Kisah menteri perempuan pertama di Indonesia, Maria Ulfah

Selasa, 07 Desember 2021 | 12:25 WIB   Penulis: Virdita Ratriani
Kisah menteri perempuan pertama di Indonesia, Maria Ulfah


PROFIL - Jakarta. Sejak tahun 1950, Indonesia sudah memliki menteri perempuan. Menteri perempuan pertama di Indonesia adalah Maria Ulfah yang menjadi menteri di tahun 1950.

Maria Ulfah lahir di Serang, 18 Agustus 1911 dan putri dari Raden Adipati Arya Mohammad Ahmad seorang Bupati Kuningan dan R.A Hadidjah Djajadiningrat. 

Maria Ulfah memiliki adik yaitu Iwanah dan yang bungsu bernama Hatnan. Dirangkum dari laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Maria Ulfah mulai bersekolah saat ayahnya dipindahkan ke Jakarta pada 1917. 

Maria Ulfah bersekolah di Sekolah Dasar di Jalan Cikini lalu pindah ke SD di Willemslaan (kini Jalan Perwira). Setelah lulus, Maria Ulfah masuk ke Sekolah Menengah Koning Willem III School pada 1924.

Baca Juga: Sejarah Hari Ibu tanggal 22 Desember, diperingati di Indonesia sejak masa Orde Lama

Belajar di Belanda

Pada tahun 1929, menteri perempuan pertama Indonesia tersebut melanjutkan sekolah ke negeri Belanda mengambil bidang hukum di Universitas Leiden. 

Lalu, Maria Ulfah berhasil meraih gelar sarjana hukum pada usia 22 tahun pada 21 Juni 1933 yang membuat dirinya menjadi sarjana hukum wanita Indonesia pertama.

Selama di Belanda, Maria Ulfah merasakan adanya nuansa kebebasan, tidak seperti di tanah air. Aktivitasnya dalam dunia pergerakan, baru digeluti saat berkenalan dengan Sutan Syahrir yang mengajaknya ke pertemuan-pertemuan politik seperti Liga Anti Kolonialisme di Leiden.

Pada Desember 1933, Maria Ulfah kembali ke Indonesia setelah lulus kuliah di Belanda. 

Baca Juga: Bukan Angka Acak, Ini Dia Arti Angka NIK pada KTP

Karier dan aktivitas pergerakan Maria Ulfah

Selanjutnya, berikut adalah sejumlah karier yang dijalani oleh Maria Ulfah, menteri perempuan pertama di Indonesia.  

Sejak Januari 1934, Maria Ulfah bekerja di kantor Residen Cirebon dengan tugas menyusun peraturan lalu lintas.

Pada September 1934, Maria Ulfah mengajar di sekolah Muhammadiyah di Jalan Kramat Raya 49 supaya terlepas dari ikatan sebagai pegawai pemerintah. 

Di sekolah Muhammadiyah inilah Maria Ulfah bertemu dengan Santoso Wirodihardjo yang akhirnya menikah pada 28 Februari 1938.

Baca Juga: LPEM FEB UI: Kehadiran Grab turut tingkatkan aktivitas ekonomi di Jayapura dan Kupang

Selain itu, Maria Ulfah juga mengajar di Sekolah Menengah Perguruan Rakyat yang didirikan oleh para aktivis pejuang kemerdekaan. Aktivitas mengajar dilakukan hingga 1942.

Pada masa Jepang, Maria Ulfah tergabung di dalam Putera sebagai Majelis Pertimbangan yang dibentuk oleh Jepang pada 16 April 1943 dan dipimpin oleh Empat Serangkai, yaitu Ir. Soekarno, Moh Hatta, Kyai Haji Mas Mansyur dan Ki Hajar Dewantara.

Maria Ulfah juga diajak oleh Prof. Soepomo untuk bekerja di Departemen Kehakiman dari 1942-1945. Maria Ulfah memiliki tugas untuk menerjemahkan undang-undang dan peraturan-peraturan dari bahasa Belanda ke dalam bahasa Inggris.

Menjadi pegawai Departemen Kehakiman membuat Maria Ulfah turut serta menjadi anggota BPUPKI yang dibentuk Jepang pada 1 Maret 1945. 

Baca Juga: Kementerian BUMN dorong transformasi human capital menghadapi era digital

Menjadi menteri perempuan pertama di Indonesia

Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan Maklumat Pemerintah 14 November 1945 mengenai susunan kabinet di bawah perdana menteri, maka dimulailah perombakan bentuk struktur pemerintahan menjadi parlementer dengan munculnya jabatan perdana menteri. 

Perdana Menteri terpilih adalah Sutan Syahrir. Lalu, Sutan Syahrir mengangkat Maria Ulfah menjadi perwira penghubung antara pemerintah Republik Indonesia dengan kantor penghubung di Indonesia.

Pada saat Sutan Syahrir membentuk kabinet kedua pada 12 Maret 1946, Maria Ulfah diangkat menjadi Menteri Sosial yang bertugas melaksanakan proyek repatriasi tawanan perang Jepang yang masih tinggal di daerah Republik Indonesia.

Hal itu membuat Maria Ulfa menjadi menteri perempuan pertama di Indonesia. Setelah ibukota dipindahkan ke Yogyakarta maka seluruh anggota kabinet pun turut serta.

Baca Juga: Jokowi fokus bahas UMKM dan perubahan iklim dalam KTT ABAC

Pada Minggu, 19 Desember 1948, Belanda menyerang pusat pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta dengan menggempur Lapangan Terbang Maguwo dan mendaratkan pasukan terjun payung. Peristiwa tersebut membuat ibu kota Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda. 

Jatuhnya ibu kota Yogyakarta ke tangan Belanda juga ditambah kesedihan lain yang menimpa Maria Ulfah yaitu tewasnya sang suami Santoso Wirodihardjo yang diberondong tembakan dari serdadu Belanda saat akan kembali pulang ke tempat kerjanya di Solo. 

Pada saat itu, Santoso menjabat sebagai Sekretraris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemudian, pada 10 Januari 1964, Maria Ulfah menikah dengan Soebadio Sastrosatomo, seorang anggota Partai Sosialis Indonesia. 

Pernikahan ini bertahan hingga Maria Ulfah menghembuskan nafas terakhirnya pada 15 April 1988. 

Menteri perempuan pertama di Indonesia ini dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Itulah kisah Maria Ulfah, menteri perempuan pertama di Indonesia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 3 Tampilkan Semua
Editor: Virdita Ratriani

Terbaru