Pengukuhan Kajang demi mempertahankan adat

Rabu, 28 Agustus 2019 | 12:50 WIB   Reporter: Yusuf Imam Santoso
Pengukuhan Kajang demi mempertahankan adat

Pantai Bulukumba, Sulsel


PENGELOLAAN MASYARAKAT ADAT - MAKASSAR. Masyarakat adat sering kali dianggap jauh dari peradaban dan kesenjangan sosial ekonomi. Kondisi masyarakat adat Kajang, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan.

Sejak tahun 2015 pengukuhan adat Kajang telah resmi diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bulukumba, nomor 9 tahun 2015. 

Wakil Bupati Bulukumba Tomy Satria mengatakan pengukuhan kajang bertujuan untuk mempertahankan adat masyarakat Kajang.

Dalam perda tersebut menyatakan bahwa Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang yang masih hidup dan menempati wilayah tertentu perlu pengaturan berupa pengukuhan, pengakuan hak, dan perlindungan hak sebagai salah satu upaya yang harus dilakukan dalam rangka melaksanakan amanat konstitusi dan pemenuhan hak asasi manusia yang sangat diperlukan untuk pengembangan kehidupan dan keberadaannya secara utuh sebagai satu kelompok masyarakat.

Baca Juga: Ibu kota pindah, jual beli lahan di Kalimantan Timur bakal dibekukan sementara

Lebih lanjut, Perda 2015 ini menerangkan Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang memiliki Pasang ri Kajang yang merupakan sumber nilai yang mengatur seluruh sendi kehidupan Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang.

Adapun Perda tersebut berdasarkan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah kabupaten memiliki kewenangan untuk mengukuhkan, mengakui, dan melindungi keberadaan dan hak Masyarakat Hukum Adat di daerahnya melalui peraturan daerah.

Tomy mengatakan terbentuknya Perda Nomor 9 tahun 2015 atas bantuan kordinasi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). 

Direktur Hukum dan Advokasi AMAN Arman Muhammad mengatakan pengukuhan masyarakat Kajang sebagai bentuk pengakuan pemerintah dengan harapan tidak mengganggu kesejahteraan di sana.

AMN bekerjasama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) meneliti pada tahun 2018, masyarakat adat Kajang memiliki valuasi ekonomi seninal Rp 28,92 miliar per tahun. Nilai Ekonomi Total (NET) yang diteliti adalah nilai guna langsung berupa komoditas
hasil hutan, kebun, pertanian & peternakan.

Baca Juga: Ini alasan mengapa jadi spekulan tanah di ibu kota baru bakal rugi besar

Selanjutnya nilai guna tidak langsung yaitu nilai jasa lingkungan (ekologis) berupa fungsi hidrologis, penyerapan karbon (CO2), dan wisata budaya. Kemudian nilai keberadaan hutan adat dan nilai kerajinan kain tenun. “Farung tenung bahan bakunya tidak ada kemudian dibatu oleh Pemda,” kata Arman saat kunjungan media beserta aman di Bulukumba, Makassar, Rabu (28/8).

Tomy menambahkan situasi masyarakat adat AMAN sederhana, tapi bisa dibilang berkecukupan. Adapun skema bantuan pemerintah setelah Perda Nomor 9 tahun 2015 terbit, terhadap masyarakat Kajang yakni pihak terkait melaporkan kepada Pemda tentang batuan atas kebutuhan masyarakat.

“Kami mendengarkan dan menghimpun apa yang dibutuhkan oleh masyarakat adat Kajang. Sebab kami tidak ingin mengganggu aturan adat Kajang,” kata Tomy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi

Terbaru