Yuk, ekowisata di Desa Pancoh, Yogyakarta

Rabu, 10 Januari 2018 | 12:40 WIB   Reporter: Jane Aprilyani

INDUSTRI PARIWISATA - JAKARTA. Ingin berjalan-jalan di pegunungan yang asri dengan balutan udara sejuk? Nah, Desa Wisata Pancoh di Sleman, Yogyakarta, bisa jadi pilihan yang sempurna. Di sana, pengunjung bisa menikmati beragam ekowisata sambil melakukan aktivitas peduli lingkungan.

Tamu bisa menikmati segarnya air. Bisa merasakan sejuknya udara yang belum tercemar. Dan semuanya diajak belajar soal alam dan lingkungan. Bagi masyarakat di sana, air memang sangat sakral. Menjaga air sama dengan menjaga kehidupan. Itulah yang diyakini warga yang hidup 15 kilometer dari Puncak Merapi, wilayah Sleman, Yogyakarta.

"Jika air di sini tercemar, maka yang terdampak bukan hanya kami, tapi saudara-saudara kami di bawah yang akan sangat merasakannya," ujar Kepala Dusun Pancoh, Purwadi,

Keyakinan warga Pancoh, Girikerto, Turi, Sleman itu tidak hanya ada dalam angan-angan. Mereka mewujudkannya dalam tindakan nyata. "Warga punya kewajiban menjaga air, melestarikan lingkungan karena wilayah kami merupakan daerah penyangga air," tambahnya.

Menteri Pariwisata Arief Yahya langsung mengangkat emoji tiga jempol untuk Desa Wisata Pancoh di Sleman, Yogyakarta itu. Dia meyakini bahwa pelayanan prima, yang dibalut dengan alam yang asri dan budaya yang kuat mengakar, akan mendapatkan dampak yang signifikan.

"Jangan lupa untuk men-share foto-foto keindahan alam dan karya budaya, seperti kesenian dan aneka masakan khas ke media sosial, seperti Facebook, Instagram, Twitter, Pinterest, Google+ dan lain-lain. Suasana bahagia, foto-foto suka cita, keindahan alam yang tertata, semua itu menginspirasi orang lain untuk datang ke Desa Wisata Pancoh," kata Menpar Arief Yahya dalam keterangan yang diterima KONTAN, Rabu (10/1).

Semangat menjaga lingkungan ditunjukkan saat 12 Februari 2012 Desa Pancoh resmi dijadikan sebagai Desa Ekowisata. " Setiap pengunjung yang menginap lebih dari satu hari satu malam dibebani biaya konservasi. Nominalnya Rp 15 ribu per pengunjung. Dananya digunakan untuk penanaman pohon dan pelestarian lingkungan," sebut Pengelola Desa Wisata Pancoh, Ngatijan.

Biaya konservasi tersebut diwujudkan dalam bentuk pemeliharaan lingkungan maupun penyediaan bibit tanaman keras. Setiap penebangan kayu, harus diimbangi dengan penggantian. Ini untuk menjaga ketersediaan sumber air. "Jadi, setiap tamu wisatawan ke Pancoh, otomatis ikut melestarikan lingkungan," tegas Ngatijan.

Dan tak hanya ekowisata saja yang keren. Aktivitas lainnya juga banyak yang seru. Dari mulai susur sungai, bertani, berkebun, pembuatan kerajinan tangan, pembelajaran seni budaya, pembuatan biogas, bajak sawah, tangkap ikan dan outbound, bisa dilakoni di sini.

Kulinernya? Jangan ditanya lagi. Semuanya dijamin maknyuz. Yang ingin memuaskan dahaga ada minuman jare (jahe sere), dawet, hingga wine salak yang bisa dinikmati. Sementara makanannya, ada jenang grendul, jenang sumsum, wajik salak, bakwan salak, hingga sego megono untuk makan besar yang siap menemani.

Fasilitas penginapannya juga sangat oke. Pilihannya banyak. Homestay, joglo, sanggar seni, lapangan parkir, embung, serta bumi perkemahan yang luas tersedia di sini. Saat ini, ada 65 rumah yang siap menjadi homestay dengan 80 kamar.

"Pengelola Ekowisata Pancoh membatasi jumlah pengunjung dalam sehari maksimal 500 orang atau dua rombongan," tambah Ngatijan.

Hasilnya? Ekowisata Pancoh yang awalnya tidak punya nilai jual, kini telah menjadi satu desa wisata favorit. Apalagi, di 2016 dan 2017, Pancoh memenangi juara pertama Festival Desa Wisata Kabupaten Sleman Kategori Berkembang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia

Terbaru