Tongseng Jengkol Anti Dongkol

Senin, 23 November 2015 | 13:27 WIB   Reporter: Fransiska Firlana
Tongseng Jengkol Anti Dongkol


Jarum jam menunjukkan pukul 17.00, Fatoni tampak asyik mengobrol dengan tukang sate yang berada di depan warung miliknya. Namun sesaat kemudian, Fatoni bergegas masuk ke warungnya yang terletak di Jl. Kerja Bhakti No.16, Kramat Jati, Jakarta Timur karena ada pembeli yang datang.
“Nasi goreng jengkolnya yang pedas satu dan yang pedas sedang satu ya, Mas. Dimakan di sini,” ujar salar seorang pembeli. Dengan cekatan, lelaki berkepala pelontos itu meramu bumbu nasi goreng pesanan pembelinya.
Nasi goreng jengkol? Ini hanya salah satu masakan berbahan jengkol yang ditawarkan Fatoni di warung miliknya yang bernama Warung Republik Jengkol. Di warung sederhana ini, Fatoni memang menawarkan aneka kuliner serba jengkol. “Silakan raup jengkol di sini,” ujar lelaki berperawakan tinggi besar ini seraya tersenyum.
Setidaknya ada sembilan olahan jengkol yang bisa Anda pesan di warung yang terletak di depan masjid Attarbiyah Pusdikker, Kramat Jati, Jakarta Timur ini. Ada nasi goreng jengkol, mie goreng jengkol, rendang jengkol, semur jengkol, balado jengkol, jengkol sambal ijo, pasta jengkol, tongseng jengkol, dan jengkol lada hitam.
Soal harga, cukup terjangkau. Tongseng jengkol bisa ditebus dengan harga Rp 20.000 plus sepiring nasi putih hangat seharga Rp 4000. Sedangkan menu jengkol lainnya dibanderol Rp 15.000 per porsi.
Lelaki yang mendapat julukan Presiden Republik Jengkol ini mengatakan, olahan jengkol lada hitam paling banyak dipesan pembelinya. Olahan jengkol satu ini memang tak biasanya. Bahan baku masakan lada hitam itu biasanya daging atau kepiting, tapi di Republik Jengkol, olahan lada hitam berbahan jengkol.
Dalam waktu tak lebih dari sepuluh menit jengkol lada hitam selesai diracik Fatoni. Sepiring jengkol dengan berat kurang lebih seperempat kilogram (kg) bisa langsung dinikmati.
Tampilannya sangat menggiurkan. Potongan-potongan jengkol setebal satu centimeter (cm) tampak seperti potongan kentang yang diguyur kuah berwarna hitam bertabur lada hitam yang digiling kasar.
Penampakan sajian itu semakin menawan dengan berpaduan hijaunya potongan daun bawang dan tomat segar berwarna merah.
Slurrp...kuah lada hitam terasa manis dan pedas lada. Mantap. Sangat kuat aroma ladanya. Aroma jengkol tak tercium sama sekali.
Potongan-potongan jengkol yang tampak keras di mata namun ternyata empuk di setiap gigitannya. Bumbunya pun meresap sempurna. Wuih, lidah tak mau berhenti bergoyang sampai suapan terakhir.
“Dahsat rasanya, baru kali ini saya makan jengkol dengan bumbu lada hitam. Biasanya cuma disemur. Bakal nagih,” ujar Christina Rosi, mahasiswa perguruan tinggi di Bogor yang hobi makan olahan jengkol ini.
Rasa kekaguman juga diungkapkan Sri Yulianingsih, pegawai bank swasta yang menjajal tongseng jengkol olahan Fatoni. “Wow, rasanya seperti bukan jengkol. Seperti kentang. Aroma jengkolnya tak ada, empuk pula,” kata perempuan yang sering disapa Yuli ini sambil menyuapkan sepotong jengkol ke mulutnya.
Untuk memesan seporsi tongseng jengkol Anda juga tak butuh waktu lebih dari 10 menit. Itu kalau sedang tidak antri ya. Sebab, Fatoni tidak memiliki juru masak lainnya atau karyawan yang membantunya melayani. Semua menu diolah Fatoni secara langsung.  Jadi kesegaran masakannya terasa.
Berbeda dengan jengkol lada hitam yang disajikan dengan 100% jengkol, olahan tongseng jengkol dilengkapi dengan daging potongan daging sapi. Dalam sepiring tongseng jengkol terisi  potongan daging sapi, potongan jengkol seukuran 1 cm, kobis, irisan tomat, dan daun bawang.
Fatoni tampak memperhatikan keseluruhan rasa dalam setiap olahannya. Sekalipun menu dominan jengkol, dia tak lupa memperhatikan bahan lain. Seperti daging sapi untuk tongseng, rasanya empuk. Mudah digigit dan dikunyah. Bumbunya yang penuh rempah menyatu sempurna.
Lagi-lagi, jengkol bisa dinikmati dengan tanpa aroma menyengat dan sangat empuk. Pedasnya lada dan cabai bergelut dengan rasa manis di dalam mulut.
Rahasia halau bau
Fatoni bercerita, dia tidak membutuhkan percobaan lama untuk memasak jengkol menjadi olahan yang nikmat. “Kalau mau bikin resep baru ya cukup tetangga yang nyicipi. Mereka bilang enak, ya saya jual di warung,” katanya sambil mengaduk-aduk racikan semur jengkol pesanan pembeli.
Namun sebelum memutuskan berjualan olahan jengkol dia memang terlebih dahulu belajar memperlakukan jengkol supaya tak berbau menyengat ketika dimasak. Kebetulan Fatoni memang memiliki keahlian meramu herbal jadi tak begitu sulit menemukan ramuan penghalau bau jengkol.
Pertama, dia memilih langsung jengkol di pasar. Fatoni memilih jengkol yang berkualitas, dia memilih satu demi satu jengkol dengan kriteria berbentuk bulat, licin, dan memiliki berat tertentu. Kedua, jengkol-jengkol itu lalu direndam semalaman supaya mudah dikupas dan mengurangi kandungan zat kapur.
Ketiga, jengkol yang sudah dikupas itu lalu dimasukkan ke panci presto dengan di atasnya diberi rempah-rempah. Rempah-rempah inilah yang menetralisir bau jengkol ini. Rempah yang dimaksud adalah jahe, lengkuas, sere, daun salam, daun jeruk, dan garam. “Cukup dipresto setengah jam. Nanti kristal-kristal zat kapurnya akan semakin mengendap,” jelasnya.
Bila awal-awal menjalankan usaha ini, Fatoni hanya mampu menjual 3 kg jengkol. Kini bisa menjual 6 kg sampai 7 kg jengkop per hari dengan omzet Rp 1,6 juta per hari.
Warung ini buka setiap hari dari pukul 11.00 sampai 22.00. Namun di hari Selasa dan Jumat warung tutup usai magrib.
Bagaiman, Anda siap kejengkolan?

Warung Republik Jengkol

Jl. Kerja Bakti No. 15

Kramat Jati, Jakarta Timur

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Fransiska Firlana

Terbaru