Toni, dari Swiss membangun pedalaman Indonesia

Jumat, 07 Oktober 2016 | 11:14 WIB Sumber: TribunNews.com

Jakarta. Toni Ruttiman, relawan asing asal Swiss mendadak menjadi buah bibir. Toni dikabarkan membangun 61 jembatan di daerah-daerah terpencil Indonesia seperti Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan bahkan hingga Sulawesi, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur.

Dia juga mengupayakan bantuan pipa dari perusahaan ternama yang pemiliknya ia kenal baik agar bersedia mengirim bantuan pipa tiang jembatan dari Argentina ke Indonesia.

Sosiolog Imam B Prasodjo sempat menulis sebuah catatan menarik di akun Facebook pribadinya. Imam mengisahkan upaya sukarela Toni yang diam-diam keluar masuk kampung wilayah terpencil di Indonesia.

Selama tiga tahun, Toni mengajak warga bergotong royong membangun jembatan gantung sendiri karena akses jalan terputus. Dalam catatannya itu, Imam juga menyertakan foto Toni dan sejumlah warga membangun jembatan secara swadaya dan gotong royong.

Foto lainnya menunjukkan sejumlah anak-anak yang memakai seragam sekolah dasar, menyeberangi sebuah sungai dengan cara bergelantungan pada jembatan yang sudah rusak.

"Toni datang ke negeri kita karena ia melihat begitu banyak anak-anak di negeri ini bergelantungan harus pergi sekolah menyebrangi sungai dengan jembatan yang rusak," ujar Imam, dalam akun Facebook-nya.

Toni merekrut beberapa tenaga kerja Indonesia untuk dijadikan stafnya guna membantu semua upaya tersebut. "Saat ini seorang pemuda bernama Suntana, dengan setia membantu misi kemanusiaan Toni," tutur Imam.

Namun, yang terjadi akhir-akhir ini, upaya pengiriman bantuan justru terhambat. Menurut Imam, bantuan bahan jembatan seperti wirerope (kabel pancang) yang selama tiga tahun telah secara rutin ia kirim dari Swiss terhambat oleh lambannya birokrasi.

Padahal, Presiden Joko Widodo telah memberikan instruksi agar arus barang impor dipercepat. "Saya ikut terlibat dan mengikuti betapa sulitnya mengurus proses administrasi impor barang bantuan ini. Saya merasa kesal menghadapi birokrasi yang begitu ruwet dan lambat, walaupun untuk import barang bantuan sekalipun," ungkapnya.

Imam juga menuturkan keterangan dari Suntana, asisten Toni, yang bercerita proses pengurusan barang bantuan harus menghadapi penetapan denda demurrage (batas waktu kontainer).

Sementara untuk mengeluarkan kontainer dari area penyimpanan diperlukan dana yang tidak sedikit.Di sisi lain, proses permintaan penghapusan tagihan denda demurrage atas tiga kontainer wirerope dari pihak pelayaran masih memerlukan waktu yang lebih lama.

Pemerintah Siap Bayar Biaya Demurrage

Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Arie Setiadi Moerwanto mengatakan bahwa pihaknya siap membayar biaya demurrage (batas waktu kontainer) atas tiga kontainer wirerope yang didatangkan Toni Ruttimann.

Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk apresiasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terhadap Toni Ruttimann, sebagai relawan asing yang telah membantu membangun 61 jembatan secara swadaya di Indonesia.

Adapun Jumlah biaya demurrage per 26 September 2016 yang ditagihkan kepada Toni diketahui senilai Rp 195.650. Tak hanya membayar semua denda dan biaya pelabuhan, Kementerian PUPR juga akan memberikan pendampingan kepada Toni dan tim relawan sampai semua aktivitas pembangunan jembatan secara swadaya tersebut berjalan lancar.

"Termasuk pasca konstruksinya," imbuh Arie. Arie menegaskan, Kementerian PUPR siap memecahan masalah dan mendukung Toni, dan juga relawan-relawan lainnya jika terbentur kendala di lapangan.

Satu di antara kendala tersebut adalah penjaminan ke Direktorat Jenderal Bea Cukai.Arie Setiadi Moerwanto juga berencana menggelar pertemuan dengan Toni Ruttimann, relawan asal Swiss, yang telah membangun 61 jembatan secara swadaya di Indonesia.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto

Terbaru