Nostalgia sambil menikmati segarnya minuman jadul di Kota Tua

Sabtu, 08 Desember 2018 | 18:11 WIB   Reporter: RR Putri Werdiningsih
Nostalgia sambil menikmati segarnya minuman jadul di Kota Tua

ILUSTRASI. Cafe Acaraki


KOTA TUA - JAKARTA. Kota Tua Jakarta menyimpan banyak cerita. Selain bangunan eksotik peninggalan zaman kolonial, di kawasan ini juga terdapat aneka kuliner dan kafe unik.

Salah satunya Café Jamu Acaraki. Dari namanya sudah jelas menunjukkan kalau yang disajikan adalah jamu. Kata acaraki pada zaman Majapahit merupakan sebutan khusus untuk peracik jamu.

Untuk mengunjungi tempat ini, Anda harus cermat karena tidak ada papan petunjuknya. Lokasi kafe tidak jauh dari Museum Fatahillah, tepatnya di Gedung Kerta Niaga 3.

Saat memasuki areal lorong di gedung ini, Anda akan menemukan Acaraki tepat di sisi kanan. Tampilannya seperti kedai kopi kekinian.

Begitu masuk, akan tercium aroma rempah. Bau kunyit dan kencur langsung menjadi penanda kalau Anda sudah berada di lokasi yang tepat.

Kedai ini sengaja tidak memasang plang, karena sang pemilik Jony Yuwono mengikuti filosofi jamu sebagai harta tertimbun, sehingga untuk menemukannya perlu usaha. Sebagian besar pengunjung memang sempat tersesat lantaran mengira Acaraki sebagai kedai kopi.

Dekorasi Acaraki cukup mencuri perhatian. Dengan menggunakan desain dinding timbul ala gaya industrial modern, lampu-lampu yang unik dan pajangan barang-barang klasik membuatnya mirip dengan kedai kopi jaman now.

Meski jamu memiliki banyak varian, Acaraki hanya menyediakan olahan jamu beras kencur dan kunyit asam. Dua jenis jamu dasar itulah yang kemudian mereka kembangkan menjadi beberapa menu minuman.

Menu pertama yang kami pesan adalah Saranti Iced. Jamu beras kencur yang diberi susu, creamer dan gula. Menu ini menjadi best seller di Café Jamu Acaraki.

Tampilannya minuman ini cukup sederhana. Sepintas seperti segelas es susu putih. Ketika dicicipi rasanya seperti menikmati es susu almond. Ada rasa gurih seperti kacang tetapi sensasi kencurnya tetap terasa. “Pengunjung menyukai Saranti karena rasanya tidak seperti meminum jamu yang identik dengan rasa pahit,” terang Johan Sihombing, Manager Cafe Jamu Acaraki.

Lain halnya dengan minuman kunyit asam tubruk. Secara rasa tak jauh berbeda dengan jamu kunyit asam pada umumnya. Namun, caranya penyajiannya sudah mencuri perhatian.

Kunyit tubruk ini disajikan dengan alat frenchpress yang disertai dengan pilihan gula putih atau gula aren. Pokoknya tak kalah dengan penyajian teh atau kopi di kedai kopi.

Di Acaraki, Anda juga akan menemui banyak peralatan tempur kedai kopi seperti mesin kopi dan alat seduh kopi V60. Hanya saja, alat-alat itu digunakan untuk mengolah jamu. Misalnya pemrosesan bahan baku beras dan kencur menjadi jamu, melalui proses roasting layaknya kopi. Proses ini menghasilkan aroma kencur yang lebih kuat.

Johan mengakui Cafe Jamu Acaraki mengadopsi konsep kedai kopi global. Selain jamu, tempat ini juga menyediakan etalase untuk kue. Pilihannya masih terbatas sekitar tiga atau empat menu saja. “Kami memang menonjolkan jamu. Kalau makanan di kafe lain sekitar sini kan banyak,” terang Johan.

Minuman terakhir yang kami pesan adalah menu baru yaitu Berkesan. Minuman ini terdiri dari campuran beras kencur, santan dan gula jawa. Sekilas rasanya mirip es dawet. Penyajiannya juga menggunakan hiasan daun pandan. Namun, lagi-lagi rasa kencurnya tetap berasa menyelinap di mulut.

Sayangnya, kami gagal mencicipi menu spesial Acaraki, Dutch Jamu. Ini adalah cold brew versi jamu. Beras kencur dan kunyit asam diseduh dengan air dingin menggunakan teknik tetes selama 8 jam. Dalam sehari hanya tersedia 2 porsi untuk masing-masing jenis.

Saat bertandang kesana, tetesan Dutch Jamu ini masih sedikit. Meski begitu, wanginya cukup menggoda. Untuk menikmatinya Anda bisa memesannya terlebih dahulu melalui telepon.

Rempah berbagai daerah

Untuk menjaga kualitas rasa, kafe ini mendatangkan bahan baku pilihan dari daerah. Sebab, rempah-rempah yang dihasilkan tiap daerah bervariasi rasanya, karena iklim dan kontur tanah tempat menanam juga beda. Misalnya kencur dari Lampung rasanya beda dengan kencur Wonogiri. Kencur Lampung aromanya tajam tetapi rasanya ringan, sedangkan sebaliknya kencur Wonogiri aromanya soft tapi rasanya lebih kuat. Sementara kunyit dibeli dari Sidoarjo dan Majalengka. Rempah yang berkarakter ini jadi andalan Acaraki. “Kami mengadopsi apa yang dilakukan industri kopi,” cetus Johan.

Keragaman rasa ini yang membuat Acaraki ramai pengunjung di akhir pekan. Kebanyakan yang datang adalah konsumen yang penasaran dengan menu jamu, turis yang sedang berkunjung ke Kota Tua, atau pecinta jamu.

Seperti Lidya. Wanita berusia 36 tahun yang berprofesi sebagai tour guide ini memang penyuka jamu. Biasanya ia membeli jamu botolan secara online. “Kesukaan saya jamu kunyit asem, tapi ini lagi nyoba beras kencur,” ujarnya.

Soal harga juga bersahabat, mulai dari Rp 20.000 sampai Rp 35.000. Jadi, pengen menjajal minuman tradisional sehat?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .
Terbaru