Keseruan berebut makanan kuno di Festival Makanan Rakyat Desa Poncokusumo

Rabu, 18 September 2019 | 18:10 WIB   Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie, Dityasa H Forddanta, Jane Aprilyani
Keseruan berebut makanan kuno di Festival Makanan Rakyat Desa Poncokusumo

ILUSTRASI. Festival Makanan Rakyat di Desa Desa Poncokusumo, Malang


JEP GUNUNG BROMO - PONCOKUSUMO. Tim Jelajah Ekonomi KONTAN terbilang beruntung pada hari ini, Rabu (18/9). Kunjungan kami ke Desa Poncokusumo bertepatan dengan perhelatan Festival Makanan Rakyat yang memang rutin digelar setiap satu tahun sekali.

Di festival ini, banyak sekali makanan kuno yang dimunculkan oleh ibu-ibu yang tinggal di Kecamatan Poncokusumo. Beberapa di antaranya adalah nasi empok yang terbuat dari jagung, sredek, nasi kebuli, urap urap, kulup sawah, jangan manisah, jangan tewel jangan pedes, jangan terong, iwak asin, hingga tempe bacem.

Menurut Muhamad Irwan, Kepala Desa Poncokusumo, festival ini digelar dengan tujuan agar masyarakat Poncokusumo tidak melupakan masa lalu. "Makanan itu adalah bagian dari produksi budaya kita. Jadi kalau makanan-makanan ini sampai terdesak oleh makanan-makanan dari luar negeri, kita akan kehilangan jati diri kita sendiri," jelasnya saat ditemui di lokasi acara.

Dia menjelaskan, semua makanan disiapkan sendiri secara swadaya oleh semua masyarakan Poncokusumo. Setiap Rukun Warga (RW) mengeluarkan menu khasnya sendiri. Di kecamatan ini, ada 11 RW dan 78 Rukun Tetangga (RT). "Tapi menunya memang tidak jauh berbeda sih," imbuhnya.

Festival ini biasanya dimulai dari pukul 15.00 WIB. Akan tetapi, jika masyarakat yang datang membeludak, dalam kurun satu jam, makanan sudah habis. Saat dibuka, masyarakat boleh bebas mengambil apa saja makanan yang ada. "Monggo silakan. Yang paling penting syaratnya satu, tidak dibawa pulang. Gitu aja," katanya sambil tertawa.

Festival ini mampu menarik banyak pelancong dari kota. Misalnya saja dari Batu, Malang, hingga Surabaya. "Mereka tertarik ke sini karena ingin mencicipi dan menikmati makanan kuno. Makanan kuno ini jarang-jarang ada. Kalau tidak ada acara khusus, tidak dimasak," katanya.

Dia memprediksi, festival ini bisa menarik hingga 5.000 pengunjung. Apalagi, festival akan terus berlanjut sampai malam. Pada malam hari, akan digelar orkes melayu, yang merupakan hiburan desa. Para penghibur datang dari beragam kota seperti Surabaya, Pasuruan, Mojokerto, dan Jombang.

"Harapan kami dengan ini terjadi keguyuban di tengah-tengah warga. Di sini tidak ada sekat antara pimpinan dan bawahan, makanannya juga sama. Bupati juga nanti datang dan akan makan bersama warga," jelasnya.

Irwan memang tak asal bicara. Sekitar pukul 15.30 WIB, Bupati Malang Muhamad Sanusi yang baru resmi dilantik pada Senin (16/9), datang menghadiri festival ini. Setelah memberikan kata sambutan singkat, festival pun resmi dibuka. Bupati menikmati makanan kuno di tenda utama yang terletak di bagian tengah festival.

Saat Bupati menikmati makanan, itu pertanda festival ini resmi dibuka. Masyarakat yang sudah menunggu lama pun langsung menyerbu makanan yang tersedia. Tim Jelajah Ekonomi KONTAN ikut serta dalam kegembiraan ini. Kami sempat menikmati sejumlah makanan seperti Nasi Empok yang dipadukan dengan sayur labu dan ikan asin. Ditambah dengan sambel khas Poncokusumo, rasanya nikmat tiada tara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Terbaru