Sensasi mengoleksi belati

Senin, 23 Mei 2011 | 09:10 WIB Sumber: Harian KONTAN, 21 Mei 2011
Sensasi mengoleksi belati

ILUSTRASI. Ini dia promo Hypermart periode 11 - 13 Agustus 2020 yang masih berlaku. Karyawan dan pengunjung mengenakan masker saat berbelanja di gerai ritel modern Hypermart, Jakarta, Senin (1/6/2020). KONTAN/Fransiskus Simbolon


Bagi sebagian orang, belati atau pisau mungkin hanyalah sebuah benda tajam atau salah satu peralatan dapur. Tidak demikian halnya bagi para kolektor belati. Bagi mereka, maknanya lebih daripada sekadar fungsi.

Simak saja penuturan I Gusti Kompyang Manila, yang sudah menjadi pengoleksi belati sejak tahun 1960-an. Pensiunan Jenderal Bintang Dua Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) ini memandang pisau sebagai benda yang mampu merekam jejak hidup para pemiliknya.

Lelaki yang karib disapa IGK Manila ini sudah jatuh cinta pada pisau sejak dia masih kanak-kanak. Sejak masa bocah, IGK Manila selalu terpesona oleh benda tajam nan mengkilat yang dipakai ibunya memasak di dapur. "Saya melihat benda itu unik, multifungsi, dan penuh kekuatan," ujarnya.

Mengoleksi pisau langka

Kegemarannya pada belati kian menggebu kala menjadi taruna di Akademi Militer (Akmil) tahun 1960-an. Dari situlah, ia mulai punya hasrat berburu dan mengoleksi pisau.

Selulusnya dari Akmil, IGK Manila kian sering bepergian ke luar kota dan luar negeri. Di sela-sela tugas itu ia berburu pisau. Ia bercerita, pada tahun 1978 ia bertugas sebagai liaison officer pasukan Garuda VIII dalam salah satu misi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).

Dalah tugas itu, ia mendapatkan salah satu koleksi pisau terbaik di dunia, yaitu pisau jenis Puma Bowie. Ia membeli pisau ini langsung dari pabrik Puma di Jerman. Untuk ukuran zaman itu, harga pisau ini terbilang mahal, sekitar Rp 2 juta. Sementara gaji IGK Manila kala itu tak seberapa. "Penjaga tokonya sampai bertanya, memangnya kamu mampu beli ini?" ungkap salah satu calon Ketua Umum PSSI ini.

Koleksi pisau lainnya yang dibanggakan Manila ialah Puma Pieter yang ia dapatkan tahun 1980-an. Ia membeli pisau ini seharga Rp 5 juta. Manila membeli Puma Pieter tak cuma untuk menambah koleksi, melainkan juga untuk menunjang operasi penggiringan gajah di Lampung. "Pisau ini berguna sekali dalam tugas yang bernama Operasi Ganesha itu," paparnya.

Selain membelinya sendiri, sebagian pisau Manila adalah hadiah dari kolega. Salah satu pisau hadiah yang istimewa baginya ialah pisau Puma dari Mantan KSAD Jend. Purn. Wismoyo Arismunandar. Pisau ini menjadi koleksi kesayangan karena ternyata di dunia hanya ada lima unit.

Hingga kini, Manila memiliki lebih dari 100 belati. Saking cintanya pada belati, Manila mengaku bisa melakukan apa saja. "Kalau ada kabar pisau bagus, segala urusan bisa saya batalkan," katanya.

Menurut Momon Ruchatman, pengelola perusahaan produsen pisau T Kardin Pisau Indonesia, pisau memang bisa menjadi benda seni multifungsi. Maka, banyak orang terhipnotis untuk mengoleksinya.

Pisau merek Teddy Kardin produksi perusahaannya, tutur Momon, juga telah banyak diburu kolektor dalam dan luar negeri. "Ada yang setiap bulan datang membeli koleksi baru," jelas Momon. Saban bulan, pabrik pisau tersebut bisa menjual sekitar 200 unit pisau seni dan 500 unit hingga 700 unit pisau komando.

Pantang putus asa

Jika Anda tertarik mengoleksi pisau, tak ada salahnya mengikuti beberapa saran berikut. Pertama, sadarilah mengoleksi pisau tidak mudah. Menurut IGK Manila, butuh waktu bertahun-tahun untuk benar-benar mengerti tentang seluk-beluk pisau. Tapi proses panjang ini pasti berbuah manis. Sebab, lambat laun kolektor pasti bisa membedakan antara pisau yang berkualitas tinggi dan yang palsu.

Lagi pula, menurut Manila, hobi ini cukup mengasyikkan. Mulailah dengan mencari informasi sebanyak mungkin tentang pisau. Dalam hal ini, Anda juga perlu mencari tahu soal jenis dan sejarah belati.

Informasi inilah yang bakal menjadi senjata ampuh ketika Anda berburu pisau. "Kalau banyak tahu, kita tidak bakal mudah dibohongi," tutur Manila.

Manila juga mewanti-wanti agar calon kolektor pisau jangan terlalu ambisius dalam berburu pisau. Menurutnya, kenikmatan berburu pisau justru terletak pada proses memburunya dalam jangka waktu panjang. Karena itu, kolektor harus menikmati perburuan pisau itu dan jangan putus asa.

Momon Ruchatman menambahkan, kolektor perlu menetapkan jenis pisau yang akan dia koleksi. Secara umum pisau ada empat jenis, yakni pisau tebas, sayat, lempar, dan tusuk. "Dengan banyaknya jenis pisau, ada baiknya menetapkan prioritas pisau yang akan diburu," ujarnya.

Kalau beberapa hal di atas sudah dilakukan, rasanya persoalan harga menjadi nomor sekian. Apa lagi, menjadi kolektor pisau tak selamanya berarti harus membeli. Tak jarang kolektor saling barter untuk memperoleh pisau unik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Catur Ari
Terbaru