KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan survei ZAP Beauty Index and MEN/O/LOGY Index 2024 kepada 9.000 perempuan Indonesia, hanya ada 1,1% responden menganggap kulit putih sebagai definisi cantik.
Kendati jumlahnya kecil standar kulit cantik harus putih masih tetap eksis di Indonesia. Padahal masyarakat Indonesia terlahir dengan beragam warna kulit dengan mayoritas sawo matang.
Ini adalah bentuk colorism, yaitu narasi diskriminasi yang menyatakan, kulit cantik harus putih, sedangkan kulit gelap otomatis dianggap kurang cantik dan tidak diinginkan. Narasi ini memicu sebagian orang melakukan segala cara untuk mengubah warna kulit mereka agar memenuhi standar kecantikan tersebut.
Mereka kerap terperangkap penggunaan skincare abal-abal. Ini berujung pada munculnya masalah baru seperti jerawat parah, okronosis, telangiectasis, dan permasalahan kulit lain.
Baca Juga: Loreal Akan Akuisisi Merek Perawatan Kulit Medik8
Diskriminasi atas warna kulit ini kerap menyebabkan turunnya kepercayaan diri. Padahal warna kulit bukanlah masalah, karena bersifat genetik. Melanin adalah pigmen pembentuk warna kulit yang terdiri dari eumelanin dan pheomelanin. Warna kulit dibentuk dari rasio eumelanin dan pheomelanin di dalam kulit.
Jika kulit memiliki eumelanin lebih banyak dibanding pheomelanin maka kulit akan semakin gelap dan sebaliknya. Melanin juga berperan penting sebagai perlindungan kulit dari bahaya paparan sinar matahari, sehingga resiko terkena kanker kulit lebih kecil dibanding bule.
Maka. muncul Melanin Hero, komunitas di Indonesia yang mengajak masyarakat mencintai warna kulit. "Melanin menjadi wadah belajar tentang kesehatan kulit, pengembangan diri dan menemukan potensi diri. Sehingga bisa menjadi apa yang mereka inginkan," tulis Melanin Hero dalam rilis
Selanjutnya: PT Timah Tertibkan Tambang Ilegal di Merbuk
Menarik Dibaca: Apakah Minum Teh Hijau Bisa Menurunkan Berat Badan atau Tidak? Ini Jawabannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News