Berlari bersama kearifan budaya Yogyakarta

Selasa, 02 Mei 2017 | 18:38 WIB   Reporter: SS. Kurniawan
Berlari bersama kearifan budaya Yogyakarta


Prambanan harus terjaga sebelum ayam berkokok, Ahad (23/4) lalu. Jarum jam baru menunjuk angka 4 subuh. Tapi, ribuan orang sudah membanjiri kompleks candi yang terletak di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah itu.

Maklum, hari itu ada hajatan besar yang berlangsung di Candi Prambanan: Mandiri Jogja Marathon. Sebanyak 6.120 pelari, baik dari dalam maupun luar negeri, ambil bagian dalam lomba lari yang digelar pertama kali oleh Bank Mandiri tersebut.

Bendera start alias flag off Full Marathon 42 Kilometer (FM 42K) dikibarkan pada  pukul 04.45 WIB, teng. Itu sebabnya, ribuan pelari sudah menyemut di pelataran Candi Prambanan, yang dalam legenda Rara Jonggrang dibangun Bandung Bondowoso tapi hanya 999 candi lantaran ayam jantan sudah berkokok, sejak jam 4 subuh.

Selain FM 42K, Mandiri Jogja Marathon juga melombakan kategori Half Marathon (HM) 21K, 10K, dan 5K. Perinciannya: 1.075 pelari jadi peserta FM 42K, 1.660 pelari ikut HM 21K, 1.535 pelari ambil bagian dalam 10K, serta 1.940 pelari menjadi peserta 5K.

“Jumlah pelari melebihi target awal, 5.000 pelari,” kata Rudi As Aturrida, Area Manager Bank Mandiri Yogyakarta, dalam siaran pers. Bahkan, penyelenggara harus menutup pendaftaran lebih awal dari seharusnya pada 4 April.

Bisa jadi, tagline Mandiri Jogja Marathon: Berlari Setiap Kilometernya Bersama Kearifan Budaya Yogyakarta, jadi salah satu daya tarik. Tapi bukan cuma itu, rute lomba juga menawarkan keindahan juga sejarah kota pelajar itu.­­

Beda dengan lomba maraton yang kebanyakan menggunakan jalan raya, Mandiri Jogja Marathon justru memiliki lintasan jalan desa di sekitar Candi Prambanan dengan latar Gunung Merapi. Untuk FM 42K, jalurnya melewati 13 desa di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, dan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Selain Candi Prambanan, rutenya juga melintasi Candi Plaosan dan Monumen Taruna untuk mengenang tentara taruna yang gugur melawan Belanda.

Nah, lewat Mandiri Jogja Marathon, Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo berharap, banknya bisa turut mengembangkan sport tourism di Yogyakarta. “Sebagai kota budaya, Yogyakarta perlu memiliki event olahraga yang bisa mengangkat dan mempromosikan kekayaan budayanya di tingkat internasional sehingga bisa meningkatkan angka kunjungan wisata,” ujarnya.

Kearifan lokal

KONTAN pun ikut ambil bagian dalam Mandiri Jogja Marathon kategori 10K. Wali Kota Bogor Aria Bima jadi salah satu peserta kategori dengan batas waktu maksimal bagi pelari untuk menyelesaikan liomba atau cut off time (COT) dua jam ini.

Flag off start kategori 10K tepat jam 6 pagi, berbarengan dengan penampakan sang surya yang menghasilkan semburat jingga di langit Timur Candi Prambanan. “Pemandangan ini yang tidak didapat pelari kategori lainnya,” kata pemandu acara di lokasi start.

Lepas garis start, pelari langsung mendapat suguhan areal persawahan di kiri jalan. Pemandangan yang tentu tidak pelari dapatkan dalam lomba yang mengambil lokasi di kota-kota besar semacam Jakarta.

Sehabis belokan pertama, penampakan sunrise yang sebelumnya terhalang pepohonan kentara betul. Sejumlah pelari tidak membuang kesempatan untuk melakukan swafoto (selfie), dengan latar matahari terbit dan areal persawahan.

Selanjutnya, rute lomba menyusuri bagian Barat Candi Perambanan, kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun abad ke-9. Candi Bubrah dan Candi Sewu jadi “temen” para pelari selama menyusuri jalur tersebut.

Rute lomba kategori 10K sepenuhnya merupakan jalan desa. Tidak semua beraspal. Di beberapa titik, misalnya, rute yang membelah areal persawahan, jalannya bersemen. Petani yang sedang beraktivitas di sawah juga jadi “teman” para pelari.

Kearifan lokal kian tampak saat melewati desa-desa di sepanjang rute 10K. Rumah-rumah adat Jawa, seperti joglo dan limasan, masih banyak berdiri di perkampungan itu. Penduduk desa menyambut ramah para pelari, dengan berdiri di pinggir jalan desa.

Persis di kilometer 5, pelari mendapat pemandangan baru: Candi Plaosan Lor. Candi yang terletak di Desa Bugisan, Prambanan, Klaten, ini pun langsung jadi spot untuk ber-selfie ria dan wefie atau groufie pelari.

Selain Candi Plaosan Lor, para pelari juga akan melewati Candi Plaosan Kidul yang letaknya tidak berjauhan. Beda dengan Candi Prambanan yang merupakan kelompok candi Hindu, Plaosan merupakan kompleks candi Budha yang dibangun pada abad ke-9 Raja Rakai Pikatan dari Kerajaan Mataram Kuno.

Pemandangan yang ciamik plus candi membuat banyak pelari sengaja berhenti untuk melakukan swafoto. Alhasil, tak sedikit pelari yang finis dengan tidak mencapai waktu terbaiknya (personal best time).

Harris, salah satunya. Pelari asal Jakarta ini menyelesaikan lomba kategori 10K jauh di atas catatan terbaiknya 1 jam 15 menit. Ia menyentuh garis finis dengan catatan waktu 1 jam 38 menit. “Saya banyak berhenti untuk selfie,” ujarnya.

Memang, rute lomba tak sepenuhnya steril dari kendaraan bermotor, terutama sebelum kilometer pertama. Sejumlah mobil dan motor masuk dari arah berlawanan ke jalur lomba. Tapi, tidak terlalu mengganggu pelari.

Dan, Mandiri Jogja Marathon bakal jadi agenda tahunan. Bahkan, Bank Mandiri sudah membuka pra-pendaftaran Mandiri Jogja Marathon 2018 mulai 15 April lalu. Tapi, kuota 500 pelari ludes dalam hitungan hari.

Ke depan, Bank Mandiri bakal terus meningkatkan kualitas Mandiri Jogja Marathon. Dengan begitu, “Semakin banyak pelari yang ikut dan hadir,” imbuh Kartika.

Bagi yang ingin berlari setiap kilometernya bersama kearifan budaya Yogyakarta dan Jawa Tengah, jangan lewatkan Mandiri Jogja Marathon 2018. Dus, tahun depan, Candi Prambanan kembali harus terjaga sebelum ayam berkokok.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: S.S. Kurniawan

Terbaru