Bunga dan buah 'bercerita' di negeri Formosa (1)

Jumat, 06 Oktober 2017 | 11:45 WIB   Reporter: Dupla Kartini
Bunga dan buah 'bercerita' di negeri Formosa (1)

ILUSTRASI.


TAIWAN - Kebun tak sekadar penghasil pangan atawa komoditas dagangan. Di Taiwan, tempat yang sama dikemas menjadi destinasi wisata yang unik.

Mengusung konsep menyatu dengan alam; trip menjelajahi kebun buah dan bunga, wisata petik buah, sajian hidangan organik hingga menginap di tengah kebun, bakal menghadirkan cerita tersendiri bagi setiap pelancong.

Sejumlah destinasi juga menyajikan hidangan yang ramah bagi pengunjung muslim. Tak heran, agrowisata Taiwan kini menjadi salah satu destinasi incaran turis dari kawasan Asia Tenggara.

Akhir September 2017, jurnalis KONTAN atas undangan Taiwan Leisure Farm Development Association (TLFDA) berkesempatan melancong ke tujuh destinasi agrowisata di Taiwan. Untuk tiba di sana, dari Jakarta, saya dan sejumlah jurnalis asal Indonesia menumpang maskapai China Airlines rute Soekarno Hatta-Taoyuan International Airport. Pesawat berangkat pukul 14.10 WIB. Perjalanan langsung menuju Taiwan memakan waktu sekitar lima jam.

Kami tiba di Taoyuan sekitar pukul 21.00 waktu setempat. Kota ini terletak di bagian utara Taiwan. Kami beristirahat di sebuah penginapan dekat bandara. Bersiap sebelum memulai petualangan keesokan hari.

Inilah cerita perjalanan tiga hari di negeri berjuluk Formosa alias pulau yang indah.

Sekitar pukul 09.00 pagi, setelah mengisi perut, kami sudah duduk di dalam bus, memulai trip hari pertama. Destinasi awal, kebun bunga di kaki bukit bernama Musinchuan Leisure Farm (Spring Mountain).  

Terletak di Jhunghe Village, Taichung, bagian sentral Taiwan, kami menempuh dua jam perjalanan dari Taoyuan untuk tiba di lokasi. Perjalanan lintas distrik ini sangat lancar. Pemandangan bukit yang menghijau di sepanjang perjalanan juga membuat mata tak bosan.

Aroma khas dedaunan dan kayu segera tertangkap indera penciuman, ketika menjejakkan kaki di Musinchuan. Tempat ini dikelilingi beragam pohon, baik yang sengaja di tanam maupun yang tumbuh alami. Dari ketinggian 600 meter di atas permukaan laut (mdpl), tersaji panorama lembah dan jalan berkelok-kelok yang tadi kami lewati. Suara katak primitif sesekali terdengar, melengkapi aura khas alam pedesaan.

Namun, karena saat itu menjelang musim gugur alias go autum, matahari cukup menyengat. Tak jauh beda dengan cuaca musim panas di Jakarta. Tapi, jangan khawatir, pengelola Musinchuan menyediakan pinjaman payung bagi pengunjung yang ingin mengelilingi kebun.

View utama di Musinchuan adalah bunga empat musim. Pengunjung bisa menyesuaikan waktu berkunjung. Pada Januari hingga Maret, andalannya adalah sakura. Memasuki April sampai Mei, giliran bunga tong (petal) yang merajai lokasi ini.

Nah, momen terbaik menyambangi tempat ini adalah musim semi alias spring season, Juni hingga Agustus. Sebab, bunga lily di kebun ini akan mekar sempurna seperti hamparan karpet berwarna kuning. Tak heran, destinasi ini juga dinamai Spring Mountain.

 

Sementara, September hingga Desember, tepat ketika kami menyambangi lokasi ini, bunga hydrangea berwarna ungu terlihat mekar di sejumlah sudut kebun.

Di dalam kawasan ini, terdapat tangga yang terbuat dari kayu. Anak-anak tangga itu akan membawa pengunjung ke bagian puncak lokasi. Dari sana, panorama di kawasan Musinchuan terlihat persis seperti miniatur hutan. Pepohonan tumbuh menjulang. Di sisi kiri dan kanan anak tangga, pohon sakura dan buah-buahan khas Taiwan, tumbuh berselang-seling. Pepohonan itu bagai memagari petak-petak kebun bunga lily, petal dan hydrangea.

“Di sini tanaman dan rumput dibiarkan tumbuh alami, sehingga pengunjung bisa menikmati suasana bukit sesungguhnya,” tutur Calem Ngan, International Marketing Secretary TLFDA yang memandu perjalanan kami.

Puncak tangga itu juga merupakan spot yang paling sempurna untuk menyaksikan cantiknya bunga lily di musim semi.

Selain panorama alam dan bunga, pemilik agrowisata menyajikan hidangan dari bahan pangan lokal. Sajian utama, daging, jamur dan sayuran yang dipadukan dengan aneka jenis sup dalam hotpotTaste sup di sini terbilang ringan di lidah alias minim bumbu penyedap.  

Untuk masuk ke tempat ini, setiap pengunjung harus merogoh kocek sebesar NTD 100 atau setara Rp 45.000 (1 NTD = Rp 440). Tiket itu bisa ditukar dengan makanan atau minuman yang harganya sama.

Petik buah langsung

Puas berkeliling di Musinchuan, kami beranjak ke Distrik Chiayi di selatan Taiwan. Di sini, kami bertandang ke Persimmon Brother Farmperkebunan longan (kelengkeng) dan persimmon (kesemek)  yang sudah berumur 50 tahun. Perjalanan menuju lokasi ini sekitar 40 menit.

Kami disambut pasangan suami istri pemilik kebun, Tze Hsin dan Tang Shu Hui. Generasi kedua penerus Brother Farm ini sudah 10 tahun terakhir mengembangkan tanaman secara organik.

Tze Hsin mengantar kami menyambangi kebun yang memiliki luas total 2,7 hektare. Kebun milik Tze Hsin adalah salah satu dari total 80 kebun yang ada di Distrik Chiayi.

Buah longan siap panen terlihat ranum di beberapa petak kebun. Begitu pula, buah kesemek yang menguning, menggugah selera. Semuanya cukup mudah dijangkau tangan. Tak heran, kami bisa leluasa memetiknya langsung.

“Tapi, untuk kesemek, tidak bisa langsung dimakan. Harus disimpan beberapa hari sebelum dikonsumsi, untuk menghilangkan rasa sepat,” kata Tze Hsin.

 

Baru setahun terakhir, Tze Hsin menawarkan wisata petik buah bagi pengunjung. Ia bercerita, Oktober merupakan puncak panen persimmon. “The yellow colour di sini saat Oktober,” tuturnya. Sedangkan, puncak panen longan berlangsung sekitar Juli.

Liau Tze tidak mengutip tiket masuk bagi pengunjung. Namun, untuk setiap buah yang dipetik, pengunjung harus membayar. Hitungannya, NTD 80 atau  Rp 36.000 untuk setiap 600 gram longan. Sementara, buah persimmon dihargai NTD 35 atau Rp 15.500 per 600 gram.

Kolam di kaki bukit

Dari Persimmon Brother, kami bergeser ke distrik lain di Selatan Taiwan, yaitu Distrik Dongshan, Tainan. Destinasi kali ini adalah Fairy Lake Leisure Farmyang berdiri di atas bukit berketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Perjalanan ke tempat ini sekitar 45 menit.

Agrowisata yang sudah berusia 20 tahun ini memiliki luas total 53 ha. Perkebunan longan, kopi, lychee, dan orange menempati 40 ha diantaranya. “Kopi di sini salah satu yang terbaik di Taiwan,” kata Calem menggambarkan keunggulan agrowisata ini.

Selain buah segar, tempat ini menghasilkan madu, olahan kopi dan dried longan. Generasi keenam yang mengelola Fairy Lake Farm masih mempertahankan cara tradisional untuk memproses dried longan, salah satu bahan makanan penting dalam budaya China. Dried longan adalah buah longan yang dikeringkan dengan cara dipanggang dan diasapi.

Meski dikeringkan, rasa manis longan tetap bertahan seperti aslinya. Namun, ada aroma khas asap, seperti pisang sale di Indonesia. Dalam budaya mereka, dried longan digunakan dalam berbagai sajian, seperti sup.

Calem bercerita, keunikan Fairy Lake terletak pada panorama di bagian puncaknya. Pada pagi dan senja yang cerah, akan nampak kabut pekat  menyelimuti lembah sekitarnya bagai sebuah danau. “Itu sebabnya tempat ini dinamai fairy lake, danau negeri dongeng,” tuturnya.

Tapi, karena saat tiba, sudah gelap, kami belum berkesempatan menyaksikan fenomena unik fairy lake.

Keberadaan kolam renang persis di tepian bukit (spring water pool) melengkapi keunikan agrowisata ini. Jadi, sambil berenang bisa menghirup wangi segar pepohonan yang rimbun dan hamparan rumput hijau. Melongok ke bawah, pengunjung disajikan lanskap distrik Dongshan dari atas bukit.

Pengelola Fairy Lake juga menawarkan sejumlah aktivitas menarik, seperti menjelajahi kebun kopi, petik buah, hingga membuat makanan tradisional Taiwan, seperti kue merah.

Berbeda dengan dua tempat sebelumnya, selain panorama kebun, Fairy Lake menyediakan penginapan di tengah hutan. Ada sekitar 40 cottage. Nuansa tradisional sangat terasa, karena setiap kamar terbuat dari bahan kayu, serta di kelilingi pohon longan dan kopi.

Cahaya lampu temaram di sisi kiri dan kanan jalan menuju penginapan, semakin memperkuat kesan sedang berada di kawasan hutan. Ingin mencoba pengalaman menginap di tengah hutan? Tarifnya berkisar NTD 3.500 sampai NTD 4.200 per kamar. Di sinilah kami mengakhiri perjalanan hari pertama. (Bersambung

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini

Terbaru