MIAP: 92% software bajakan terinfeksi malware

Selasa, 10 Oktober 2017 | 23:23 WIB   Reporter: Cecylia Rura
MIAP: 92% software bajakan terinfeksi malware


INDUSTRI TEKNOLOGI - JAKARTA. Hati-hati menggunakan software bajakan. Meski lebih murah, studi Cybersecurity Risks from Non-Genuine Software keluaran Fakultas Teknik National University of Singapore (NUS) mencatat, 92% perangkat komputer dan laptop yang menggunakan software palsu terinfeksi malware.

Studi yang diprakarsai oleh Microsoft ini diselesaikan pada bulan Juni 2017 dan mencakup wilayah Asia Pasifik, dengan fokus pada risiko infeksi malware pada perangkat lunak dari penggunaan perangkat lunak bajakan.

Keshav S. Dhakad, Assistant General Counsel, Digital Crime Unit, Microsoft Asia menyebutkan, malware yang menyerang komputer pengguna sofware ilegal itu berasal dari CD/DVD bajakan, produk sofware dan sistem operasi bajakan.

Sebanyak 61% DVD/CD bajakan terinfeksi malware, produk sofware bajakan 42% terjangkit malware, sistem operasi ilegal 29% terjangkit malware, game and apps 19%.

"Bahkan, sofware antivirus bajakan juga suah terinfeksi malware 17%," kata Keshav dalam sosialisasi kekayaan intelektual yang diselenggarakan Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) di Jakarta, Selasa (10/10).

Penyebaran malware makin sengit dengan berkembangnya penggunaan intenet tanpa diimbangi security.  Banyak pengguna juga belum paham dengan teknik serangan dari penjahat cyber baik melalui email, serangan trojan, pembentukan backdoor, sampai transaksi bitcoin.

Mencermati temuan tersebut, Ketua MIAP Justisiari P. Kusumah mengatakan, risiko besar bagi Indonesia yang notabene pengguna internet terbesar keempat di dunia, adalah serangan terhadap data nasabah, seperti yang saat ini tengah ditangani pihak Bareskrim Polri.

"Itu baru jual beli data nasabah. Bagaimana kalau pelaksanaan transaksi juga bisa di-hack melalui infeksi malware? Ini bisa mengancam jaringan industri keuangan," tegas Justisiari di kesempatan yang sama.

Dia mengingatkan agar pengguna lebih baik memasang software asli. "Studi menunjukkan, biaya untuk berinvestasi pada program perangkat lunak asli dan terbaru jauh lebih rendah dibandingkan dengan kerugian aktual yang dialami karena pencurian data rahasia dan informasi pribadi," katanya.

Brigjen Pol Agung Setya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri mematikan kerugian akibat penggunaan sofware ilegal mencapai triliunan rupiah.

"Semua yang menggunakan software palsu pasti rugi. Misalnya harga sofware palsu Rp 500.0000, yang asli Rp 1,5 juta. Memang murah yang palsu, tetapi banyak hal tidak bisa sinkron dengan aplikasi yang kita perlu dan menjadi tidak optimal saat digunakan," katanya di kesempatan yang sama.

Untuk itu, lanjutnya, bersama MIAP dan kementrian terkait, Agung menjelaskan pihaknya akan fokus dalam menangani kasus software ilegal ini. Tetapi masyarakat juga harus paham dengan tidak menggunakan sofware palsu. Selain itu juga melaporkan jika dirugikan.

"Kami bergerak setelah ada aduan, kemudian diberi kesempatan mediasi untuk berdamai. Nah dalam hal ini salah satu poinnya adalah tarik semua produk palsu. Dari situ kita tau jaringan bisnisnya," katanya.

Agung menambahkan, sejak 2015 hinga kini pihaknya menerima 9 kasus software ilegal. Dan tujuh laporan diselesaikan melalui mediasi.

Pengguna software ilegal ini juga bisa berhadapan dengan  undang-undang dan peraturan yang berlaku.

Pasal 113 ayat (3) UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menjatuhkan sanksi pidana berat berupa hukuman penjara maksimal 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 bagi pihak –pihak yang melanggar hak ekonomi pencipta dengan melakukan penggandaan, pengkomunikasian dan distribusi ciptaan secara tanpa hak dan tanpa izin untuk digunaan secara komersial.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia

Terbaru