CINTAKU TERTAMBAT DI BUS ANTARKOTA ANTARPROVINSI

Senin, 29 Maret 2010 | 12:26 WIB   Reporter: Azis Husaini
CINTAKU TERTAMBAT DI BUS ANTARKOTA ANTARPROVINSI

ILUSTRASI. Petugas melayani nasabah Asuransi Jiwa Bumiputra Jakarta, Jumat (11/1). Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) memperkirakan premi asuransi jiwa tahun 2019 naik 13% yoy menjadi Rp 239,87 triliun serta hasil investasi diperkirakn naik 13% dan cadangan tek


Menjadi penggemar mobil mewah, mobil antik, atau jenis-jenis mobil lainnya, itu, mah, biasa. Bergabung dengan kelompok penggemar sepeda motor juga bukan hal yang aneh. Mungkin berjuta orang di seluruh dunia melakukan hal yang sama.

Tapi, tidak banyak orang yang menjadi penggemar bus. Maklum, bus bukan termasuk kendaraan yang lazim ditambahkan dalam deretan koleksi seseorang di garasi rumah. Walaupun begitu, tetap ada saja sekumpulan orang yang menggemari angkutan umum ini. Bahkan, bisa dibilang, para penggemar bus tergila-gila pada kendaraan besar yang mampu muat puluhan orang ini.

Salah satunya adalah Bachtiar Nur. Pegawai PT Danareksa ini mulai menjadi penggemar bus sejak ia harus bolak balik Jakarta-Yogyakarta, beberapa tahun silam. “Waktu itu istri saya tinggal di Yogyakarta, jadi harus pulang pergi,” kisah Bachtiar. Pria yang mengurusi masalah teknologi informasi (TI) di perusahaan pelat merah ini biasanya pulang ke Yogyakarta seminggu sekali.

Nah, untuk pulang pergi ke Kota Pelajar itu, Bachtiar biasanya menggunakan bus Raya. Karena keseringan naik bus ini, lama-lama dia jatuh cinta pada bus Raya.

Ia pun mulai mencari informasi tambahan soal perusahaan bus tersebut. Ia mencoba mencari situs perusahaan bus Raya di internet. Belakangan Bachtiar tahu perusahaan tersebut tidak memiliki situs web. Saking cintanya, Bachtiar sempat berikhtiar membuatkan situs gratis bagi bus Raya. Ia mengirim pesan ke berbagai blog penggemar bus, agar niat itu tersampaikan.

Hanya saja, sampai saat ini niat Bachtiar belum sampai ke perusahaan bus Raya. Walau begitu, ia tidak menyesal. Dari kejadian itu, dia justru bertemu dengan banyak penggemar bus lain. “Ternyata penggemar bus itu banyak,” kenangnya.

Lain lagi cerita Dimas Adhiyaksa. Pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan ini mulai hobi dengan bus karena sang ayah sering mengajak ia bepergian dari Jakarta ke Malang di tahun 1980-an dulu. Saking gandrung naik bus, Dimas rela menyisihkan uang jajan untuk membeli karcis bus kalau sang ayah sedang tidak bisa mengajak Dimas.

Kegemaran naik bus itu berlanjut sampai sekarang. Bahkan, Dimas sering secara spontan bepergian hanya karena ingin naik bus antarkota.

Ia pernah menghabiskan duit hingga Rp 1 juta untuk melakukan perjalanan selama dua hari. Hebatnya, di perjalanan itu Dimas hanya sekadar berpindah dari satu bus ke bus lain, tanpa benar-benar bermaksud mengunjungi seseorang atau mendatangi suatu tempat.

Eko Haryanto, penggemar bus lain, bahkan pernah bepergian lintas negara dengan bus. Ia pernah naik bus dari Pontianak menuju Kuching, Malaysia. “Kira-kira 10 jam perjalanan,” kisahnya bangga.

Eko mengaku menggilai bus sejak kecil. Ia bahkan sempat sakit karena ayahnya ingkar janji mengajak dia naik bus saat pergi ke suatu tempat.

Dimas, Eko, dan Bachtiar bukan sekadar gemar naik bus, lo. Mereka juga sangat paham soal mesin bus, kerangka, interior, serta aksesori berbagai bus. Bahkan, cuma dengan melihat dari jauh atau mendengar mesinnya, mereka sudah bisa menebak itu bus perusahaan apa dan memakai mesin apa. Dahsyat, kan?

Kecintaan pada kendaraan yang lebih sering dijadikan sarana transportasi umum ini membawa Eko, Bachtiar, dan Dimas bergabung dalam Jakarta Bus Society atau Jakbus. Ini adalah salah satu komunitas bus yang ada di Indonesia.

Suhargo Gentur, penggagas pembentukan Jakbus, menuturkan, komunitas ini memiliki konsep yang berbeda dengan komunitas bus lainnya. Menurutnya, Jakbus terbentuk didasari kesadaran untuk memberi sumbangsih pada para pengusaha bus.

Ia berkisah, sebelum komunitas ini terbentuk, industri bus di Indonesia sedang turun. Penyebabnya, saat itu maskapai penerbangan sedang asyik melakukan perang tarif. Alhasil, kebanyakan masyarakat lebih memilih bepergian naik burung besi ketimbang bus.

Serius menjadi anggota

Menyadari hal itu, 15 orang penggemar bus berinisiatif membentuk komunitas dengan tujuan memberitahukan pengusaha bus bahwa masih ada orang yang mau naik bus. Mereka adalah para penggemar bus, dan kini mereka punya wadah resmi. “Kami waktu itu mengenalkan diri bahwa kami penggemar bus yang masih setia naik bus,” cetus Suhargo.

Ia bilang, komitmen tersebut cukup membuat pengusaha bus bersemangat. Apalagi, setelah itu Jakbus kerap melakukan kunjungan rutin ke berbagai perusahaan bus. Jakbus sendiri secara resmi berdiri pada 1 Juni 2008. Pendirian dilakukan di Warung Papyrus, sebuah tempat makan di kawasan Pasar Minggu, Jakarta. “Warung Papyrus merupakan tempat bersejarah buat komunitas kami, kami deklarasi di sini,” ungkap Bachtiar.

Untuk membuktikan mereka serius mendukung industri bus, keanggotaan di komunitas ini pun tidak main-main. Para anggota Jakbus memiliki seragam khusus dan mempunyai kartu tanda pengenal. Seragam dan tanda pengenal itu dibuat untuk memperlihatkan komunitas tersebut legal dan diakui beberapa pengusaha bus sebagai mitra mereka.

Selain itu, ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk jadi anggota. Pertama, calon anggota harus mendapat referensi dari orang yang sudah menjadi anggota. Kedua, saat baru masuk, anggota wajib ikut tiga kali pertemuan. Syarat tersebut untuk melihat keseriusan orang itu dalam berorganisasi. Komunitas Jakbus juga punya dana operasional khusus. “Setiap bulan kami ada iuran Rp 10.000 per anggota,” jelas Suhargo.

Jangan salah, walaupun harus membayar kalau bergabung, para anggota bisa mendapat banyak manfaat. Misalnya, jumlah relasi pengusaha bus jadi bertambah. Hasilnya, ada anggota komunitas yang belum bekerja kemudian ditarik untuk bekerja di perusahaan bus.

Selain itu, para anggota kadang kecipratan proyek dari perusahaan bus. Hal ini dialami oleh Eko Haryanto. Eko kerap dimintai tolong untuk mencarikan bus, baik oleh teman-temannya di luar komunitas maupun perusahaan besar lain. Dia lalu menghubungi perusahaan bus dan memberitahukan ada yang ingin menyewa bus. Dari situ, Eko dapat bagian fee.

Menurut pria yang bekerja di sebuah perusahaan farmasi ini, hal tersebut sah-sah saja. “Tapi harus memberitahukan anggota komunitas lain, supaya ada keterbukaan,” terangnya.
Jakbus memang tidak menutup kemungkinan bagi anggotanya untuk berbisnis. Selain menjadi penghubung antara calon pelanggan dengan perusahaan bus seperti Eko, banyak juga anggota Jakbus yang melakukan bisnis lain.

Misalnya, ada anggota yang kemudian didaulat menjadi pemandu wisata freelance bagi perusahaan bus. Ada juga yang diminta membuat miniatur bus atau berbagai aksesori bus untuk keperluan kenang-kenangan bagi mitra perusahaan bus.

Tapi, walau sudah punya banyak kenalan pengusaha bus yang kerap mereka tumpangi, para anggota Jakbus anti naik bus tanpa bayar. “Kalau bepergian tentu saja kami pakai uang sendiri,” sahut Dimas. Malah, pernah ada anggota yang dikeluarkan karena hal itu. Jakbus menganggap hal itu mencoreng nama komunitas.

Selain itu, komunitas ini juga punya seabrek kegiatan yang tentu saja tidak jauh-jauh dari seputar bus. Sebulan sekali komunitas ini menggelar kunjungan ke perusahaan bus, sekaligus berkenalan dengan manajemen perusahaan itu.

Jika ada perusahaan bus mengeluarkan bus baru, komunitas ini pun melakukan kunjungan ke perusahaan itu dan membantu perusahaan bus berpromosi. Akhir bulan lalu Jakbus juga baru saja menggelar jambore yang melibatkan beberapa pengusaha bus dan komunitas penggemar bus lain.

Komunitas ini juga tengah merintis wadah untuk berbisnis. “Kami harus jujur mengatakan tidak akan menutup peluang bisnis yang datang,” papar Dimas. Cita-citanya, setiap anggota memiliki bus atau bisa menjadi pengusaha bus.

Anda mau ikut?

Bercita-cita Memajukan Industri Bus

Salah satu misi Jakarta Bus Society (Jakbus) adalah menjadi perantara antara masyarakat dan pengusaha bis. Maklum, sejak awal, komunitas ini sudah ingin mempromosikan bus kepada masyarakat luas.

Oleh karena itu, komunitas ini selalu berusaha menggali informasi dari manajemen perusahaan bus serta membuat dokumentasi bus yang ada. Tapi, Jakbus sempat kesulitan mendekati pengusaha bus dan karoseri.

Menurut Suhargo Gentur, salah satu pendiri Jakbus, saat pertama kali datang ke perusahaan bus dan karoseri untuk memperkenalkan Jakbus, para pengusaha itu enggan terbuka.

Awalnya kebanyakan perusahaan tidak bersedia memberi penjelasan soal kondisi perusahaan dan kondisi bus yang ada di perusahaan itu. Padahal, untuk melaksanakan misi tadi, Jakbus harus mengetahui soal manajemen perusahaan itu.

Namun, perlahan tapi pasti, Jakbus mulai mendapat kepercayaan dari perusahaan bus dan karoseri. Mereka juga mulai mengandalkan Jakbus sebagai alat komunikasi ke masyarakat luas. Relasi Jakbus kini sudah lebih dari 20 perusahaan bus.

Jakbus pun rajin menyebarkan informasi terbaru dari satu perusahaan bus. Misalnya ada perusahaan yang meluncurkan bus baru, utusan dari Jakbus akan datang ke perusahaan itu dan mencari informasi layaknya wartawan. Informasi itu lantas dimuat di situs Jakbus.

Sekretaris Jakbus Dimas Adhiyaksa bilang, komunitas ini berharap bisa memajukan industri bis. Jakbus juga bekerjasama dengan komunitas bus di daerah lain, misal Malang Bus Lover, Bali Bus Mania, Kudus Bus Lover Community, atau Tasikmalaya Biser Community. ”Kami tergabung dalam semboyan ‘Satu Jiwa’, untuk memajukan pengusaha bus,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test
Terbaru