Antivirus paketan dalam smartphone

Rabu, 14 Maret 2012 | 10:09 WIB Sumber: Harian KONTAN, 14 Maret 2012
Antivirus paketan dalam smartphone

Bintangi film Black Widow, David Harbour memerankan Red Guardian di Marvel Cinematic Universe.


Pengguna telepon seluler (ponsel) pintar alias smartphone di Indonesia semakin meluas. Tak cuma kalangan dewasa, anak-anak pun kita sudah menggenggam smartphone mereka sendiri.

Selain merek BlackBerry yang sudah terkenal luas pemakaiannya, kini pengguna smartphone berbasis Android juga tumbuh subur. Karena kecerdasannya, wajar jika pengguna banyak menyimpan dana dan bertukar data memakai gadget ini.

Kebiasaan ini bisa memancing para pembuat malware yang ingin mencuri atau merusak data. "Sampai saat ini belum ada malware di Indonesia yang menyebar masif di Android dan BB," ujar Alfons Tanujaya, Antivirus Specialist dari Vaksincom.

Meski serangan malware belum terlalu masif, ancaman bahaya itu tampaknya telah disadari betul oleh para produsen gadget. Tak heran, mereka kini menawarkan smartphone yang telah dibundel dengan paket program antivirus. Program antivirus ini terutama dibenamkan di gadget yang memakai platform Android, yang konon lebih rentan terhadap malware.

Kabar terbaru, Samsung menjalin kerja sama dengan Kaspersky Lab, perusahaan keamanan gadget dari Rusia. Awal bulan ini, Kaspersky menyatakan telah menjadi Golden Member dalam program Samsung Enterprise Alliance. Artinya, berbagai produk keamanan dan antivirus Kaspersky akan terintegrasi di produk Samsung.

Bukan saja di ponsel atau tablet berbasis Android, tapi juga di produk personal computer (PC), notebook, dan netbook Samsung yang memakai sistem operasi Windows. "Kami berharap dapat mengembangkan distribusi solusi kami melalui jaringan global Samsung Electronics serta meningkatkan posisi market kami dalam skala global," kata Garry Kondakov, Chief Sales & Marketing Officer Kaspersky Lab.

Namun, belum jelas, kapan produk Samsung yang dibundel dengan antivirus Kaspersky tersebut masuk ke Indonesia. Saat dihubungi KONTAN, manajemen Samsung Electronics Indonesia mengaku belum bisa memberikan jawaban atas kerja sama yang dilakukan oleh kantor pusat Samsung di Korea Selatan tersebut.

Yang jelas, kolaborasi semacam itu tidak hanya dilakukan oleh Samsung. Sebelumnya, Sony Ericsson, yang kini bernama Sony Mobile Communications, juga menjalin kerja sama dengan vendor antivirus McAffe. Kemitraan yang dimulai sejak 17 Agustus 2011 itu diwujudkan dalam bentuk penanaman aplikasi Mcafee Security sebagai aplikasi bawaan di seri Xperia Mini Pro dan Xperia Pro. Selanjutnya, semua varian Xperia, seperti Arc dan Ray, juga mengandung aplikasi ini.

Kadang malah merepotkan

Kehadiran ponsel sepaket dengan program antivirus boleh dibilang memudahkan konsumen. Sebab, ia tidak perlu lagi repot mencari dan memilih antivirus sendiri. Alfons yakin, produsen ponsel tentu tak sembarangan ketika memutuskan menjalin kerja sama dengan pembuat antivirus. Kompetensi, kapabilitas, dan kredibilitasnya tentu sudah teruji.

Yang perlu dicermati, tak ada sesuatu yang benar-benar gratis, termasuk aplikasi antivirus bawaan ini. Di ponsel Xperia, misalnya, McAfee Security yang ditanam merupakan versi free trial. Dus, program ini hanya berlaku selama periode tertentu. Setelah itu, pengguna mesti membayar untuk terus memakai program ini.

Jika pengguna merasakan manfaatnya, mungkin tak jadi soal saat ia harus membeli program tersebut. Namun, jadi masalah jika pengguna tidak puas dengan program tersebut atau merasa harganya terlalu mahal sehingga ingin beralih ke antivirus lain. Biasanya, sistem di antivirus itu tidak memungkinkan keberadaan antivirus lain. Jadi, pengguna harus menonaktifkan salah satunya. Gampang? Belum tentu.

Problemnya, software bawaan tadi seringkali tak bisa dihapus begitu saja. Meski pengguna berhasil melakukan uninstall, antivirus tersebut kadang akan secara otomatis melakukan proses reinstall. Akibatnya, pengguna akan kehilangan sekian megabyte data internet untuk sesuatu yang sama sekali tidak ia setujui.

Pengguna ponsel bisa saja membiarkan aplikasi tersebut mengendap tanpa digunakan sama sekali dengan dua risiko. Pertama, ia harus merelakan sekian megabyte memori ponsel terpakai peranti lunak ini. Sialnya, program ini disimpan di memori internal sehingga ponsel dengan kapasitas memori internal terbatas akan bermasalah. Kedua, notifikasi agar pengguna ponsel mengaktifkan antivirus akan tampil secara kontinu di layar ponsel. Tentu saja, bagi sebagian orang ini mengganggu.

Satu-satunya cara untuk menghapus program antivirus bawaan tadi adalah dengan me-rooting ponsel. Padahal, cara ini sama sekali tidak direkomendasikan bagi pengguna awam lantaran berpotensi merusak sistem.

Seharusnya, kerja sama antara pabrikan ponsel dan perusahaan keamanan tetap memberi ruang kebebasan bagi pengguna untuk memilih aplikasi sendiri. Perlu etika dan aplikasi itu tak menyusahkan pengguna. "Pengguna harus memiliki kekuasaan atas gadget yang dimiliki dan resource-nya, dengan memberi pilihan lebih mudah untuk uninstall," ujar Alfons.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Catur Ari
Terbaru