Mencermati peluang terhindar dari mikroplastik

Senin, 27 September 2021 | 17:51 WIB   Reporter: Tendi Mahadi
Mencermati peluang terhindar dari mikroplastik

ILUSTRASI. Ilustrasi air minum. REUTERS/Pascal Rossignol/File Photo


AIR MINUM - JAKARTA. Dalam beberapa tahun terakhir, mikroplastik menjadi isu hangat terutama terkait dengan air minum dalam kemasan. Pada 2018, riset yang dilakukan peneliti dari Departemen Kimia, State University of New York, Amerika Serikat menemukan bahwa 93% air minum dalam kemasan botol plastik mengandung mikroplastik. 

Hasil pengujian atas 259 botol air minum dalam kemasan dari 11 merek yang dijual di delapan negara, termasuk di antaranya Indonesia, ditemukan partikel mikroplastik berukuran antara 6,5 mikrometer hingga 100 mikrometer. Kandungan mikroplastiknya bisa mencapai 10.390 partikel per liternya.

Pada beberapa hari lalu, Greenpeace Indonesia bekerja sama dengan Laboratorium Kimia Anorganik Universitas Indonesia juga merilis laporan hasil pengujian kandungan mikroplastik pada air minum dalam kemasan. Pengujian mikroskospik ini secara khusus menyoroti kemasan galon sekali pakai yang beredar di kawasan Jabodetabek. 

Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa air minum dalam kemasan galon sekali pakai mengandung partikel mikroplastik berukuran rata-rata 25,57 mikrometer sampai 27,06 mikrometer. Sementara itu, kandungannya mencapai rata-rata 80 juta hingga 95 juta partikel per liternya. Analisis konsentrasi atau beratnya menunjukkan air minum dalam kemasan galon sekali pakai mengandung paling banyak 5 mg per liter.

Baca Juga: INFA: Ditjen Hubdat harus perkuat SDM untuk tangani perizinan penyeberangan

Laporan itu juga mengungkap bahwa orang Indonesia rata-rata mengonsumsi air minum dalam kemasan, baik itu dalam kemasan botol, galon isi ulang, maupun galon sekali pakai sebanyak 1,89 liter per hari. Itu berarti orang Indonesia terpapar mikroplastik rata-rata sebanyak 0,37 miligram sampai 9,45 miligram per hari.

Dari kedua penelitian di atas, muncul dua pertanyaan. Pertama, apa dampak paparan mikroplastik terhadap kesehatan manusia dalam jangka panjang. Kedua, adakah alternatif air minum dalam kemasan yang bebas dari mikroplastik sama sekali?

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada 2018 pernah merilis pernyataan bahwa belum ada studi ilmiah yang membuktikan bahaya mikroplastik bagi tubuh manusia. Komite ahli gabungan FAO dan WHO sejauh ini juga belum mengevaluasi toksisitas mikroplastik terhadap kesehatan manusia. 

BPOM karenanya mengimbau konsumen tetap tenang karena keamanan dan mutu produk air minum dalam kemasan yang beredar di Indonesia sudah diatur oleh Standar Nasional Indonesia (SNI).

Pukovisa Prawiroharjo, ahli saraf dari Universitas Indonesia yang berbicara dalam webinar yang diadakan Greenpeace, juga mengakui belum adanya uji klinis di dunia ini atas dampak paparan mikroplastik terhadap kesehatan manusia. "Itu berarti sejauh ini yang mengemuka barulah sebatas asumsi bahwa akumulasi mikroplastik dalam tubuh manusia dalam jangka panjang bisa menyebabkan gangguan kesehatan," kata dia.

Baca Juga: Pertambangan tanpa izin makin menjamur akibat penegakan hukum yang lemah

Dari pengujian yang dilakukan oleh Laboratorium Kimia Anorganik Universitas Indonesia, kita juga bisa mengetahui bahwa tidak ada air minum dalam kemasan yang sama sekali terbebas dari partikel mikroplastik. Artinya, mikroplastik adalah kontaminan yang mau tidak mau ada dalam air minum yang dikemas dalam wadah berbahan plastik.

Bahkan, pengujian itu juga mengungkap bahwa sumber air di alam (UI menguji sampel dari Situ Gunung, Puncak, dan Sentul) tetap mengandung kontaminan mikroplastik meskipun dalam jumlah yang lebih kecil, yakni 32,5 juta partikel mikroplastik per liter dengan ukuran rata-rata antara 19,7 mikrometer hingga 2.106 mikrometer. Agustino Zulys mengatakan bahwa kita tidak bisa terhindar dari meminum air yang ada mikroplastiknya. 

Selanjutnya: Update September, intip harga sepeda gunung anak Pacific Viper 3.0 terkini

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi

Terbaru