Kunci keamanan anak-anak di dunia maya: orang tua, perusahaan internet dan aplikasi

Sabtu, 13 Februari 2021 | 16:51 WIB   Reporter: Ahmad Febrian
Kunci keamanan anak-anak di dunia maya:  orang tua, perusahaan internet dan aplikasi

ILUSTRASI. Siswi mengakses internet disela-sela peluncuran program #TangkasBerinternet di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (10/2/2020). TRIBUNNEWS/DANY PERMANA


INDUSTRI INTERNET -  JAKARTA.  Pandemi menyebabkan banyak kegiatan masyarakat melalui online. Termasuk anak-anak. Kenyataan inui membutuhkan perhatian ekstra.

Survei Google dan Trust and Safety Research menunjukkan, 51% orangtua dari anak yang belajar dari ruumah selama pandemi merasa lebih khawatir soal keamanan online.  Ada tiga kekhawatiran terbesar orang tua saat ini. Yaitu keamanan informasi anak, interaksi anak di internet, dan konten yang dikonsumsi anak. 

Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementeriam Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Ciput Eka Purwianti mengungkapkan, anak-anak di usia sekolah memang menjadi salah satu pihak yang paling rentan di ruang maya. Mengutip sebuah riset, Ciput mengungkapkan beberapa risiko utama mengancam anak-anak ketika berselancar di dunia maya. 

Yakni rentan menerima serangan siber, menerima konten yang berisi eksploitasi seksual, tindakan menyakiti diri sendiri, bunuh diri, konten pronografi hingga konten berbau radikalisme. Selajutnya anak-anak juga rentan mengalami adiksi siber, seperti ketagihan gadget atau konten di internet. 

Bagi orang tua khususnya, perlu menerapkan strategi  agar melindungi anak aman dalam berselancar di internet agar anak mendapatkan manfaat  dari internet. "Kuncinya adalah literasi digital.  Keluarga dan anak punya kapasitas untuk melindungi diri mereka masing-masing dari berbagai bentuk kejahatan di ranah online tanpa meniscayakan semua manfaat baik dari teknologi informasi," ujar Ciput, dalam webinar, Selasa (9/2). 

Online Safety Education Lead Google, Lucian Teo memaparkan, orang tua perlu membangun kepercayaan dengan anak. Dengan begitu, diharapkan anak-anak akan selalu terbuka kepada orang tuanya terkait aktivitas online yang mereka kerjakan. 

Orang tua bisa memanfaatkan fitur safe search pada Google Search, mode terbatas pada Youtube, atau menggunakan aplikasi Family Link untuk mengontrol aktivitas online anak. Dengan begitu diharapkan bisa meminimalkan anak menemui konten yang tidak pantas.

Kendati begitu perlu juga ada perhatian terhadap isi konten. Seperti di TikTok. Sejatinya aplikasi populer ini amat banyak manfaat, kreatif dan membawa tren serta menjadi referensi sebuah kejadian. Namun pengelola TikTok Indonesia  harus lebih aktif mengawasi beberapa lagu.

Seperti belum lama ini ada liringan musik yang menjadi populer dan pengiring menjadi pengiring berjoget penggunanya, seperti judul Kutukan Mantan atau Jatah Mantan. Dari sisi lirik, kedua lagu itu amat tidak pantas dikonsumsi anak-anak. 

Padahal beberapa pengguna konten aplikasi tersebut masih di bawah 18 tahun. UU Nomor 35 tahun 2014 memberikan definisi, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ahmad Febrian

Terbaru