Rasa-rasanya, pernah kulihat raut wajah itu, sesaat, hinggap di kepalaku lalu menghilang. Tertelan oleh roda waktu yang berputar. Namun, entah mengapa selalu kutemukan, meski hanya sejenak di sudut waktu.
Puisi berjudul Syair Tengah Malam karya Deka Amalia tersebut terpampang di laman sebuah blog. Di sana termuat pula 201 puisi lain dan ratusan tulisan fiksi berupa cerita pendek dan novel. Tak ketinggalan, beragam tulisan nonfiksi bertopik tip menulis, motivasi bisnis, kisah-kisah inspirarif, hingga artikel seputar kesehatan dan psikologi, bisa Anda baca.
Blog kaya tulisan ini berjudul Ibu-Ibu Doyan Nulis (http://ibu-ibudoyannulis1.blogspot.com). Blog ini menjadi wadah aktualisasi sebuah komunitas yang beranggotakan para ibu yang ingin mengembangkan hobi menulisnya. Komunitas ini mengarahkan hobi menulis para anggota sesuai minat, bakat, pengalaman, dan kemampuan masing-masing. Oleh sebab itu, jenis tulisan yang terpampang di blog ini beragam.
Anggota yang bisa menghasilkan karya tulis yang baik akan mendapat kesempatan publikasi, bukan hanya di blog atau Facebook Group, tetapi juga
di suratkabar dan majalah. Bahkan, bukan tak mungkin, karya mereka akan dibukukan.
Asal-muasal terbentuknya komunitas ini terkait erat dengan aktivitas Indari Mastuti. Perempuan berusia 32 tahun ini adalah ibu rumahtangga yang juga menekuni profesi sebagai penulis. Menulis sejak 1996, alumnus Universitas Pasundan itu menjelma menjadi penulis yang produktif. Sampai sekarang, dia sudah menghasilkan 60 judul buku dengan berbagai tema, antara lain pengembangan diri, parenting, serta bisnis.
Bertahun-tahun menekuni dunia menulis, Indari otomatis memiliki banyak kenalan dan jaringan dengan perusahaan penerbitan. Permintaan menulis pun mengalir deras. “Semakin lama, permintaan tulisan dari klien saya semakin banyak,” ujar ibu dua anak ini.
Indari pun kewalahan memenuhi seluruh permintaan itu. Dia lantas terpikir untuk melibatkan orang yang memiliki hobi menulis untuk menjadi penulis profesional. Melongok pengalaman dirinya, ia yakin banyak ibu-ibu yang ingin mempunyai penghasilan sendiri, meski mereka tetap ingin mengurus keluarga.
Maka, pada Mei 2010, ia pun mulai membuat Facebook Group bernama Ibu-Ibu Doyan Nulis. Lewat sosial media ini Indari berbagi pengalaman sebagai penulis, sembari menawarkan kesempatan kepada ibu-ibu yang ingin mencari penghasilan dengan menulis.
Gayung pun bersambut. Hanya kurang dari sebulan, sudah ada 1.000 anggota yang bergabung. Sekarang total anggota grup ini mencapai 6.000 orang. Anggotanya beragam. Ada ibu-ibu yang sudah terbiasa menulis dan ada pula yang hanya tertarik, tetapi belum pernah menulis. “Sebagian besar sudah biasa menulis di media pribadi, tapi tidak tahu bagaimana caranya agar tulisannya bisa dipublikasikan,” kata Indari.
Indari lalu memosisikan diri sebagai pengasuh komunitas menulis itu. Ia juga mengajak penulis lain bersama mengembangkan komunitas ini. Berbagai program dia rancang untuk membantu kemampuan menulis anggota, termasuk program pelatihan online. Salah satunya adalah semacam pelatihan dari penulis yang berpengalaman untuk menjelaskan tentang cara menulis agar bisa dimuat di media cetak.
Program ini dirancang berlangsung setiap hari pada jam tertentu. Via Facebook Group, anggota komunitas Ibu-Ibu Doyan Menulis ini bisa langsung bertanya pada penyaji materi dan mengirimkan karyanya untuk mendapat masukan perbaikan. “Biasanya, program ini diikuti dengan pertemuan tatap muka,” kata Levina Novi Yanti, seorang anggota komunitas ini.
Berhubung anggota tersebar di berbagai daerah, komunitas ini juga membentuk koordinator wilayah yang bertugas mengatur arus informasi dari
pusat ke wilayah.
Kini, koordinator wilayah Ibu-Ibu Doyan Menulis terbentuk di Bandung (pusat), Purwakarta, Jabodetabek, Semarang, Medan, Palembang, Bontang, Banjarmasin, dan Makassar. Ada pula koordinator di luar negeri, yaitu di Jepang, Singapura, Australia, dan Amerika.
Menerbitkan 400 buku
Selain menulis, komunitas ini punya kegiatan lain, termasuk kunjungan ke media massa atau penerbit. “Kunjungan ini bermanfaat karena ibu-ibu bisa mendapat masukan informasi yang berharga untuk kepentingan tulisan,” beber Indari.
Yang harus dimaklumi, ketika acara kumpul-kumpul dilakukan, para anggota biasanya membawa serta putra-putri mereka. “Maklum, tugas kami sehari-hari mengurus anak,” tutur Dewi Rieka Kustiantari, Koordinator IIDN Wilayah Semarang.
Bagi ibu-ibu yang karyanya dimuat di media massa, ada honor lumayan. Levina, misalnya, meski belum pernah menerbitkan buku sendirian, beberapa kali ikut proyek penulisan antologi puisi dan kumpulan cerita Storycake for Amazing Moms terbitan Gramedia Pustaka Utama. Untuk setiap cerita yang dia kirim, ibu tiga anak ini mendapat imbalan ratusan ribu rupiah.
Ketika turut menulis mengenai objek pariwisata, ia mendapat bayaran per karakter atau per lebar yang ia setor.
Lain lagi kisah Dewi yang sudah menerbitkan buku seri novel komedi Anak Kos Dodol. Dia sudah menerima jutaan rupiah dari royalti.
Untuk menjembatani kepentingan anggota komunitas dan penerbit, Indari mendirikan Indscript Creative. Perusahaan ini menjadi agen naskah para penulis. Dari fee royalti 10% dari penerbit kepada penulis, Indscript mendapat bagian 3% dan penulis kebagian 7%. Sampai saat ini sudah ada 400 buku yang berhasil terbit dari komunitas ibu-ibu ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News