Bagi warga Kota Pahlawan, nama soto ambengan pasti sudah akrab banget di telinga. Soto racikan Pak Sadi yang dijajakan di Jalan Ambengan, Surabaya, memang sudah menjadi legenda. Tak heran, soto ini masuk daftar kuliner khas ibukota Provinsi Jawa Timur tersebut.
Di Jakarta, ratusan kilometer dari Surabaya, Soto Ambengan Pak Sadi juga kesohor. Dengan sistem waralaba, Pak Sadi membuka sejumlah kedai di Ibukota RI. Soto ambengan pun makin berkibar lantaran banyak pegawai Pak Sadi yang mandiri, mendirikan kedai soto ambengan di penjuru Nusantara.
Salah satunya adalah kakak beradik Cak Di dan Sutrisno yang menjajakan soto ambengan di Jakarta sejak 20 tahun lalu. Kedai pertama mereka ada di daerah Kebayoran Lama dan masih beroperasi dengan nama Soto Ambengan Cak Di. Tapi, setelah sang kakak meninggal, tahun 2005 Sutrisno membuka kedai sendiri di Kembangan, Jakarta Barat, persisnya di Jalan Pesanggrahan, bertajuk Soto Ambengan Cak Jito.
Meski hanya kedai kakilima sederhana, Soto Ambengan Cak Jito ramai pembeli. Kebanyakan dari mereka adalah penghuni perumahan dan pegawai kantoran di sekitar situ, seperti Kembangan dan Kebon Jeruk. Kedai yang buka mulai jam lima sore sampai sebelas malam ini bakal sangat ramai pada pukul tujuh hingga sembilan malam.
Saat prime time itu susah untuk mendapatkan tempat duduk di dalam tenda kedai. Maklum, tenda hanya bisa menampung 20 pengunjung. Tapi enggak usah khawatir, kedai ini menyediakan banyak tikar yang bisa Anda pakai untuk bersantap sambil lesehan di area parkir ruko. Nah, kalau digabung dengan tikar lesehan, kapasitas kedai tersebut bisa sampai 80 orang lebih.
Di dalam tenda, sebuah gerobak soto dengan panci besar menjadi pusat kegiatan kedai ini. Dengan cekatan, sejumlah pelayan berseragam batik akan menuangkan kuah kuning panas ke dalam mangkuk-mangkuk soto pesanan Anda.
Seperti layaknya soto ambengan, demikian pula penampilan jagoan Sutrisno ini. Kuahnya kuning kental. Pilihan isi ada uritan, daging ayam, kulit, dan sebagainya. Pelengkapnya potongan telur dan soun.
Asyiknya, kedai ini royal memberi suwiran daging ayam. Mangkuk soto ambengan Anda penuh dengan ayam. Sebagai penutup, di atas kuah bertabur rajangan daun bawang dan koya soto yang gurih. Agar makin menggoda, Anda bisa memesan tambahan koya, ati ayam, atau telur ayam yang dipotong besar-besar. Sebelum makan, sebaiknya peras irisan jeruk nipis kemudian tambahkan kecap dan sedikit sambal, lalu aduk.
Hmm..., soto ambengan yang masih panas mengepul langsung meruapkan wangi kaldu ayam yang tajam. Saat mulai masuk mulut, tekstur kuah yang kental dan padat akan terasa. Rupanya, bubuk koya membuat kuah makin padat. Gurih kari dan koya bercampur rasa kuah yang segar lantaran jeruk nipis, memang cocok dilahap bersama sepiring nasi putih.
Aksi soto ambengan racikan Sutrisno makin ciamik karena kehadiran suwiran daging ayam yang besar-besar yang empuk punya. Meski seratnya tebal, tanpa susah payah daging ayam lumat dalam mulut. Begitu juga dengan ati ampela yang digoreng kering namun tetap terasa empuk dan gurih.
Sensasi soto penuh daging khas Surabaya ini memang menggoda. Apalagi, dikudap sama kerupuk renyah yang tersedia di meja.
Bumbu udang
Heni, karyawan swasta yang menjadi pelanggan Soto Ambengan Cak Jito, merasa cocok dengan rasa soto ambengan besutan Sutrisno yang gurih dan berdaging banyak. Dia juga memberi kredit lebih pada kulit ayam yang tidak alot tapi tetap kenyal.
Meski daerah Pesanggrahan merupakan pusat kuliner, dalam sepekan dia bisa tiga kali datang untuk makan di kedai ini. “Apalagi, sepanjang Pesanggrahan hanya kedai ini yang jual soto di malam hari,” ujar perempuan yang belum pernah makan soto ambengan langsung di Surabaya ini.
Mau tahu rahasia soto ambengan yang nikmat buatan Sutrisno? Menurut Sutrisno, rasa gurih yang keluar dari kuah kuning bukan cuma berasal dari kaldu ayam. Pria yang 14 tahun belajar mengolah soto ambengan ini menambahkan bumbu udang dalam kuah. Caranya, setelah kaldu siap, ia menggiling udang segar dengan sejumlah bumbu rahasia. Adonan bumbu tersebut kemudian dicampur bersama kaldu ayam beserta bumbu kunci.
Sebagai pamungkas, Sutrisno ternyata tidak membuat bubuk koya dari kerupuk udang yang digiling halus, melainkan menggunakan udang kering atau ebi yang digerus. Tapi, dengan campuran ebi ini, soto ambengan racikannya sama sekali tidak beraroma amis. Sayang, lelaki asal Lamongan, Jawa Timur, ini enggan menjelaskan caranya meminimalkan bau amis dari si bongkok tersebut. “Rahasia dapur,” katanya singkat.
Sedang untuk cara memasak soto ambengan, Sutrisno bilang, tidak ada yang istimewa. Peralatan yang dia pakai juga cenderung modern, seperti mesin giling dan kompor gas. Tapi, ia menjaga kualitas dengan menyajikan soto ambengan yang baru dimasak hari itu juga.
Dalam sehari, kedai ini bisa menghabiskan sekitar 25 ekor ayam. Takarannya, untuk 15 mangkuk soto ambengan membutuhkan seekor ayam utuh. “Kalau soto surabaya, bagian tubuh ayam dipakai semua, kecuali usus,” ujar Sutrisno.
Anda mau tersambar kelezatan soto ambengan bikinan Su-trisno? Mari ke Soto Ambengan Cak Jito. Untuk menghangatkan badan dengan semangkuk soto ambengan nan segar ini, Anda hanya perlu merogoh kocek Rp 12.000. Sepiring nasi, harganya Rp 4.000, sementara harga kerupuk Rp 3.000 sebungkus. Jika mau minuman dingin, Anda bisa pesan es jeruk seharga Rp 5.000 per gelas atau es teh manis Rp 4.000.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News