TOKOH - Simak profil Kardinal Ignatius Suharyo yang mengikuti konklaf pemilihan Paus baru pada 7 Mei 2025. Pasca wafatnya Paus Fransiskus, Gereja Katolik Vatikan akan mencari pemimpin baru umat Katolik dunia.
Kardinal Ignatius Suharyo menjadi satu-satunya kardinal asal Indonesia yang berhak mengikuti konklaf pemilihan Paus baru setelah wafatnya Paus Fransiskus pada 21 April 2025.
Sebagai satu-satunya kardinal Indonesia yang berusia di bawah 80 tahun, beliau memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam konklaf yang dijadwalkan dimulai pada 6 Mei 2025 di Kapel Sistina, Vatikan.
Baca Juga: Bagaimana Proses Pemilihan Paus Baru pada Konklaf? Ini Sistem Voting dan Durasinya
Proses Konklaf
Konklaf Vatikan menjadi proses pemilihan Paus baru yang dilakukan oleh para Kardinal Gereja Katolik setelah posisi Paus kosong, baik karena meninggal dunia maupun mengundurkan diri.
Pasca Wafatnya Paus Fransiskus, konklaf tahun 2025 ini merupakan yang ke 267 kalinya. Proses ini berlangsung secara tertutup di Kapel Sistina, Vatikan, dan hanya diikuti oleh kardinal yang berusia di bawah 80 tahun.
Selama konklaf, para kardinal tidak diperbolehkan berkomunikasi dengan dunia luar hingga Paus terpilih. Pemungutan suara dilakukan secara berulang hingga salah satu kandidat memperoleh dua pertiga suara dari seluruh kardinal yang hadir.
Jika tidak ada hasil, suara dibakar dan menghasilkan asap hitam; sedangkan asap putih menandakan telah terpilihnya Paus baru.
Lalu, seperti apa profil, pendidikan, dan karier Kardinal Ignatius Suharyo? Intip informasi menarik selengkapnya.
Baca Juga: Para Kardinal Mulai Mengasingkan Diri Jelang Konklaf Pemilihan Paus Baru
Profil Kardinal Ignatius Suharyo
Mgr Kardinal Ignatius Suharyo lahir di Sedayu, Bantul, Yogyakarta, Indonesia pada 9 Juli 1950 dari pasangan ayah Florentinus Amir Hardjodisastra, seorang pegawai di Dinas Pengairan Daerah Istimewa Yogyakarta dan ibu Theodora Murni Hardjadisastra sebagai anak ketujuh dari sepuluh bersaudara.
Saudara perempuan tertenu, yakni RP. Suitbertus Ari Sunardi OCSO, adalah rahib imam di Pertapaan Santa Maria Rawaseneng di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Sementara dua orang saudarinya menjadi biarawati, yakni Suster Christina Sri Murni, FMM dan Suster Maria Magdalena Marganingsih, PMY.
Baca Juga: Vatikan Menonaktifkan Sinyal Telepon Selama Konklaf untuk Pemilihan Paus Baru
Pendidikan Kardinal Ignatius Suharyo
Kardinal Ignatius Suharyo memulai pendidikan di Kota Magelang dengan menjalani pendidikan dasar di SD Kanisius, Gubuk, Sedayu, dan pada kelas IV ia pindah ke SD Tarakanita, Bumijo, Yogyakarta.
Nah, Kardinal Suharyo melanjutkan pendidikannya di Seminari Kecil Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah sejak tahun 1961.
Kardinal Suharyo menjalani pendidikan menengah atas di Seminari Menengah Mertoyudan dan lulus pada tahun 1968. Ia kemudian melanjutkan studi di IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta, dan pada tahun 1971 ia mendapatkan gelar Sarjana Muda bidang Filsafat/Teologi, serta pada 1976 mendapatkan gelar Sarjana Filsafat/Teologi.
Baca Juga: Berbagai Upaya Pengaruhi Konklaf Pemilihan Paus, Mulai Rumor Hingga Asap Merah Muda
Perjalanan Menjadi Kardinal
Melansir dari laman Hidup Katolik, Julius Kardinal Darmojuwono kemudian menugaskan Kardinal Ignatius Suharyo untuk belajar di Roma, Italia. Kardinal Suharyo menyelesaikan studi Doktoral Teologi Bibilis di Universitas Urbaniana, Roma, Italia pada tahun 1981.
Kardinal Ignatius Suharyo ditahbiskan menjadi Imam pada 26 Januari 1976 oleh Justinus Kardinal Darmojuwono di Kapel Seminari Tinggi Santo Paulus, Kentungan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, bersama dengan RD Yohanes Bardiyanto.
Setelah kepulangannya dari Roma, Italia, Kardinal Ignatius Suharyo menjadi pengajar di Sekolah Tinggi Filsafat Kateketik Pradnyawidya, Yogyakarta sejak tahun 1981 hingga 1991. Pada tahun 1983 hingga 1993, Kardinal Suharyo menjadi Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi di IKIP Sanata Dharma, Yogyakarta.
Baca Juga: Ini 8 Profil Calon Paus Baru Gereja Katolik yang Potensial, Salah Satunya dari Asia
1. Pengangkatan Sebagai Uskup Agung Semarang
Pada 22 Agustus 1997, Paus Yohanes Paulus II mengangkatnya menjadi Uskup Agung Semarang. Sebagai Uskup Agung, Suharyo menunjukkan kepemimpinan yang rendah hati, mendengarkan umat, dan memperhatikan kebutuhan pastoral.
Selama masa kepemimpinannya di Semarang, Kardinal Ignatius Suharyo berfokus pada pendidikan, penguatan iman umat, dan pelayanan kepada kaum miskin dan marjinal.
2. Uskup Agung Jakarta dan Pelayanan Sosial
Pada 25 Juli 2009, Paus Benediktus XVI mengangkatnya menjadi Uskup Koadjutor Keuskupan Agung Jakarta. Pada 28 Juni 2010, Kardinal Ignatius Suharyo resmi menggantikan Kardinal Julius Darmaatmadja SJ sebagai Uskup Agung Jakarta.
Suharyo memimpin Keuskupan Agung Jakarta dengan penuh keteladanan dalam hal keadilan sosial, kebebasan beragama, dan perdamaian. Kardinal Ignatius Suharyo memperkenalkan berbagai program pastoral yang memprioritaskan pendidikan dan perawatan kesehatan untuk umat, serta aktif dalam dialog antaragama.
Baca Juga: Para Kardinal Mulai Mengasingkan Diri Jelang Konklaf Pemilihan Paus Baru
3. Pengangkatan sebagai Kardinal
Pada 5 Oktober 2019, Paus Fransiskus mengangkatnya sebagai Kardinal. Sebagai Kardinal, Suharyo semakin terlibat dalam pengambilan keputusan penting di dalam Gereja Katolik, baik di tingkat internasional maupun nasional.
Sebagai seorang kardinal, Kardinal Ignatius Suharyo turut serta dalam Konsistori dan berbagai pertemuan penting Gereja. Pengangkatan ini juga mencerminkan pengakuan atas dedikasinya dalam membimbing umat Katolik di Indonesia.
4. Kepemimpinan dalam Gereja dan Komitmen Sosial
Kardinal Ignatius Suharyo dikenal karena gaya kepemimpinan yang penuh belas kasih dan perhatian terhadap umatnya. Dia menekankan pentingnya hidup berbela rasa, kerendahan hati, dan kedalaman iman dalam pelayanan pastoral.
Di bawah kepemimpinannya, Keuskupan Agung Jakarta menjalankan berbagai program sosial yang berfokus pada pelayanan bagi orang miskin dan mereka yang terpinggirkan.
Selain itu, juga memperhatikan pembentukan imam dan calon imam yang tidak hanya terampil dalam ajaran agama, tetapi juga memiliki rasa empati terhadap sesama.
Baca Juga: Setelah Berabad-abad, Paus Baru bakal Terpilih di Konklaf Hari Pertama?
Salah satu tantangan besar adalah menjaga keharmonisan dalam keberagaman Indonesia, yang terdiri dari banyak agama dan budaya. Suharyo berperan aktif dalam menciptakan ruang dialog dan perdamaian di masyarakat Indonesia, berusaha agar Gereja Katolik menjadi agen perdamaian di tengah konflik sosial yang terjadi.
Setelah ditahbiskan, Suharyo diangkat menjadi dosen di Seminari Tinggi Mertoyudan, tempat Kardinal Ignatius Suharyo mengajar selama 16 tahun. Kardinal Suharyo dikenal sebagai seorang pengajar yang rendah hati, mendalam dalam penyampaian materi, dan penuh kasih dalam mendampingi calon imam.
Di tengah kesibukannya sebagai pengajar, Kardinal Ignatius Suharyo juga aktif dalam pelayanan pastoral di paroki-paroki dan ikut serta dalam berbagai kegiatan sosial.
Demikian informasi menarik seputar profil Kardinal Ignatius Suharyo yang menjadi perwakilan Indonesia di Konklaf Paus ke-267.
Tonton: Prabowo Sebut Ada 4 Negara Tetangga yang Memohon Dikirimi Kelapa Sawit Indonesia
Selanjutnya: Prediksi Manchester United vs Athletic Bilbao: MU Harus Tetap Waspada
Menarik Dibaca: OJK Edukasi Keuangan Untuk Mahasiswa di Malang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News