Guru Besar FEB UI Rofikoh Rokhim: Kolaborasi buka akses pembiayaan UMKM & ultramikro

Minggu, 14 Maret 2021 | 12:10 WIB   Reporter: Titis Nurdiana
Guru Besar FEB UI Rofikoh Rokhim: Kolaborasi buka akses pembiayaan UMKM & ultramikro

ILUSTRASI. Komisaris BRI Rofikoh Rokhim dikukuhkan sebagai guru besar FEB UI. Rofikoh dalam pidato pengukuhannya tekannya pentingnya kolaborasi dalam pembiayaan UMKM dan ultramikro/pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/27/12/2018.


TOKOH -JAKARTA. Komisaris PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Rofikoh Rokhim dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, pada akhir pekan lalu (13/3). 

Dalam pidatonya bertajuk Perbankan dan Keuangan Sosial: Aspek Berkelanjutan untuk Kesejahteraan,  Rofikoh menyebut bahwa pembiayaan untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta ultra mikro kini tak lagi cukup dilakukan oleh lembaga perbankan saja.

Pembiayaan pelaku UMKM sampai Ultra Mikro membutuhkan kolaborasi berbagai lembaga keuangan untuk memperluas akses pelaku UMKM dan ultra mikro mendapatkan pembiayaan yang sehat. 

Menurut Rofikoh, penerapan nilai keberlanjutan atau sustainability yang dilakukan lembaga keuangan, khususnya bank juga berperan penting bagi UMKM dan ultramikrp. 
Salah satu cara adalah penyaluran pembiayaan untuk UMKM.

Pemberian kredit otomatis berdampak pada peningkatan inklusi keuangan masyarakat.  Pada tahun 2019, tingkat inklusi keuangan masyarakat Indonesia berada di angka 76,19 persen. Angka ini menunjukkan bahwa belum semua penduduk Indonesia dapat menikmati akses jasa keuangan, dan sebagian di antaranya bisa jadi merupakan pelaku UMKM. Padahal salah satu penentu keberlangsungan suatu usaha adalah kemampuannya memperoleh akses permodalan yang terjangkau. 

Sampai Desember 2020, UMKM mendapatkan pembiayaan dari perbankan sebesar Rp1.091 triliun.  Jumlah itu baru sekitar 25 persen dari total kredit yang disalurkan oleh perbankan.

Baca Juga: KUR dari Bank BRI bisa jadi solusi bagi UMKM di tengah pandemi

Opik panggilan karib Rofikoh menyebut, ada empat alasan sulitnya UMKM mendapat akses pembiayaan formal. Pertama, adanya information opacity  alias kekurangan informasi. Ini karena UMKM biasanya tidak masuk audit lembaga perbankan, minim menggunakan teknologi, dan asetnya tidak dijamin.

Kedua, ada information asymmetry yang berujung pada terjadinya credit rationing dari bank. Rasionalisasi kredit menyebabkan banyak pelaku UMKM yang dibebankan biaya pembiayaan tinggi oleh bank, untuk mengantisipasi potensi default dari debitur.

Ketiga, adanya kondisi granularity atau karakter pembiayaan UMKM yang selama ini banyak tapi tersebar kecil-kecil. Keempat, meningkatnya monitoring cost perbankan untuk mengawasi pembiayaan granular, sehingga mengurangi efisiensi lembaga keuangan.

Hal-hal itu yang menuntut transformasi antar lembaga-lembaga keuangan untuk meningkatkan kolaborasi demi penguatan jejaring perbankan pada sektor UMKM.

Menurutnya, penyaluran kredit kepada UMKM ini tidak cukup hanya dilakukan oleh sektor perbankan, melainkan juga berbagai lembaga. Antara lain: Permodalan Nasional Madani (PNM) dengan produk ultra mikro (UMi) Mekaar secara berkelompok kepada lebih dari 8 juta wanita dari keluarga pra-sejahtera.

Baca Juga: Simak kiat sukses mengatur keuangan para ibu di masa pandemi

Lalu ada Pegadaian yang juga penyaluran pembiayaan UMi kepada sekitar 219 ribu nasabah serta Bahana Artha Ventura juga sekitar 270 ribu nasabah UMi.

Penyelenggaraan kebijakan kredit usaha rakyat (KUR), kata Opik juga membantu UMKM karena persyaratan yang mudah. KUR banyak digunakan untuk perluasan usaha, serta peningkatan kegiatan sektor produktif dengan penerapan konsep creating shared value yang memperhatikan aspek sosial dan lingkungan.

Menurutnya, akses permodalan yang luas dan dukungan dari banyak lembaga memberi UMKM kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan skala usaha. "Tak hanya menciptakan semangat sharing economy, kolaborasi antarlembaga keuangan juga akan berdampak pada peningkatan inklusivitas, produktivitas, dan peningkatan pendapatan masyarakat," ujar Opik. 

Pertumbuhan skala bisnis dan peningkatan transaksi UMKM, menurutnya,  akan berdampak langsung terhadap trafik atas  aktivitas lembaga keuangan. Pada akhirnya, bank juga bisa meraih keuntungan lewat peningkatan penyaluran pembiayaan UMKM

"Ini juga sejalan dengan pengertian mengenai social banking atau social finance bahwa industri keuangan selayaknya mengembalikan penggunaan uang kepada kehidupan nyata atau ekonomi riil. Misi sosial ini mampu diperluas dengan adanya penyaluran dana dari perbankan melalui lembaga keuangan mikro," ujar Opik.

Dengan penggabungan kontribusi dari berbagai pemangku kepentingan, lembaga keuangan diharapkan dapat memperkuat tujuan untuk menyeimbangkan peran secara sosial dan pencapaian profit. "Hal ini merupakan salah satu cara untuk memperkuat peran sektor keuangan dalam membantu masyarakat dalam mencapai tujuannya dan menjadi sistem pendukung di dalam masyarakat," kata Opik.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Titis Nurdiana

Terbaru