BISNIS FESYEN - JAKARTA. Isu lingkungan kini menjadi salah satu perhatian global. Termasuk industri fesyen belakangan ini menjadi salah satu sorotan global. Industri ini kini di bawah pengawasan yang makin ketat atas praktik-praktik tidak ramah lingkungan dan kondisi tenaga kerja eksploitatif.
Nah berangkat dari latar belakang ini wirausaha muda di Indonesia menemukan cara memastikan fesyen selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau dikenal dengan sebutan sustainable development goals (SDG) dengan mengangkat warisan budaya, memanfaatkan pewarna alami, serta mendukung inklusi keuangan perempuan dan pendapatan keluarga.
Memperingati Hari Pemuda Internasional (International Youth Day) 2021, organisasi PBB untuk pendidikan, sains dan kebudayaan , UNESCO Jakarta yang bekerja sama dengan Citi Indonesia menyelenggarakan Wastra Nusantara Virtual Market yang digelar 18 Agustus 2021 lalu.
Di acara itu bertemu para wirausaha muda yang berjuang melestarikan kerajinan leluhur mereka seperti batik, seraya memadukan praktik tradisional dan kontemporer untuk melestarikan lingkungan. Karya-karya mereka berhasil menciptakan mata pencaharian warga sekitar sekaligus membantu masyarakat di masa sulit akibat pandemi yang menghancurkan banyak usaha mikro, kecil, dan menengah. Banyak juga soal pengetahuan seputar wastra tradisional seperti batik, ulos, tenun Lombok, tenun Endek, dan Lurik.
"Kreativitas adalah tentang menggabungkan disiplin dan ide yang ada dengan sentuhan tak terduga. Wirausaha muda di Indonesia melakukan hal tersebut dengan menghembuskan kehidupan baru pada wastra tradisional, dan menjadikan fesyen sebagai agen pembangunan lokal," kata Moe Chiba, Programme Specialist for Culture UNESCO Jakarta dalam keterangannya.
Apalagi Indonesia adalah salah satu produsen tekstil terbesar dunia dan industri fesyen memperkerjakan sekitar 3,7 juta penduduk Indonesia. "Seiring usaha kita untuk pulih dari pandemi COVID-19, inovasi yang diinisiasi kaum muda sangat penting untuk membangun industri fesyen yang lebih berkelanjutan dan inklusif," ujat Valerie Julliand, Kepala Perwakilan PBB di Indonesia.
Bagi Nina Penenun, kelompok penenun dari Lombok Timur yang anggotanya merupakan penerima manfaat dari proyek UNESCO, perwujudan fesyen berkelanjutan lebih dari sekadar mempromosikan praktik yang ramah lingkungan seperti misalnya pewarnaan alami. “Kelompok Nina Penenun juga menerapkan pendekatan fashion zero-waste dengan memberdayakan lansia untuk mengolah benang-benang sisa tenun menjadi selendang yang kami sebut Rerempek. Dari sisi ekonomi, kelompok kami juga telah berhasil membebaskan warga yang rentan dari rentenir,” kata Dewi Handayani, salah satu anggota kelompok yang bekerja di Desa Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur.
Para desainer muda yang akan menampilkan desain mereka dalam acara ini adalah peserta program Creative Youth at Indonesian Heritage Sites, atau lebih dikenal dengan Kita Muda Kreatif. Program dari UNESCO Jakarta dan Citi Indonesia serta didukung Citi Foundation tersebut memberikan pendampingan peningkatan kapasitas bisnis pada sekitar 400 wirausaha muda yang tinggal di sekitar situs warisan dunia UNESCO serta beberapa destinasi wisata superprioritas Indonesia lainnya.
Di antara kegiatan-kegiatan dukungan pemulihan bisnis wirausaha muda yang telah dilakukan, Kita Muda Kreatif memberikan pelatihan pemasaran daring dan kesempatan mempertemukan para peserta program dengan publik melalui berbagai acara dan kegiatan.
“Virtual Market ini merupakan cara inovatif menjawab tantangan pemasaran yang dihadapi perajin muda Indonesia selama masa pandemi,” ungkap Puni A. Anjungsari, Country Head for Corporate Affairs Citi Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News