Melihat jejak Kesultanan Buton di Wakatobi, benteng hingga kain tenun nan menawan

Rabu, 28 Agustus 2019 | 11:28 WIB   Reporter: Yudho Winarto
Melihat jejak Kesultanan Buton di Wakatobi, benteng hingga kain tenun nan menawan

ILUSTRASI. Kain Tenun Homoru


JELAJAH EKONOMI PARIWISATA - WANGI-WANGI. Jika Anda punya kesempatan untuk berlibur ke kawasan Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara, luangkan waktu untuk mengunjungi Desa Liya Togo di Pulau Wangi-Wangi.

Berjarak kurang lebih 8 km dari pusat kabupaten, Anda bisa menyaksikan peninggalan Kesultanan Buton. Berupa Benteng Kraton Liya yang dibangun dari tumpukan batu karang berwarna putih. Konon, tumpukan batu karang itu dilekatkan dengan putih telur.

Dalam kompleks cagar budaya Benteng Kraton, terdapat makam tua yang erat dengan legenda Talo-Talo, masjid, dan meriam peninggalan Kesultanan Buton yang berjaya pada abad ke-15 hingga 18 Masehi.

kompleks cagar budaya Benteng Kraton

Satu lagi, terdapat Baruga, situs budaya berupa bangunan kayu yang biasa dijadikan masyarakat bermusyawarah. Dalam kegiatan musyawarah, masyarakat dipimpin oleh pimpinan adat yaitu Miantu.

Baca Juga: Wakatobi alokasikan 50% APBD tahun 2020 untuk infrastruktur

Saat tim Jelajah Ekonomi Pariwisata KONTAN berkesempatan mengunjungi cagar budaya ini pada Sabtu (24/8), suasana asri begitu terasa. Lantaran, rimbunan pohon Kamboja tua sekeliling benteng membantu menghalangi teriknya sinar matahari di Wakatobi. Harum bunga Kamboja yang berjatuhan kian memberi nuansa berbeda di benteng.

Masjid Mubarok 

Posisi benteng berada di puncak bukit dan tersembunyi di antara perkampungan warga di bawahnya. Lokasinya sangat strategis karena bisa memantau pergerakan kapal-kapal asing yang melintas di perairan Wakatobi pada zaman itu, sekaligus menjaga kontrol Kesultanan Buton atas Laut Banda yang berada di timur pulau.

Kain tenun Wakatobi

Puas berkeliling Benteng Kraton Liya, Anda bisa berjalan ke perkampungan warga untuk menyaksikan langsung pembuatan tenun khas Wakatobi atau dengan sebutan Homoru. Persis di depan bawah rumah panggung, ibu-ibu asyik menenun kain secara tradisional.

Editor: Yudho Winarto

Terbaru