Krisis ajarkan Grup Argo Manunggal berhati-hati

Kamis, 29 September 2016 | 14:21 WIB   Reporter: Barly Haliem, Noverius Laoli
Krisis ajarkan Grup Argo Manunggal berhati-hati


Nama The Ning King lama tak terdengar. Namun, Forbes menobatkan konglomerat berusia 85 tahun ini sebagai orang terkaya Indonesia ke-49 tahun 2015.  Total kekayaannya US$ 410 juta atau Rp 5,33 triliun (dengan kurs Rp 13.000 per dollar AS).

Kiprah bisnis The merambah hampir seluruh penjuru negeri dengan bendera Argo Manunggal Group. The merupakan salah satu pengusaha papan atas Indonesia yang mengontrol lebih dari 30 perusahaan. Seperti PT Manunggal Prime Development, PT Tangerang Fajar Industrial Estate Tbk dan PT Argo Manunggal Development.

Perusahaan ini merupakan pemegang saham terbesar PT Alam Sutera Tbk dan PT Bekasi Industrial Estate Tbk. Perusahaan The yang terakhir mencatatkan penawaran saham perdana adalah PT Mega Manunggal Properti Tbk (MMLP), pada Juni 2015. 

Cikal bakal Argo Manunggal Group dimulai dari bisnis toko tekstil di Jakarta. Awalnya, The belajar dari ayahnya mengembangkan bisnis. Kemudian tahun 1961, ia mengoperasikan PT Daya Manunggal (Damatex), pabrik tekstil pertamanya di Salatiga, Jawa Tengah.

Bisnis ini kemudian berkembang dan menguasai hampir semua Jawa.Pada zamannya, Daya Manunggal merajai produksi tekstil, benang, kain, sleeping bag hingga tenda di Jawa.

Kemudian The mendirikan  PT Argo Pantes Tbk. Pendirian perusahaan ini membuat bisnis tekstilnya berkembang pesat. Perusahaan ini pula yang menjadi cikal bakal lahirnya Argo Manunggal Group.

Ekspansi perusahaan The tak terbendung, dengan mendirikan sejumlah perusahaan lain di luar tekstil, seperti baja, properti, asuransi, unggas, bank dan konstruksi industri. Ia mempekerjakan lebih dari 25.000 karyawan dari seluruh lini bisnisnya.

Namun medio tahun 1997, krisis  ekonomi menyebabkan  bisnis The terguncang. Salah satu lini bisnis The yakni Bank Danahutama bangkrut dan harus ditutup pemerintah tahun 1999. The merupakan salah satu dari pemilik bank yang menerima dana talangan Bank Indonesia (BI).

Bangkit dari kebangkrutan

Dampak krisis moneter tahun 1998 menyebabkan usaha Argo Manunggal Group dililit uang. Ini  memaksa The melakukan restrukturisasi terhadap aset-asetnya. Berkat usaha dan kerja keras, serta menerapkan prinsip kehati-hatian, The berhasil melunasi utang-utangnya.

Tahun 2004, Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN),  memberi stempel bebas utang saat  The memenuhi seluruh kewajibannya. Terpaan krisis moneter mendidik The lebih mahir berbisnis. Ia memetik pelajaran berharga dari pengalaman pahit tersebut. "Kita harus lebih berhati-hati dan  terus berhati-hati." ujarnya beberapa waktu lalu.

Dalam pandangan The, krisis keuangan Asia memengaruhi caranya berbisnis. Berkat pengalaman pahit itu, The lantas melakukan transformasi bisnis.

Ia mengubah haluan utama bisnisnya, dari grup usaha  tekstil menjadi fokus pada bisnis properti. Ia melirik lagi dan membesarkan bisnis propertinya lewat bendera Alam Sutera.  Berdiri tahun 1973 dengan nama
PT Alfa Goldland Realty, nama itu sekaligus menjadi nama proyek pertama di bisnis properti, perumahan Taman Alfa Indah, Jakarta Barat.

Sukses di Taman Alfa Indah, tahun 1994,  ia melebarkan lahan di Serpong Tangerang, Banten. Kawasan yang kala itu masih berupa hutan karet dan lapangan ilalang, disulap menjadi kawasan perumahan.

Proses transformasi itu boleh dibilang sukses besar. Kini, properti menjadi tulang punggung Grup Argo Manunggal.

Tahun lalu aset Alam Sutera tercatat Rp 18,71 triliun, naik 10,58% dibandingkan tahun 2014 yang sekitar Rp 16,92 triliun. Selain di Jabodetabek, Alam Sutera merambah Bali, tepatnya di Garuda Wisnu Kencana. Bagaikan argo kuda, bisnis Grup Argo berlari kencang.

Tongkat estafet beralih ke generasi kedua

Mendirikan sebuah perusahaan memang tidak gampang. Apalagi kalau perusahaan tersebut telah mencatat sejarah keberhasilan besar di masa lalu. Namun mempertahankan sebuah perusahaan juga sama sulitnya. .

Mempersiapkan generasi berikutnya untuk menakhodai perusahaan haruslah dilakukan sejak dini. Bahkan sejak pendirinya masih hidup dan memberikan nasihat-nasihat yang penting.

Itulah yang dilakukan The Ning King. Selaku pendiri Argo Manunggal Group, The Nin King telah menyerahkan operasional bisnis perusahan kepada anak-anaknya yang menjadi nakhoda sebagai generasi kedua di perusahaan. Sebagai pendiri, The lebih terlibat dalam pengawasan agar praktik bisnis berjalan sesuai dengan nilai-nilai lama yang sudah ditanamkan.

Intuisi bisnis The juga masih tajam. Ia mendorong transformasi bisnis dari tekstil ke properti. Persiapan ini tidak tiba-tiba,  tapi disiapkan sejak lama seiring perkembangan pasar yang menyebabkan daya saing produk tekstil terpukul akibat serbuan produk impor dari China.

Di sisi lain,  prospek bisnis properti sedang moncer. Karena itu, Manunggal Group memberi perhatian lebih dalam hal penataan aset-aset properti perusahaan. Agar transformasi bisnis ini berjalan lancar, perusahaan merekrut kalangan profesional terbaik untuk membenahi standar operasi manajemen. Selain itu, perusahaan memperbaiki produk-produk properti yang dihasilkan agar berkualitas baik dan berdaya saing tinggi. Apalagi, peluang pengembangan bisnis properti masih terbuka lebar di masa depan.

Hal itu sejalan dengan momentum perbaikan kinerja ekonomi Indonesia yang terus membaik. Kondisi ini telah melahirkan kelas menengah baru yang jumlahnya cukup banyak. Alhasil permintaan properti terus meningkat. Hal ini terlihat perkembangan bisnis anak usahanya Alam Sutera dan Bekasi Fajar. Manunggal Group masih melihat, bisnis properti sebagai salah satu bisnis menarik  di luar bisnis lain yang terus bertumbuh dan berkembang.

Ketiga perusahaan properti ini membidik pasar berbeda. Bekasi Industrial  menyediakan kavling siap bangun untuk kebutuhan industri, Alam Sutera menyasar perumahan dan Mega Manunggal Properti menyediakan properti logistik.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Sanny Cicilia

Terbaru