Ternyata, para eksekutif dan petinggi perusahaan doyan olahraga lari. Tak cuma beberapa kilometer, tapi sampai puluhan kilometer. Mereka pun bergabung dalam komunitas. Saban minggu, mereka kerap lari bergerombol di kawasan Sudirman.
Kala car free day di kawasan Segitiga Emas Sudirman–Thamrin–Kuningan berlangsung, para penyuka olah raga tumpah ruah di ruas jalan yang biasanya macet dan penuh polusi saat hari kerja. Pejalan kaki, pelari, gerombolan sepeda, hingga sekelompok orang yang bermain bola di jalanan memenuhi ruas badan jalan yang lapang ini.
Di antara ribuan orang yang meramaikan kawasan bisnis ini, terselip sekumpulan orang yang menjadi pelari betulan. Tak cuma sebentar-sebentar lari, lantas istirahat lama di trotoar jalanan, mereka berlari bak atlet maraton yang bisa menempuh jarak belasan kilometer, bahkan puluhan kilometer.
Atribut yang mereka pakai pun seolah ingin menunjukkan diri sebagai pelari sungguhan. Sepatu lari, kaus, dan celana lari, semua bak atlet maraton. Paling yang beda adalah aksesori yang melingkar di pinggang, dan ada earphone di salah satu atau kedua telinga.
Maklum, sebagian besar orang ini para pengusaha dan eksekutif di beberapa perusahaan. Mereka berlari bersama lantaran doyan dengan olah raga tua ini dan lantas membentuk komunitas dengan nama Indo Runners, sejak tahun lalu.
Meski belum lama berdiri, komunitas penggemar lari ini mampu menarik minat banyak orang. Akun mereka di Facebook sudah menjaring lebih dari 1.100 anggota.
Saban Minggu pagi, sekitar 20 sampai 50 anggota Indo Runners bakal berlari bersama mengitari kawasan Sudirman, Jakarta, dan sekitarnya.
Reza Pusponegoro, pendiri Indo Runners, sempat kaget melihat antusiasme orang Jakarta dengan salah satu olah raga dasar ini. Saat berbincang-bincang virtual di situs penggemar lari, nikerunning.nike.com, pemilik Media Satu Group itu takjub bahwa penyuka lari di Ibukota ternyata tidak sedikit.
Keinginan mendirikan komunitas pelari pun makin menggebu setelah punya visi yang sama dengan Yomi Wardhana. Hingga akhirnya, Indo Runners pun lahir. Berkat kedua orang ini juga, nama Indo Runners makin berkibar sebagai salah satu komunitas bagi para pelari.
Pasalnya, mereka punya trik unik untuk mengangkat pamor Indo Runners. Misalnya saja, Reza pernah menyelenggarakan lomba maraton secara virtual, meski di antara para anggota belum pernah ketemu.
Contoh lain, Yomi harus kawin lari bersama Adeline Windy, sang istri, awal Maret kemarin. Wah! Jangan kaget dulu. Begini, satu hari setelah melangsungkan akad nikah, Yomi dan Windy, yang kebetulan punya hobi sama, lari bareng dari gedung FX Sudirman hingga Bundaran Hotel Indonesia (HI). Yang unik, nomor pelari, yang biasa tertera di dada, mereka ganti dengan tulisan just married. “Kalau orang bule pakai mobil sambil tarik kaleng bekas, saya berlari sambil tarik kaleng bekas,” kata Yomi yang menjabat Account Director BBDO Indonesia, perusahaan periklanan, terkekeh.
Sampai akhirnya, kawasan Sudirman–Thamrin dan sekitarnya menjadi ajang kopi darat yang mengasyikkan bagi komunitas ini. “Biasanya, habis lari kami langsung berdiskusi santai. Misalnya, membahas cara lari yang benar,” ucap Reza.
Lari di negeri orang
Namun, kawasan Sudirman–Thamrin kala libur yang makin ramai dan padat membuat salah satu anggota Indo Runners yang juga pemain biola andal, yakni Maylaffayza, punya pengalaman buruk. Kala berlari, Maylaf, begitu panggilan akrabnya, tertabrak sepeda yang makin menguasai kedua ruas jalan itu saat libur. “Saya, sih, tidak kapok. Tapi, ingin bilang ke pengguna jalan yang lain supaya bisa berbagi,” ujarnya tegas.
Tak heran, para maniak lari jarak jauh ini kerap berpelesir ke negeri seberang demi ingin mendapat kepuasan berlari. Caranya, dengan ikut lomba lari di sana. Maylaf, contohnya, belum lama ini mengikuti lomba lari malam hari di Singapura dengan lintasan yang terjal, bukan jalan aspal. Contoh lain, Yomi saban tahun pasti beranjangsana ke Malaysia, termasuk juga Negeri Merlion.
Para penyuka lari ini sudah pasti bakal merasakan aura berlari di negeri orang. Sambil berlari, tentu mata mereka bakal puas melihat pemandangan di sekitar lintasan lari.
Makanya, mereka tidak segan-segan merogoh kocek demi mengejar event tersebut. Misalnya, mengikuti ajang Singapore Marathon, lomba lari yang kerap diikuti peserta dari Indonesia. Maklum, untuk bisa mengikuti lomba ini, setiap peserta harus membayar 45 dolar Singapura. Belum biaya penginapan dan transportasi.
Fazil Erwin Alfitri justru lebih dahsyat lagi. Presiden Direktur PT Medco Power Indonesia ini malah sudah merasakan Berlin Marathon dan Hong Kong Marathon. Sedangkan untuk Singapore Marathon, dia sudah dua mengikuti kejuaraan ini.
Maklum, setiap minggu, pria 45 tahun itu sanggup berlari sejauh lebih dari 40 kilometer bareng kolega penyuka lari yang kebanyakan petinggi perusahaan, salah satunya Sandiaga S. Uno. “Lari segitu, mah, saya sanggup,” canda Fazil yang juga membentuk komunitas pelari bersama Sandiaga namun tanpa nama satu kata pun.
Sandiaga juga kerap berlari bersama teman seprofesi setiap akhir pekan di bilangan Senayan–Sudirman–Monas. “Ini jalur favorit saya,” kata dia yang terinspirasi olahraga ini setelah nonton Forrest Gump.
Saat berlari, sambil mendengarkan musik favorit via iPod, Presiden Direktur Saratoga Capital ini mengaku mendapatkan kenikmatan yang luar biasa. Makanya, ketika akhir pekan tiba, Sandiaga bakal bangun pagi-pagi buta dan bergegas menuju Senayan supaya bisa berlari dan menikamti udara pagi yang masih segar.
Setelah berlari hingga puluhan kilometer, Sandiaga bakal mengeringkan keringat di Senayan Driving Range. Nah, di sinilah dia bertemu dengan para penyuka olahraga lari lainnya. Kebetulan, kebanyakan dari mereka adalah petinggi perusahaan seperti Fazil.
Bisa ditebak, obrolan mereka tak cuma sebatas menanyakan sudah sejauh mana mereka berlari tadi, tetapi juga bisa melenceng ke urusan bisnis.
Manfaat lainnya, Sandiaga bisa mengadaptasi sifat lari yang butuh speed dan endurance dalam bisnis Saratoga Capital. Ia ingin Saratoga juga bisa cepat beraksi terhadap perkembangan pasar sehingga bisa lebih tahan banting. “Ini filosofi saya,” katanya kalem.
Sementara, Yomi Wardhana mengaku mentalnya makin spartan gara-gara sering lari. Jika ada persoalan bisnis, ia langsung menyelesaikan dengan lugas dan tanpa takut.
Lain lagi pengakuan Reza. Pria kelahiran Hamburg ini justru memanfaatkan saat-saat berlari untuk menemukan kiat-kiat bisnis dalam mengembangkan Media Satu. “Justru pikiran saya jadi fokus saat berlari. Tapi bukan melamun, lo,” ucapnya sambil tersenyum.
Adapun Yasha Chatab, Managing Director The Brand Union, konsultan pemasaran yang juga suami dari Maylaf, memiliki obsesi lain lagi. Ia ingin setiap kali berlari bisa menorehkan rekor baru. Ambil contoh, ia sanggup berlari sejauh 5 km dengan waktu tempuh cuma 29 menit saja.
Hasil ini tentu jauh lebih meyakinkan. Sebab, satu setengah tahun lalu, jarak itu baru bisa ia lampaui dengan catatan waktu 50 menit. “Kini, saya punya tantangan ingin selalu punya rekor baru,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News