Mengenal masyarakat Tengger dan asal-usulnya

Selasa, 01 Desember 2020 | 16:35 WIB   Penulis: Virdita Ratriani
Mengenal masyarakat Tengger dan asal-usulnya

ILUSTRASI. Bagi penduduk Suku Tengger Gunung Bromo memelihara kuda adalah pilihan alternatif untuk membantu perkembangan ekonomi mereka.


BUDAYA - Kawasan Bromo-Semeru telah ditetapkan sebagai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Di kawasan ini pula, bermukim Suku Tengger.

Dirangkum dari laman Indonesia.go.id, bagi Suku Tengger, Gunung Bromo dianggap sebagai gunung suci, sebuah lokus singgasana Dewa Brahma.

Masyarakat Tengger tidak menarik diri dan memisahkan dari dunia ramai. Namun, mereka masyarakat Tengger memiliki karakteristik budaya yang berbeda dari budaya masyarakat Jawa secara umum.

Mengenal keunikan suku Tengger

Menurut Sensus BPS 2010, masyarakat Tengger ialah sub-etnis Jawa. Keberadaannya menetap di sekitar dan dalam kawasan konservasi TNBTS. Tepatnya, di Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Malang, di Jawa Timur.

Baca Juga: Bunga edelweis, ini arti nama dan sanksi memetik bunga abadi

Secara linguistik, bahasa orang Tengger sering disebut bahasa Jawa Tengger. Bahasa itu memiliki lebih banyak kosa kata dari bahasa Jawa Kuno dibanding bahasa Jawa Baru yang digunakan masyarakat di sekitar Jawa Tengah. 

Merujuk riset PJ Zoetmulder, bahasa Jawa Baru lebih banyak menyerap kosa kata bahasa Arab ketimbang bahasa Jawa Kuno.

Selain itu, yang menarik adalah bahasa Jawa Tengger juga tidak memiliki sistem stratifikasi bahasa, sebagaimana bahasa Jawa Baru. Bagi orang Tengger, semua orang, siapapun dia, didudukkan sama (padha) dan satu keturunan (sakturunan).

Karena konsep padha dan sakturunan itulah, maka bentuk hubungan sosial masyarakat Tengger menjadi cenderung bersifat egaliter, tidak mengenal sistem stratifikasi yang kaku, tidak bergaya hidup priyayi. Dan lebih dari itu, juga memiliki rasa kekeluargaan serta solidaritas sosial tinggi.

Baca Juga: Jatim mengincar pelancong lokal melalui Kawasan Bromo Tengger Semeru

 

Asal-usul Suku Tengger

TRADISI YADNYA KASADA MASYARAKAT TENGGER

Secara historis, cukup susah dipastikan siapa dan sejak kapan sebenarnya masyarakat Tengger berdomisili di kawasan Bromo-Tengger-Semeru itu. 

Namun, sejalan ditemukan beberapa prasasti, muncullah tafsiran dari para peneliti, masyarakat Tengger diduga kuat telah tinggal di sana sejak abad ke-10.

Di dalam Prasasti Walandit (tanpa tahun) bercerita tentang ketegangan antara Desa Walandit dengan para pejabat dari Desa Himad tentang status otonomi Desa Walandit. Orang-orang Walandit inilah yang diyakini sebagai cikal-bakal masyarakat Tengger. 

Dalam prasasti ini, Raja melarang penagihan pajak pada bulan titileman atau akhir bulan Kasada dari masyarakat Desa Walandit dan di sekitar wilayah keramat (hila-hila).

Baca Juga: Kangen liburan! Ini 29 kawasan ekowisata yang sudah dibuka terbatas oleh KLHK

Pasalnya, sejak dulu kala di sana telah tinggal para hulun hyang, abdi dewata, yang pada setiap bulan Kasada mereka berserta penduduknya wajib melakukan persembahan pada Sang Hyang Gunung Brahma (Gunung Bromo).

Selain itu, ada pula Prasasti Lingga Sutan (929 M), Prasasti Jeru-jeru (930 M), dan Prasasti Gulung-gulung (929 M).

Seorang antropolog Dwi Cahyono dari Universitas Negeri Malang menyimpulkan sekaligus meyakini, masyarakat Tengger telah mendiami kawasan di sekitar Gunung Bromo sejak Raja Sindok memerintah di abad ke-10. Orang Walandit itulah cikal bakal masyarakat Tengger.

Nama Tengger diambil dari akronim dua tokoh legenda, suami-istri yang bernama Rara Ateng (Teng) dan Joko Seger (Ger). Rara Anteng dipercaya ialah putri Raja Majapahit, sedangkan Jaka Seger ialah putra seorang brahmana yang bertapa di dataran tinggi Tengger.

Selanjutnya: Kangen jalan-jalan? Yuk mengenang indahnya sunrise di gunung Bromo

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Virdita Ratriani

Terbaru