KEDAI soto itu tidak terlalu luas. Kain yang tergantung di terasnya bertuliskan soto kwali Bu Warti. Di dalam kedai terdapat lima buah meja kecil dengan empat kursi plastik di masing-masing meja.
Alunan lagu-lagu Jawa senantiasa menemani pengunjung bersantap. Saat berada di kedai sederhana Bu Warti, Anda yang berasal dari Jawa seakan berada di kampung halaman. Anyaman bambu yang dipajang di bagian dinding dan langitlangit kedai memperkuat kesan sederhana.
Namun kesederhanaan kedai soto ini tak mengurangi niat pengunjung menyantap segarnya soto kwali ini. Kedai yang terletak di Jl. Fatmawati Nomor 4A ini tak hanya kedatangan pengunjung dari para pekerja kantor sekitar. Banyak pengunjung kedai ini datang dari daerah pinggiran Jakarta, seperti Cibubur, Bekasi hingga Ciputat. "Mereka selalu datang di setiap akhir pekan," ujar Suwarti, pemilik kedai.
Bahkan artis seperti Jamal Mirdad dan Roy Marten, menjadi pelanggan kedai soto kwali ini. "Almarhum Amir Mahmud juga sering bertandang ke sini," ujar Sunarso, suami Suwarti.
Bumbu dari Solo
Sesuai namanya, kedai soto Bu Warti mempunyai sajian andalan soto kwali. Dinamakan soto kwali karena soto khas Solo ini memang dimasak dalam wadah tanah liat yang disebut kwali.
Terhidang di meja, soto ini berkuah bening. Rasa gurih langsung terasa ketika mulut menyeruput kuah soto. Pengunjung yang menginginkan kuahsegar bisa menambahkan perasan jeruk nipis. Biar rasanya lebih mantap, bisa juga Anda menambahkan kecap asin dan sambal.
Suwarti royal menaburkan suwiran daging ayam serta irisan daging sapi. Tak heran, ayam atau daging ini selalu terlihat setiap kali Anda menyendok soto. Taoge, sohun, daun bawang dan bawang goreng ikut melengkapi racikan soto kwali ini.
Untuk teman makan soto, tersedia sate ati ampela, sate telur puyuh, tempe bacem, tahu bacem di tiap meja.
Agar rasa tak melenceng dari aslinya, Suwarti selalu mendatangkan bumbu dari Solo setiap tiga bulan sekali. Suwarti lantas meracik bumbu itu dengan menumbuknya. "Saya tak pernah memakai blender untuk menghaluskan bumbu. Rasanya beda," kata Suwarti.
Seminggu sekali, Suwarti menyiapkan bumbu sotonya. Bumbu jadi itu kemudian disimpan dalam kulkas. "Asal semua bumbu sudah terendam dalam minyak, pasti awet," ujar Sunarso.
Meski kedai ini sederhana, Suwarti menggunakan bahan baku yang berkualitas. Untuk daging ayam, mereka hanya menggunakan daging bagian dada. "Dada ayam tak banyak lemak," ujar Suwarti.
Begitu pula dengan daging sapi. Mereka juga memilih daging yang bebas lemak, yaitu yang berasal dari bagian paha (gandeg).
Suwarti memang menghindari lemak untuk sotonya. "Ini permintaan pelanggan," kata Suwarti. Makanya, untuk kuah soto mereka menggunakan sumsum sapi. Suwarti juga membuang minyak bumbu yang biasa mengambang di kuah soto.
Dalam sehari, Suwarti mengolah tiga kilogram daging ayam dan sapi khusus untuk sotonya. Namun, bukan cuma soto yang tersedia di kedai soto kwali ini. Secara bergiliran, Suwarti juga menyediakan sayur asem, sop iga dan nasi rames. Sajian ayam dan bandeng presto juga menuai banyak penggemar. "Banyak kantor yang memesan untuk rapat," kata Suwarti.
Banderol harga soto kwali sesederhana nama dan bentuk bangunan resto ini. Untuk soto campur, Anda cukup membayar Rp 8.000 per mangkok. Sedangkan harga soto pisah Rp 10.000 semangkuk. Bandeng dan ayam presto dipatok Rp 12.000, sudah lengkap dengan nasi.
Saktinya Prinsip "Pembeli Adalah Raja" PEMBELI adalah raja. Sunarso dan Suwarti menerapkan prinsip itu dengan ketat selama tiga puluh tahun mengelola kedai soto. Mereka tak pernah ragu mendengarkan, bahkan mengikuti, saran maupun nasehat para pelanggan. Mereka percaya, saran para pelanggan akan memajukan usaha. Saat pertama Suwarti membuka kedai soto di penghujung tahun 1999, ia hanya menyajikan menu soto daging sapi. "Soto kwali khas Solo hanya menggunakan daging sapi," kata Suwarti yang mewarisi kemampuan meracik soto dari sang ibu. Namun, lantaran banyak pelanggan juga menanyakan soto ayam, Suwarti lantas menambah menu soto ayam di kedainya. Tak hanya itu, pemilihan daging di bagian-bagian tanpa lemak juga merupakan permintaan pelanggan. "Kami selalu mendengarkan mereka. Mungkin, pengunjung takut risiko kolesterol tinggi," kata Sunarso yang setiap hari mendampingi Suwarti di kedai yang buka dari pukul 07.00-19.00. Seiring dengan bertambahnya usia kedai, daftar menu resto ini semakin panjang. "Pengunjung meminta kami menyediakan menu-menu lain. Tentu, orang akan bosan jika hanya makan soto setiap hari," kata Suwarti. Jadilah, Suwarti menggilir menu pelengkap lain. Menu pendamping yang ada seperti sop iga atau nasi rames. Suwarti pun juga coba-coba meracik resep masakan ayam dan bandeng presto yang akhirnya juga disukai pelanggan. "Ini semua kami lakukan demi kesetiaan pelanggan," kata ibu lima orang anak ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News