KESEHATAN - JAKARTA. Neurofibromatosis (NF) adalah kelompok penyakit langka, ditandai dengan pertumbuhan
tumor abnormal pada sistem saraf. Ada dua tipe utama neurofibromatosis yang sama-sama mempengaruhi jaringan saraf, namun memiliki karakteristik dan gejala klinis berbeda.
Pertama, neurofibromatosis tipe 1 (NF1) merupakan bentuk paling umum, mencakup sekitar 96% dari seluruh kasus. Biasanya ditandai dengan munculnya bercak café-au-lait pada kulit, neurofibroma (tumor pada saraf), serta gangguan lain seperti kesulitan belajar.
Kedua, neurofibromatosis tipe 2 (NF2) lebih jarang ditemukan. Umumnya ditandai oleh gangguan pendengaran akibat tumbuhnya schwannoma vestibular (tumor pada saraf pendengaran). Disertai gejala neurologis lain seperti gangguan keseimbangan atau kelemahan otot.
Siti Nadia Tarmizi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan
Indonesia menyampaikan, sekitar 27 juta orang Indonesia berisiko mengalami penyakit langka. Sebanyak 50% di antaranya adalah anak-anak, dan 30% dari mereka tidak bertahan hidup hingga usia lima tahun.
"Pada tahun 2024, sekitar 75% kematian di Indonesia disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular (PTM), termasuk penyakit langka seperti NF1,” ujar Siti Nadia Tarmizi, dalam penjelasannya, Rabu (21/5).
Baca Juga: Kasus Terus Naik, Stok Obat TBC di Indonesia Menipis
Prof. Damayanti Rusli Sjarif, Dokter Spesialis Anak, Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Anak menerangkan, NF1 merupakan kelainan genetik langka yang bersifat multisistemik, dapat dikenali sejak usia dini, dan harus ditangani secara serius.
Gejala awalnya sering tidak dikenali sebagai bagian dari penyakit. Padahal bisa berkembang menjadi tumor di jaringan saraf dan berdampak pada berbagai organ.
"Penanganan NF1 tidak bisa dilakukan oleh satu spesialis saja—ini adalah kondisi yang membutuhkan kolaborasi dari tim medis multidisipliner sejak awal," tegas Damayanti.
KIni anak-anak dengan NF1 yang mengalami neurofibroma pleksiform (NP) dan tidak dapat dioperasi kini memiliki akses terhadap Selumetinib. Ini adalah terapi pertama yang diakui secara global untuk rentang usia 3 tahun ke atas dengan NF1 simptomatik.
Kehadiran Selumetinib menandai kemajuan pengelolaan NF1 yang selama ini terbatas pada observasi atau pembedahan berisiko tinggi. Hal ini menjadi langkah pertama dalam memperkuat pentingnya deteksi dini dan pendekatan perawatan multidisplin guna memastikan individu dengan NF1 mendapatkan penanganan lebih efektif dan komprehensif
dr. Feddy, Medical Director AstraZeneca Indonesia menyampaikan, penyakit langka seperti NF1 membawa tantangan klinis yang nyata, terutama bagi anak-anak. Adanya Selumetinib di Indonesia, menjadi harapan inovasi penanganan dan perawatan yang sebelumnya masih terbatas.
"Inovasi ini diharapkan menjadi langkah awal untuk tantangan besar dalam pengelolaan penyakit langka, khususnya NF1. Dengan menekankan pentingnya deteksi dini, diagnosa yang tepat, serta penangangan tepat waktu, inisiatif ini diharapkan dapat mendorong terbentuknya sistem layanan kesehatan yang lebih baik bagi penyintas penyakit langka di Indonesia, papar Feddy.
NF1 adalah penyakit langka yang nyata dan berlangsung seumur hidup, yang berdampak besar terhadap masa depan anak-anak. Seperti banyak penyakit langka lainnya, perjalanan menuju diagnosis sering kali rumit dan penuh ketidakpastia.
Melalui kolaborasi lintas sektor, kami ingin mendorong terbentuknya sistem kesehatan yang lebih inklusif dan responsif terhadap penyakit langka seperti NF1,” ujar Esra Erkomay, Presidden Direktur AstraZeneca Indonesia.
Selanjutnya: Pendapatan Premi Asuransi Kumpulan Prudential Capai Rp 317 Miliar di Kuartal I-2025
Menarik Dibaca: Mei Lebih Mesra dengan Promo Romantis Kopi Kenangan 3 Roti/Donut Mulai Rp 27.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News