi yang menghasilkan minuman kopi pekat dan kental. Nah, ilmu pertama yang Aseni pelajari sebagai seorang barista adalah cara membuat espresso.

Penguasaan mesin pembuat espresso dan cara membuat latte art memang jadi sesuatu yang wajib bagi seorang barista. Tapi tentu, rasa kopi yang utama.

Barista biasanya mendapat standar operasional prosedur (SOP) dari kedai atau kafe tempatnya bekerja untuk mengoperasikan mesin serta membuat secangkir kopi. Jika sesuai dengan SOP, maka kecil kemungkinan seorang barista akan membuat kesalahan.

Hanya untuk urusan rasa, penikmat kopi terkadang cukup sensitif untuk membedakan rasa kopi buatan satu barista dengan barista lainnya. Maka, ilmu lain yang juga harus barista miliki adalah mengetahui selera pelanggan.

"Ilmu dasar barista itu gampang. Selebihnya, jam terbang yang menentukan," kata Aseni yang melakoni profesi barista sejak 2013 lalu.

Kalibrasi lidah

Di Esperto Cafe, misalnya, barista akan mencicipi rasa setiap kopi sebelum membuka pesanan. Istilahnya, kalibrasi lidah. Yakni, seorang barista mulai merasakan kopi dan membuat kategori serta standar untuk rasa kopi tersebut.

Ketika melakukan kalibrasi, Aseni bisa mengategorikan karakter biji kopi dalam beberapa rasa, seperti cokelat, roasted almond, dan brown sugar. Dengan mengetahui karakter rasa setiap kopi, maka barista dapat menyajikan kopi sesuai dengan selera pelanggan.

Proses selanjutnya, barista perlu mengatur setelan grinder alias mesin penggiling kopi serta peralatan untuk steam susu. Kelalaian seorang barista bisa membuat rasa kopi menjadi berbeda.

Misalnya, tidak menjaga kebersihan alat steam susu sehingga menghasilkan sisa. Atau, tidak memasukkan kembali kopi sisa di grinder ke dalam bungkus atau kemasan.

Agar bisa terus mengembangkan diri, seorang barista mesti memiliki passion di bidang kopi. Dengan demikian, barista akan terus belajar memahami dunia kopi.

Sebab, jenis-jenis kopi terus berkembang. Keberhasilan seorang barista ditentukan oleh ketekunannya dalam belajar.

Kalau dulu kopi jenis cappucino dan latte banyak digemari, kini favorit pecinta kopi sudah mulai beragam. Jika terus belajar, maka barista makin percaya diri dengan kopi hasil racikannya.

Memulai karier sebagai barista dari nol juga Mimi Alawiyah alami. Barista Anomali Coffee yang juga menjadi pengajar di Indonesia Coffee Academy ini awalnya seorang cleaning service yang tidak menyukai kopi.

Apalagi, ia berasal dari keluarga Betawi yang kental kebiasaan minum teh setiap pagi dan sore hari. "Setelah bergabung sebagai barista di Anomali Coffee, saya belajar merasakan kopi, mulai dari kopi yang enak, tidak enak, sampai yang tidak enak samasekali," tuturnya.

Pertama kali, Mimi mengenal rasa kopi jenis espresso. Selanjutnya, dia mulai belajar membuat dan mengenal kopi hitam.

Berbeda dengan espresso, kopi hitam memiliki kandungan air lebih tinggi sehingga tidak terlalu kental. Dari espresso dan kopi hitam, Mimi yang sudah menjadi barista sejak 2009 silam kemudian belajar mengenal rasa kopi dari berbagai daerah di Indonesia.

Sertifikasi

Menurut Mimi, seorang barista harus menguasai tiga hal: pengetahuan tentang kopi, mesin, dan produk. Ada banyak sumber informasi bagi seorang barista, entah dari internet, buku, atau buletin yang disebarkan oleh kedai maupun kafe kopi. Kebetulan, saban bulan Anomali Coffee menerbitkan buletin untuk para barista.

Berikutnya, keahlian barista tentu perlu terus diasah. Mimi sendiri mengasah kemampuannya dengan mengikuti berbagai lomba barista.

Meski akhirnya gagal jadi juara, masukan dari para juri bisa menjadi bahan pembelajaran. Apalagi, saat lomba, barista dilarang memakai kopi dari kedai atau kafe tempatnya bekerja. Itu sudah barang tentu jadi tantangan untuk membuktikan keahlian barista dalam meracik kopi.

Dan, sertifikat bagi seorang barista di Indonesia sebenarnya belum dipandang penting. Pelanggan lebih mencari kopi yang sesuai dengan selera mereka ketimbang melihat apakah seorang barista bersertifikasi atau tidak.

Meski demikian, enggak ada salahnya, kok, seorang barista mencari sertifikasi. Sebab, ujian sertifikasi barista bisa menambah pengalaman serta kemampuan.

Walau tidak dimungkiri juga bahwa biaya sertifikasi barista tergolong mahal. Terlebih, kalau sertifikasi berasal dari luar negeri.

Mimi sendiri pernah mengikuti kelas Q Grader sebagai persiapan menjadi pengajar di Indonesia Coffee Academy. Q Grader Course adalah pelatihan yang diselenggarakan oleh Coffee Quality Institute (CQI) dari Amerika Serikat (AS).

Titel Q Grader dipandang terhormat di kalangan peracik kopi. Istilah Q grader disematkan pada seseorang yang bisa merasakan kopi sesuai dengan standar internasional dari CQI. Institut tersebut mengembangkan Q Coffee System untuk menetapkan nilai standar kopi yang berlaku universal.

Memang, ilmu dasar menjadi barista gampang, tapi tetap jam terbang yang menentukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan

Terbaru