FILM - JAKARTA. Forum pembiayaan film Indonesia atau Akatara 2018 akan lebih fokus pada perjodohan antara filmmaker dengan investor, bukan pada target pendanaan yang didapat oleh para filmmaker lokal.
Berkaca pada penyelenggaraan Akatara tahun lalu, di mana mayoritas filmmaker yang difasilitasi belum menemukan jodohnya.
Fajar Hutomo, Deputi Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menyebutkan, Akatara memang tidak ditargetkan pendanaan yang diterima filmmaker.
Menurutnya untuk investasi di perfilman tidak seperti membuka gerai yang hari tertentu buka dan hari itu juga terjual.
"Semua ada prosesnya dan tidak cepat. Karenanya kami tidak angka," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (18/9).
Vivian Idris, Direktur Program Forum Pendanaan Film Akatara 2018 juga mengamini. "Maksudnya kami ingin mendapatkan setinggi-tingginya baik dari investasi maupun insentif yang diterima peserta Akatara termasuk juga investor," ujarnya.
Vivian menyebutkan pada Akatara 2017 dari 40 filmmaker lokal yang difasilitasi, hanya 10 yang menemukan jodohnya.
Namun, ia optimistis tahun ini bakal lebih baik lagi mengingat adanya program speed dating. Yang meningkatkan probabilitas terjadinya deal antara perusahaan dan filmmaker.
Adapun beberapa investor baru yang masuk, Vivian menyebutkan lebih banyak dari Over The Top (OTT). "Ada OTT yang masuk seperti ifix dan Viu," ujarnya.
Sedangkan untuk pendanaan tidak bisa dipukul rata lantaran kebutuhan filmmaker berbeda-beda. "Untuk film fiksi rata-rata membutuhkan dana Rp 5 - Rp 10 miliar. Untuk dokumenter kisaran ratusan juga sampai miliaran rupiah di bawa Rp 10 miliar," ujarnya.
Sutradara Film Dokumenter Sculpture The Giant Rheza Arden Wiguna dan Banu Wirandoko menyebutkan, film buatannya telah memasuki tahun keempat dan menghabiskan dana US$ 40 ribu.
"Untuk menyelesaikan keseluruhannya masih membutuhkan sekitar US$ 60.000 - US$ 65.000. Semoga pada kesempatan ini mendapatkan investor," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News