JAKARTA. Mendaki gunung tidak sepopuler permainan sepakbola, meski tak sedikit prestasi yang telah terukir dari para pendaki gunung selama ini. Juli lalu, para pelaku jenis olahraga ekstrem ini asal Indonesia berhasil menorehkan prestasi yang membanggakan.
Empat orang pemuda dari Tim Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (Issemu) Bandung, berhasil mencatatkan diri sebagai Seven Summiteers pertama di Indonesia.
Seven Summiteers merupakan sebutan yang disepakati secara internasional bagi mereka yang berhasil mencapai 7 puncak benua. Puncak tertinggi di dunia yang berhasil ditaklukkan adalah Carstensz Pyramid (4.884 mdpl) Indonesia, Kilimanjaro (5.895 mdpl) Afrika, Elbrus (5.642 mdpl) Rusia, Vinson Massif (4.889 mdpl) Antartika, Aconcagua (6.962 mdpl) Argentina, Everest (8.848 mdpl) Nepal dan Denali (6.194 mdpl) Alaska.
Salah seorang pendaki, Sofyan Arief Fesa mengatakan, ia termotivasi menaklukkan 7 puncak tertinggi karena Indonesia memiliki salah satu puncak benua tapi belum memiliki The Seven Summiteers. "Di Asia Tenggara, Singapura yang tidak punya gunung sudah mendahului kita," kata Sofyan.
Indonesia sendiri menjadi negara ke-53 yang berhasil mencapai 7 puncak tertinggi dunia. Usai Indonesia, beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam saat ini sedang mengejar gelar The Seven Summiteers.
Sebenarnya usaha mencapai 7 puncak tertinggi pernah dilakukan oleh tim dari Mapala Universitas Indonesia pada tahun 1992. Namun langkah itu terhenti di Aconcagua karena dua orang pendaki Norman Edwin dan Didiek Samsu mengalami musibah dan meninggal dunia.
Risiko tinggi yang dihadapi pada pendaki itu tentu menjadi salah satu pertimbangan penting bagi para pendaki. Beruntung, orang tua dan rekan-rekannya di kampus memberikan dukungan yang besar. Perjalanan mencapai 7 puncak tertinggi itu dilakukan oleh Tim Issemu yang secara lengkap terdiri dari Sofyan Arief Fesa, Xaverius Frans, Broery Andrew Sihombing dan Janatan Ginting.
Mereka memulai perjalanan pertamanya pada awal tahun 2009 dengan Carstensz Pyramid sebagai puncak pertama dan diakhiri dengan puncak Denali pada 7 Juli 2011 pukul 17.37 waktu Alaska. Secara keseluruhan perjalanan menaklukkan 7 puncak tertinggi diselesaikan dalam waktu 2,5 tahun.
Bagi Sofyan, mendaki gunung merupakan hobi yang sudah dijalaninya sejak masih duduk di bangku SMP. Sebelum menempuh perjalanan ke Carstensz Pyramid, ia sudah mendaki beberapa gunung di tanah air dan juga Himalaya, Nepal.
Pendaki lainnya, Xaverius Frans sebelumnya berpikir perjalanan 7 summits merupakan hal yang mustahil. Maklum, biaya yang harus dikeluarkan tidak main-main mencapai Rp 8 miliar. Untungnya, usai perjalanan pertama ke Carstensz Pyramid, datang tawaran sponsorship dari PT. Mudking Asia Pasifik Raya. "Perjalanan seperti ini mungkin hanya bisa dilakukan sekali seumur hidup," kata Frans.
Untuk persiapan, tim Issemu melakukan latihan fisik secara rutin seperti lari, renang, senam aerobik, yoga dan mendaki gunung. Sebelum mendaki puncak gunung es, memang harus melakukan persiapan yang matang karena butuh kekuatan fisik dan keterampilan khusus untuk menghadapi medan dan cuaca ekstrem.
Hal itu juga dialami oleh Frans yang merasakan tantangan terberat saat mendaki puncak Everest. Saat berada di ketinggian 6.600 meter, ia jatuh sakit, dada sesak dan susah bernapas hingga harus selalu mendapat bantuan oksigen. Untungnya dia bisa melanjutkan perjalanan setelah beristirahat selama 2 malam. Tim Mahitala pun berhasil mengibarkan bendera merah putih di puncak Everest pada Jumat 20 Mei 2011 bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional.
Everest juga memberikan kesan yang mendalam yang mengingatkannya pada keagungan tuhan. Di lereng tipis pada ketinggian 8.000 meter hampir tidak ada makhluk hidup di sana. Manusia yang bisa berada di tempat yang disebut red zone itu juga harus menggunakan bantuan oksigen karena oksigen di sana hanya 30% dibanding dengan di atas permukaan laut.
Perjalanan yang dilakukan memang berat, tapi untungnya dukungan masyarakat sangat besar. Sofyan mengaku tidak menyangka banyak orang yang memberikan apresiasi terhadap apa yang mereka lakukan. Misalnya, saat mendarat di bandara Nepal, mereka disambut sejumlah masyarakat Indonesia.
Hal itu tentu tak terduga karena tidak ada KBRI di negara itu. Apalagi setelah berhasil menyelesaikan seluruh 7 puncak benua, apresiasi masyarakat menurutnya sangat luar biasa. Ia tidak bisa menyembunyikan rasa bangga dan kepuasannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News