Reporter: Diade Riva Nugrahani, Gloria Haraito, | Editor: Test Test

Namun begitu, ada pula anggapan bahwa kulit legam justru tampak eksotis. Setidaknya, hal inilah yang belakangan malah menjadi tren di kalangan metropolis. Tak jarang para penggemar kulit eksotis rela bermandi hujan matahari di tepi pantai selama berjam-jam. Hasilnya, kulit cokelat keemasan pun melapisi sekujur tubuh.
Bila emoh repot, kini metode menghitamkan kulit alias tanning bisa dilakukan tanpa harus pergi ke pantai. Beberapa tempat kebugaran dan salon telah memasang tanning bed.
Tanning bed merupakan tempat tidur berbentuk kapsul yang dibalut sepuluh hingga 20 lampu berdaya 100 watt–200 watt. Lampu ini dirancang khusus sehingga mengeluarkan sinar buatan yang mengandung radiasi ultraviolet (UV).
Untuk mendapatkan hasil kulit legam mengkilap, orang tinggal tidur di dalam kapsul tersebut selama maksimal 15 menit. Nantinya, warna kulit cokelat keemasan menjadi incaran karena eksotis, dan berani meruntuhkan anggapan bahwa cantik ialah berkulit putih.
Setelah kulitnya lebih gelap, pelaku tanning membubuhkan riasan atau penampilannya dengan warna-warna mencolok untuk menghadirkan warna kontras. Gunanya, ya, apalagi kalau bukan membuat pangling setiap mata yang memandang.
Awalnya, tanning banyak dilakukan oleh masyarakat berkulit putih seperti di Jepang dan Eropa. Maklum, di belahan dunia tersebut tidak banyak orang bisa memiliki warna kulit gelap keemasan. Sehingga, warna gelap dinilai lebih memikat dan unik dibandingkan dengan warna kulit putih seperti yang dimiliki kebanyakan orang sana.
Lalu, warna kulit gelap menjadi incaran karena memiliki kesan berduit. Untuk mendapatkan kulit gelap ini, seseorang harus berjemur di daerah pantai yang berjarak ratusan kilometer dari kota.
Selain itu, orang pun ingin memiliki warna kulit gelap agar terkesan macho. “Kulit hitam itu kesannya macho, tidak seperti kulit putih yang kesannya manja, maunya di dalam ruangan, dan tidak mau kena panas,” ujar Satria Soewiryo, salah seorang pelaku tanning dan pemerhati gaya hidup.
Satria mengaku, beberapa tahun belakangan ini ia selalu menyempatkan diri berjemur ke pantai di Bali. Biasanya, momen liburan itu tiba pada akhir tahun. Menurut Satria, bersantai sambil menikmati sunset di pinggir pantai menjadi daya pikat tanning alami ketimbang tanning di salon.
Untuk melakoni hobi ini, Satria harus mempersiapkan beberapa peralatan penunjang. Salah satunya ialah tanning lotion yang mengandung sun protection factor (SPF). Gunanya melindungi diri dari kanker kulit atau iritasi. Selain membalut tubuh dengan losion, penting pula untuk menutup mata dengan kacamata anti-ultraviolet. Kacamata ini berguna melindungi mata dari sinar ultraviolet yang bisa menimbulkan keriput di sekitar mata.
Tahan dua minggu
Sekali berjemur, Satria bisa menghabiskan waktu hingga empat jam. Setelah itu, warna kulit seperti habis terbakar. Warna kulit terbakar ini paling lama bertahan hingga dua minggu. Satria mengaku, keinginannya tanning kulit hadir karena melihat berbagai referensi gaya hidup di berbagai media.
“Sekarang bukan hanya pria yang gemar tanning, kaum wanita juga tak mau ketinggalan,” kata dia.
Misalnya, Maya Devi. Maya yang berprofesi sebagai sebagai staf penjualan sebuah perusahaan swasta ini mengaku senang berjemur agar kulit putihnya terlihat lebih menarik. “Saya tanning agar bisa mendapatkan warna kulit yang lebih mengejutkan saja,” tutur Maya.
Perempuan yang besar di Bali mengaku terinspirasi dengan kegiatan ini sejak kecil. Maklum, di daerah asalnya, banyak turis asing mandi matahari. Alhasil, sejak tujuh tahun silam ia pun gemar berjemur di pantai.
Maya biasa melakukan hobi ini bersama teman-temannya. Namun, lanjut Maya, ia tidak melakukan tanning secara khusus. “Saya memang hobi berenang. Jadi, sembari berenang, saya juga berjemur di pantai,” cerita Maya. Minimal dua kali dalam sebulan Maya berenang dan berjemur di pantai. Aktivitas ini bisa menelan waktu sampai tiga jam. Sepulang dari berjemur, Maya bisa menikmati kulit cokelat keemasan selama dua minggu.
Lalu, setelah bekerja di Jakarta Maya pun tak pernah absen melakoni hobi tanning. Kali ini, ia memilih berjemur di kolam renang. Dua kali dalam sebulan Maya pasti melipir ke Hotel Santika.
Hobi ini tidak mahal. Selain membeli pass untuk masuk ke kolam, Maya juga menyiapkan tanning lotion yang mempercepat proses pencokelatan kulit. Satu tube losion harganya sekitar Rp 200.000.
Nah, karena tren tanning sudah sampai Indonesia, beberapa salon dan pusat kebugaran menyediakan tanning bed beserta perlengkapannya.
PT Fitindo Sehat Sempurna, pemilik Life Spa Fitness, misalnya. Life Spa yang berlokasi di Hotel Sultan Jakarta ini menyediakan jasa tanning sejak setengah tahun silam. “Kami menyediakan tanning bed, pelanggan bisa membawa losion atau membeli di sini,” ujar staf Life Spa Mulyanto.
Di sini, tanning lotion dijual Rp 30.000 sampai Rp 60.000 per saset. Menurut Mulyanto, losion ini diimpor dari Amerika.
Satu kali penyinaran di tanning bed bisa memakan waktu antara 15 menit–20 menit. Untuk mendapatkan hasil maksimal, pelanggan perlu menjalani proses ini sebanyak lima kali hingga tujuh kali.
Tapi, seluruh sesi penyinaran tak boleh dilakukan berbarengan demi menghindari iritasi. Dalam seminggu, pelanggan hanya boleh melakukan tanning sebanyak satu sesi.
Lalu, pelanggan juga perlu mengevaluasi hasil kulit yang didapat setelah proses tanning. Mulyanto mengimbau, bila terjadi iritasi, sebaiknya pelanggan tidak meneruskannya.
Jangan sampai kusam
Proses tanning ini dinilainya tidak cocok bagi pelanggan yang berkulit terlampau gelap. “Kebanyakan yang melakukan tanning memang yang berkulit putih,” terang Mulyanto. Sebab, warna gelap yang berlebihan dikhawatirkan bukan memberikan efek eksotis pada pelanggan, melainkan kusam.
Life Spa menetapkan tarif tanning sebesar Rp 75.000 per sesi. Jadi, untuk lima hingga tujuh kali tanning, pelanggan kudu mengeluarkan duit sekitar Rp 375.000 hingga Rp 525.000. Ada pula paket tanning 12 sesi seharga Rp 660.000.
Menurut Mulyanto, kebanyakan pelanggan tanning adalah warga Indonesia. Sebagian kecil di antaranya warga asing. “Biasanya mereka tanning kulitnya agar terlihat seksi dan eksotis saja,” ujar Mulyanto. Dalam sehari, Life Spa bisa melayani enam hingga delapan orang pelanggan.
Sebelumnya, pusat kebugaran Gold Gym's juga menyediakan layanan serupa. Gold Gym's memiliki layanan tanning sejak 2007 silam. Sayang, pada Februari 2009 layanan ini tidak diteruskan lantaran tanning bed mengalami kerusakan. Di antara semua jaringan Gold Gym's, hanya gerai di Menteng Huis Jakarta saja yang menyediakan layanan tersebut.
Seperti halnya di Life Spa, Gold Gym's juga membanderol layanan ini seharga Rp 75.000 per sesi. Menurut staf Gold Gym's Robert Liato, peminat tanning lebih banyak berasa dari kaum pria yang berkecimpung di dunia binaraga. “Soalnya kalau ada perlombaan binaraga, salah satu syaratnya memang berkulit gelap,” ujar Robert. Tapi, ada pula wanita yang men-tanning kulitnya.
Yang jelas, menurut Robert, tren tanning terjadi sejak produsen kosmetik mengeluarkan paket rias tanning. Tata rias tanning biasanya terdiri dari alas bedak, bedak, perona pipi, dan pemulas kelopak mata bernada gelap. Setelah dipoles, penggemar tanning tinggal memadukan dengan pakaian berwarna cerah mencolok untuk penampilan eksotis. Wah!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News