Saat sedang sibuk menyiapkan standar prosedur operasional (SOP) penagihan kartu kredit baru-baru ini, Steve Marta sempat kewalahan. Bukan lantaran bahan materi SOP itu terlalu rumit. Tapi, ia repot menjawab banyak panggilan telepon genggamnya.
Dalam sehari, pria yang menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Kartu Kredit (AKKI) ini bisa menerima telepon empat jam nonstop. Banyak yang menghubungi Steve, mulai dari rekan kerja sampai wartawan. Tapi, yang paling merepotkan adalah menerima telepon dari tenaga pemasar kartu kredit dan produk kredit tanpa agunan.
Yang membuatnya pusing adalah para pemasar itu tahu nomor telepon genggamnya, meski ia tak pernah memberikan nomor. “Waktu saya tanya, dari mana Anda mendapat nomor saya? Dia malah jawab, saya mendapat nomor Bapak dari AKKI. Wah, saya langsung kaget,” ujar Steve.
Steve tahu pasti, asosiasi yang ia pimpin tidak pernah memberi data, termasuk nomor telepon genggam para pemegang kartu kredit, ke pihak mana pun. Tak hanya itu, ia juga merupakan mantan bankir di sebuah bank dengan jabatan terakhir sebagai kepala divisi yang bertugas menawarkan produk. “Setahu saya, ada prosedur khusus untuk menawarkan kartu kredit,” tuturnya.
Yang membuat Steve lebih prihatin, pengakuan bahwa data berasal dari AKKI tidak hanya berasal dari pemasar di satu atau dua bank. Sudah berulang- kali, ia menerima pengakuan serupa dari beberapa bank lain. “Sehari, saya malah pernah ditelepon penawar kartu kredit empat sampai enam kali,” imbuh Steve yang sejak kecil bercita-cita menjadi pilot ini.
Saat ini, Steve memegang tujuh kartu kredit dari lima bank berbeda. Tapi, ia bilang, batas semua kartunya masih berada di level paling rendah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News