MENGKOLEKSI tanaman hias kini sudah menjadi gaya hidup. Bahkan, banyak juga pecinta tanaman yang sampai jadi tergila-gila, entah karena spesies itu sudah langka, bunganya yang sangat indah, ataupun lantaran daunnya yang menebarkan pesona.
Salah satu tanaman hias yang populer dan punya penggemar khusus adalah sansevieria. Itu, lo, tanaman berdaun panjang dan kaku. Ada yang berbentuk pipih, ada juga yang bulat panjang. Oh, ya, di masyarakat kita sansevieria ini lebih dikenal dengan julukan lidah mertua.
Yang menarik, penggemar si lidah mertua ini semakin banyak saja. Hingga, terbentuklah berbagai perkumpulan. Sebutlah ada Paimo alias Paguyuban Ilat Morotuwo yang berdiri tahun 2004 di Yogyakarta. Perkumpulan penggemar sansevieria yang pertama di Tanah Air itu belakangan lebih kondang sebagai Jogjakarta Sansevieria Community (JSC). Lantas, ada Komunitas Sansevieria Surabaya, Jakarta Sansevieria Community, hingga Kediri Indonesia Sansevieria Society (KISS).
Yang tak kalah menarik adalah perkembangan penggemar sansevieria di Tangerang. Saking banyaknya pecinta sansevieria, mereka pun menjalin jejaring atau komunitas. Dan, tak perlu heran kalau di Kota Benteng ini sering diselenggarakan kontes sansevieria.
Pameran ini juga menjadi arena pertemuan para pecinta lidah mertua. Selain bersaing menunjukkan keindahan koleksi lidah mertua masing-masing, para pecinta sansevieria juga saling bertukar informasi dan pengalaman.
Awalnya, cuma ada 10 orang penggemar sansevieria yang aktif bertukar informasi soal tanaman ini. Tapi, kini jumlah mereka telah berbiak. Rupanya, mereka tak ingin ketinggalan berita terkini soal tanaman hias kesayangannya.
Nah, melihat jumlah penggemar sansevieria yang semakin banyak, mereka kemudian membentuk komunitas. Hingga, pada 15 Oktober 2007, terbentuklah komunitas Tangerang Sansevieria Club (TSC) di Jalan Pulau Putri Utara Blok A1/14- Modernland, Tangerang.
Lantas, kenapa rumah itu yang menjadi tempat berdirinya komunitas ini? Alasannya sederhana. Sang pemilik rumah, yakni Edi Sebayang, adalah kolektor 150 jenis sansevieria yang jumlah seluruhnya mencapai 300 tanaman.
Ketua Umum TSC Bobby Garna bilang, komunitas ini terbentuk memang karena kesamaan hobi. “Sekarang saja, 1.000 orang sudah terdaftar sebagai anggota,” ujar Bobby.
Menurut Bobby, banyaknya pecinta lidah mertua yang menjadi anggota TSC karena anggota-anggota awal komunitas ini sering mengikuti kontes di luar kota, baik di Sumatra maupun di Jawa. Dari situlah, komunitas ini bergaung dan memancing minat bergabung.
Di Tangerang, cerita Bobby, TSC biasa menggelar pertemuan secara bergilir di rumah masing-masing anggota, baik sewaktu hari kerja maupun hari libur. Kalau di hari kerja, beberapa anggota sering berkumpul di Terra Kota dan Rumah Pohon yang menjadi pusat penjualan tanaman hias di Jalan Veteran, Tangerang.
Sedangkan pada Sabtu dan Minggu, rumah Edi Sebayang menjadi tempat berkumpul. “Kalau ngumpul, bisa dari pagi sampai dini hari,” imbuh Taufik Yanto, anggota komunitas dan kolektor 100 sansevieria.
Bobby menambahkan, di komunitas ini, sistem keanggotaannya tidak mengikat. Tapi, karena komunitas ini sering kedatangan tamu dari berbagai daerah - juga dari luar negeri - maka sejak berdiri TSC menerapkan iuran sukarela. “Sebulan maksimal Rp 100.000 per anggota. Tapi, tidak ada paksaan,” tukas Bobby yang baru saja membarter koleksi lidah mertuanya dengan motor gede milik kolektor lain.
Selain menerima tamu, timpal Taufik, TSC juga mengadakan kegiatan ke luar kota. Hampir seluruh anggota komunitas selalu ikut. Belum lama ini, TSC berkunjung ke Yogyakarta dan membawa 20 anggota asal Tangerang yang rumahnya berdekatan. “Dengan kunjungan ini, keakraban anggota semakin terjalin,” tutur Taufik.
Tapi, yang menarik, perilaku anggota komunitas TSC terbilang rada aneh. Mereka bisa berjam-jam melihat gambar sansevieria, membicarakan keunikan jenis, dan tentu saja soal bisnis. “Kalau sudah ngobrol soal lidah mertua, kayaknya ada kepuasan tersendiri,” kata Taufik yang juga aktif mengelola website komunitas TSC.
Tidak sekadar menyalurkan hobi, komunitas ini memang bisa menjadi ladang tukar koleksi. Dengan semakin banyaknya jumlah anggota, barter tanaman pun kerap terjadi.
Namun, mereka menyesuaikan barter sansevieria ini dengan kelasnya masing-masing. Tak hanya itu, komunitas ini pun berencana membuat proyek kawin silang. “Kami akan mencoba membuat varian baru lidah mertua dengan perkawinan silang,” tandas Taufik.
Wempie Kosasih, anggota TSC yang bekerja di bidang teknologi informasi, yakin komunitas TSC akan bertahan lama ketimbang komunitas tanaman lain. Sebab, anggota komunitas betul-betul maniak sansevieria.
Karena itu pula, mereka tak segan-segan berburu sansevieria hingga ke mancanegara. Kebetulan, ada salah satu anggota TSC yang menjadi importir sansevieria. “Jadi, kami bisa mendapatkan koleksi sansevieria terbaru,” ujar Wempie.
Diburu orang luar
Bagi Edi, mengoleksi dan merawat sansevieria merupakan refreshing untuk menghilangkan kepenatan setelah bekerja. “Kalau bangun tidur pasti yang pertama kali saya lihat tanaman koleksi saya,” cetusnya. Sejauh ini, koleksi lidah mertua Edi memang yang terbanyak dibandingkan dengan kepunyaan kolektor lain.
Di saat libur pun mereka terus bergelut dengan lidah mertuanya. Bahkan, kalau perlu menggunakan senter agar bisa memeriksa secara detail daun-daun sansevieria itu. Jika koleksinya langka dan sulit mendapatkannya, si empunya bakal menyediakan tempat khusus. “Saya sampai telat makan kalau sudah asyik mengamati tanaman,” kata Wempie.
Tidak hanya kepuasan batin yang terbayar, menjadi anggota komunitas TSC bisa mendatangkan uang. Maklum saja, banyak pecinta tanaman yang mencari lidah mertua ke base camp TSC.
Belum lama ini ada pembeli asal Jogja, Surabaya, dan Thailand yang membeli daun sansevieria. Kok daun? Maklum, harga daun lidah mertua ini terbilang mahal. “Tiga daun harganya bisa sampai Rp 50 juta. Tapi, khusus daun yang mempunyai kelainan genetik,” kata Edi.
Denyut transaksi bisnis pun tak terhindarkan. Wajar saja jika komunitas ini bisa tambah bergairah lantaran menguak nilai bisnis yang menggiurkan.
Anggota TSC seperti Jaka Perkasa juga bangga dengan komunitasnya itu. Pengusaha stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dan restoran di Tangerang ini termasuk aktif bertukar sansevieria. Namun, yang menyenangkan Joko, “Persaingan negatif dalam perebutan pelanggan tidak terjadi di komunitas ini,” kata Jaka.
Anggota TSC rajin pula memperluas jaringan komunitas. Wempie sendiri getol mencari teman lewat situs pertemanan Facebook. Bahkan, untuk memperkuat citra pecinta sansevieria sejati, Wempie memasang foto sansivieria di situs itu.
Usahanya tidak sia-sia. Karena, dari Facebook itu banyak orang yang menanyakan seputar sansevieria, keunggulan, perawatan, dan cara mendapatkan. Nah, dari situ terjalin pertemuan dan keakraban. “Awalnya memang bukan untuk bisnis, murni hobi. Kalau pun berujung pada bisnis, tidak sampai terjadi persaingan bisnis yang negatif,” tutur Wempie, penuh semangat.
Setali tiga uang, Edi Sebayang pun optimistis, suatu saat komunitas TSC bisa dikenal secara internasional. Sebab, anggota TSC itu rata-rata pecandu berat sansevieria, sehingga mereka terus menambah koleksinya. Nah, untuk menambah koleksi itu, mereka pun perlu memperkenalkan koleksinya.
Apalagi TSC juga sudah terdaftar sebagai anggota International Sansevieria Society (ISS). “Kami punya jenis sansevieria hibrida baru, cuma Indonesia yang punya. Dalam waktu dekat akan dipatenkan,” kata Edi.
Edi berkisah, ada orang Thailand yang menawar Rp 100 juta untuk salah satu jenis sansevieria yang dikembangkan TSC. “Tapi, karena kami mau mematenkan jenis itu, ya, kami menolak tawaran itu,” ujar Edi.
Siapa mau bergabung?
Memburu Lidah Mertua Sampai ke Negeri Seberang PECINTA tanaman hias seperti sansevieria alias lidah mertua tak hanya berkembang di Indonesia, tapi juga ada di luar negeri. Mereka yang tergolong maniak pada tanaman ini biasanya rela menempuh perjalanan jauh sekadar mencari jenis yang disukai atau diincarnya.Itulah sebabnya, komunitas pecinta tanaman lidah mertua seperti Tangerang Sansevieria Club (TSC) begitu rajin memperluas jaringan, baik di dalam negeri maupun ke negara lain. Tak hanya menambah untuk menambah koleksi, TSC juga rajin menjalin kerjasama dengan komunitas serupa di luar negeri, atau sekadar menyambangi pusat pengembangan lidah mertua di luar negeri. Menurut anggota TSC Edi Sebayang, TSC aktif berkorespondensi dengan editor International Sansevieria Society (ISS), Royal Botanic Garden di Inggris dan Cactus and Succulent Society of America. Tujuannya untuk menunjukkan eksistensi TSC sebagai salah satu komunitas pecinta sansevieria di Tanah Air. Pasalnya, kata Edi, anggota TSC berharap komunitas ini bisa menjadi salah satu komunitas yang terkenal di dunia. Tanda-tandanya sudah terlihat, karena dalam dua tahun terakhir banyak orang Thailand atau Filipina yang mengunjungi TSC. Kedatangan mereka pun membawa berkah. Pasalnya, banyak pecinta tanaman sansevieria dari luar negeri yang tertarik membeli dan mengembangbiakkan sanseviera koleksi anggota TSC di negaranya masing-masing. “Kami yakin kolektor dari Amerika suatu hari akan datang ke sini juga," imbuh Taufik, anggota TSC yang lain. Menurut Taufik, sudah banyak pecinta lidah mertua dari luar yang melihat koleksi sansevieria di Indonesia. Apalagi, penggemar sansevieria di sini rajin mengikuti beragam pameran dan ikut komunitas untuk melengkapi koleksi. “Karena lengkap itu mereka datang ke sini,” ujar Taufik lagi. Edi pun berharap agar komunitas TSC terus tumbuh dan berkembang. Pasalnya, banyak nilai tambah yang diberikan kepada pecinta sansevieria. Soalnya, jika TSC bisa mengembangkan sansevieria jenis baru, banyak pembeli dari luar negeri yang menunggu. “Tentu, kolektor dan petani jadi sama-sama untung,” tutur Edi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News