Mengurangi efek artritis rematoid

Selasa, 17 April 2012 | 11:06 WIB Sumber: Harian KONTAN, 17 April 2012
Mengurangi efek artritis rematoid

ILUSTRASI. 10 Negara dengan miliarder terbanyak tahun 2021, China jadi yang terbanyak di Asia.


Penyebab penyakit tidak menular seperti Artritis Rematoid (AR) memang belum jelas, sehingga kita sulit melakukan pencegahan. Apalagi, ada unsur genetis yang ada di sistem kekebalan tubuh setiap manusia yang tak mungkin menghindari kemunculan dan perkembangan penyakit autoimun ini.

Langkah yang bisa dilakukan adalah memeriksakan diri ke dokter jika mengalami gejala awal AR, seperti radang sendi dan anemia. "Biasanya dokter akan memberikan obat antirematik, atau obat kimia lain sesuai prosedur," kata Handono Kalim, Ketua Indonesian Rheumatology Association (IRA).

Jika belum sembuh, dokter akan menyarankan obat biologis, yakni obat rekayasa genetika yang menargetkan sel tertentu dalam tubuh. Cara biologis adalah salah satu pengobatan AR saat ini.

Selain itu ada obat yang memodifikasi AR secara tradisional. Obat ini hanya memerangi gejala AR dan memperlambat kerusakan sendi. Obat lain yang biasa digunakan adalah Glukokortikoid dan Anti-inflamasi Non Sterois (NSAID), alias semacam obat antiperadangan.

Dalam perkembangan terbaru, obat biologis setidaknya jadi pilihan pasien untuk mengurangi penyakit AR. Salah satu obat biologis yang beredar di pasar adalah Actemra dan Tocilizumab.

Obat berbentuk infus ini, menurut Handono, mampu menghambat reseptor IL-6 dan mengurangi dampak IL-6 yang lain. "Tujuan pengobatan bukan mengembalikan keadaan, tapi mencapai remisi atau penurunan rasa nyeri," katanya.

Dari penilitian yang dilakukan Roche, produsen Tocilizumab, terjadi penurunan rasa sakit penderita AR setelah pengobatan selama 24 minggu. "Infus dilakukan selama 1 jam, setiap 4 minggu sekali kepada pasien," kata Arya Wibitomo, Head of Medical Management Roche Indonesia.

Reaksi obat ini tergolong cepat dibandingkan monoterapi MTX atau terapi biasa. "Efikasi dan profil keamanan obat ini telah terbukti secara global," katanya. Namun, ini bukan obat bebas dan harus berdasarkan anjuran dan pengawasan dokter.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Catur Ari

Terbaru