BAGI KALANGAN ahli hisap nikotin alias pecandu rokok, boleh jadi, korek api merupakan benda terpenting untuk menikmati kebiasaan jeleknya itu. Ya, tentu saja, seperti kata peribahasa, tidak ada asap kalau tidak ada api.
Karena itu, tidak sedikit para perokok yang gemar mengoleksi korek api. Dari sekian banyak kolektor korek api, ternyata di negeri ini ada juga yang keranjingan mengoleksi korek Zippo. Itu, lo, korek api yang bisa mengeluarkan suara “cling..!” jika tutup pemantik apinya dibuka.
Selain dentingannya yang khas itu, bagi para penggemarnya, tampilan Zippo dipandang lebih elegan dibanding dengan korek api biasa. Tongkrongannya pun macho. Inilah yang membuat korek api made in Amerika Serikat ini begitu digandrungi para kolektor.
Belakangan, para maniak Zippo mempersatukan diri dalam sebuah wadah: Komunitas Zippo. Tentu, kita bertanya-tanya, sehebat apa, sih, korek api ini sehingga penggunanya atau kolektornya perlu menghimpun diri seperti itu?
Herianda Latief, pendiri Komunitas Zippo, menjelaskan bahwa Komunitas Zippo resmi berdiri pada 22 Agustus 2005. Awal mula terbentuknya komunitas ini juga tidak disengaja. Suatu ketika, kenang pria paruh baya ini, dia dan sejumlah kolektor Zippo lainnya bertemu di sebuah toko Zippo di bilangan Jatinegara, Jakarta Timur.
Dalam pertemuan itu, mereka saling bertukar informasi soal Zippo. Nah, rupanya pertemuan terus berlanjut, hingga kemudian Herianda dan para pecinta Zippo sepakat membentuk sebuah komunitas.
Herianda mengaku, awalnya dia dan teman-temannya kesulitan menjaring anggota komunitas. Maklum, mencari kolektor Zippo juga tak gampang. Lagi pula, “Para pedagang Zippo tidak pernah mencatat para pelanggan yang membeli Zippo di tokonya,” ucap Herianda.
Namun, kesulitan itu tak membuat Herianda dan teman-temannya patah semangat. Untuk menjaring anggota komunitas, mereka membuka situs khusus di internet. “Melalui situs, kami berharap dapat menjaring para kolektor Zippo di dunia maya,” kata Herianda, yang kini mengoleksi 50 Zippo.
Lewat situs id-zippo@yahoogroups.com itulah, Herianda mengajak para penggemar Zippo di Tanah Air untuk ikut bergabung. Gayung bersambut, animo menjadi anggota Komunitas Zippo terus berdatangan.
Anggota Komunitas Zippo pun terus bertambah. Saat ini, ungkap Herianda, anggota komunitasnya yang aktif berkomunikasi lewat dunia maya mencapai sekitar 500 orang.
Dalam berkomunikasi, biasanya mereka bertukar informasi tentang Zippo, dari soal harga sampai keaslian Zippo koleksinya. “Manfaat yang diperoleh anggota dari menjalin komunikasi adalah mendapatkan informasi toko-toko penjual Zippo asli dan onderdilnya,” kata dia.
Barter koleksi
Namun, mereka tak hanya bertemu di jagat maya. Mereka bertemu juga di dunia nyata. Biasanya, pertemuan berlangsung di pusat perbelanjaan atau mal. “Tapi, jadwalnya tidak menentu, kadang bisa sebulan sekali,” tambah dia. Saat berkumpul, biasanya anggota komunitas saling menunjukkan koleksi Zippo miliknya yang paling tua dan unik bentuknya.
Selain membahas dan saling pamer koleksi Zippo, anggota komunitas juga kerap jual beli Zippo. Kegiatan itu diperbolehkan karena komunitas ini tidak mengikat para anggotanya. “Kami juga acap barter koleksi Zippo. Tapi, harga dan usia Zippo yang dibarter nilainya harus setara,” kata Herianda yang juga seorang perokok.
Herianda bilang, dalam memburu Zippo, lazimnya anggota komunitasnya lebih memilih Zippo berusia tua. Bahkan, ada juga yang melihat nilai jual Zippo dari sejarahnya. “Contohnya, salah satu Zippo koleksi saya adalah edisi perang Vietnam, harganya sekitar Rp 1 juta,” kata si pengusaha ini, bangga.
Menurut dia, semakin tinggi nilai sejarah Zippo, semakin tinggi pula harga jualnya. Itu sebabnya, ada anggota komunitasnya yang memburu Zippo yang kondisi fisiknya tidak utuh lagi. Misalnya, pernah terkena mortir peluru saat perang Vietnam. Nah, untuk Zippo seperti itu, harga jualnya bisa mencapai Rp 10 juta per unit.
Hanya, memang, tidak mudah untuk mencari Zippo yang memiliki nilai sejarah tinggi. Karena itu, untuk bisa mengoleksi Zippo jenis itu, Herianda acap berburu hingga ke Vietnam atau Amerika Serikat. “Yang membanggakan, kalau mencari ke luar negeri lalu mendapat Zippo dengan label negara tersebut,” kata dia.
Tujuan berburu ke luar negeri, selain mencari model unik, juga berburu Zippo yang belum dikoleksi oleh anggota komunitas lain. “Seperti sekarang, saya sedang mengumpulkan jenis Zippo edisi Perang Vietnam,” ungkap Herianda.
Herianda sendiri mulai me-ngoleksi Zippo setelah melihat film Perang Vietnam. Di film itu, banyak tentara Amerika yang menggunakan pemantik Zippo.
Jika berburu di dalam negeri, sambung Herianda, selain ke toko khusus Zippo, ia juga sering berburu ke sejumlah pasar loak. Agar tidak terjebak pada Zippo palsu, Herianda pun teliti memeriksa fisik hingga onderdilnya untuk memastikan keaslian korek api itu. “Soalnya, waktu pertama kali beli, saya pernah kena tipu membeli Zippo palsu,” kata dia.
Menurut Herianda, Zippo tertua miliknya keluaran 1986. Soal harga, Zippo yang dia beli mulai dari Rp 50.000 hingga Rp 1 juta per buah.
Yordiansyah, seorang profesional di bidang TI, menceritakan ia memilih bergabung di komunitas karena awalnya kesulitan mendapatkan Zippo asli di Jakarta. Sebab, di pasaran banyak beredar Zippo palsu buatan China. “Dengan adanya komunitas, saya banyak mendapat petunjuk di daerah mana saja saya dapat membeli Zippo asli,” kata dia.
Lantas, bagaimana menilai tingkat keaslian Zippo? Menurut Yordiansyah, salah satu cara mengukurnya ialah dengan melihat sensitivitas Zippo saat dinyalakan. Pada Zippo yang asli, cukup digoreskan di tempat kasar, di mana saja, seketika langsung menyala.
Yordiansyah mengaku mulai mengoleksi Zippo sejak duduk di bangku kelas II SMP, sekitar 1988-1989 lalu. Salah satu alasannya mengoleksi Zippo lantaran korek api ini bisa dipakai sepanjang masa dan di saat apa saja, termasuk di tengah hujan. Tidak seperti korek api pada umumnya, jika habis isinya, langsung dibuang. “Jadi, selain bentuknya unik, Zippo juga awet dipakai,” tutur dia.
Saat ini, Yordiansyah memiliki 20 buah Zippo. Di antara Zippo koleksinya, ia sangat mengagumi Zippo edisi High Polish Chrome (HPC) polos produksi 1996 yang dia beli di Jakarta. Selain itu, Zippo HPC berlogo bendera Amerika (1996) dan slim logo Mercedes Benz (1993) dari Los Angeles, serta Zippo HPC logo siluet Kota Dubai (2008) dari Dubai, Uni Emirat Arab. “Harganya standar, berkisar antara US$ 20-US$ 40 per buah,” ungkap dia.
Anggota Komunitas Zippo lainnya adalah Ciput Putrawi-djaja yang mengoleksi 10 Zippo.Menurut kontraktor ini, dia mendapat banyak manfaat dengan bergabung di komunitas.
Sebab, selain menjadi sarana membangun relasi dan menambah teman, komunitasnya juga memberikan informasi berharga seputar Zippo. Sebelumnya, ia sering kesulitan mencari onderdil, minyak, dan kapas Zippo. Maklum, “Toko yang menjajakan makin sedikit,” ujar dia.
Ada kisah lucu sebelum Ciput bergabung di Komunitas Zippo. Suatu ketika dia ingin memperbaiki Zippo miliknya di sebuah toko Zippo. Saat itu, si pemilik toko kaget karena Zippo-nya ternyata Seri I, yang tergolong sangat terbatas barangnya. Maklum, Zippo jenis itu adalah keluaran tahun 1930, tahun pertama kali korek api ini diproduksi. “Saya agak kaget juga, ternyata Zippo saya adalah keluaran tahun pertama yang ber-edar di dunia,” kata dia.
Tentu saja, Ciput merasa beruntung memiliki Zippo tersebut. Padahal, awalnya ia tidak mengerti soal jenis dan model Zippo. Nah, kini setelah masuk Komunitas Zippo, Ciput jadi lebih paham mengenai keaslian sebuah korek api Zippo.
Segudang Sejarah Zippo BENDA yang memiliki nilai historis tentu layak untuk dikoleksi. Tidak terkecuali korek api Zippo. Pemantik api tahan banting yang diciptakan oleh George G. Blaisdell, seorang warga Amerika Serikat pada tahun 1930-an, ini juga menyimpan segudang sejarah. Menurut cerita yang didapat Ciput Putrawidjaja, konon di zaman Perang Vietnam jilid II (1965-1975) antara rakyat Vietnam dan serdadu Amerika Serikat, Zippo menjadi sumber malapetaka bagi tentara Amerika. Syahdan, ketika beristirahat di malam hari setelah seharian bertempur, para serdadu Amerika dilarang merokok. Tujuannya adalah untuk menghindari dari intaian musuh. Sebab, jika merokok, keberadaan mereka akan diketahui oleh musuh dan bisa menjadi sasaran empuk bagi para penembak jitu tentara Vietcong. Maklum, Zippo memang memiliki suara khas “cling...!” jika tutup pemantik apinya dibuka. Itu menjadi pertanda keberadaan tentara AS. Begitulah, Ciput mengutip sahibul hikayat, korek api Zippo menjadi biang keladi kekalahan tentara Amerika. Berkat bumbu cerita perang macam itu pula, para kolektor banyak memburu Zippo yang bentuknya sudah tidak utuh lagi. “Banyak anggota komunitas kami menemukan Zippo tidak lagi utuh karena terkena peluru ataupun mortir tentara Vietnam,” kata Ciput. Kendati informasi tersebut belum teruji keabsahannya, banyak kolektor Zippo yang meyakini, pada masa Perang Vietnam serdadu Amerika kerap menyulut rokok saat berjaga. Akibatnya, lokasi persembunyian sering ketahuan hingga gampang dihancurkan musuh. Karena itu, hingga kini, lokasi perburuan Zippo para anggota komunitas terpusat di Vietnam. Sebab, di sana banyak orang memperjualbelikan Zippo eks-tentara Amerika Serikat. Herianda Latief, pendiri Komunitas Zippo, mengamini cerita Ciput. Bahkan, ketika membeli Zippo di Vietnam, ia juga mendapat cerita langsung dari si penjual Zippo. Kata si penjual itu, Zippo itu bekas milik serdadu AS. Si penjual juga mengatakan, akibat serdadunya menggunakan Zippo, Amerika kalah telak dari Vietnam. “Makanya, banyak peninggalan Zippo yang fisiknya sudah rusak,” kata Herianda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News