Asal nama Jakarta, dari Sunda Kelapa hingga Batavia

Sabtu, 17 Oktober 2020 | 13:50 WIB   Penulis: Virdita Ratriani
Asal nama Jakarta, dari Sunda Kelapa hingga Batavia


SEJARAH - Jakarta adalah nama Ibu Kota Republik Indonesia. Sebelum bernama Jakarta, kota ini sudah beberapa kali mengalami perubahan nama. Pergantian nama Jakarta biasanya terkait dengan momen peristiwa sejarah yang berlangsung saat itu. 

Dirangkum dari portal informasi Indonesia Indonesia.go.id, sebelum berada di bawah kekuasaan Kerajaan Galuh-Pakuan di abad ke-12, nama kota ini adalah Sunda Kelapa.

Meski demikian, konon, sejatinya eksistensi Jakarta telah ada sejak abad ke-5, ketika berada di bawah Kerajaan Tarumanagara. Selanjutnya, berdasarkan Prasasti Kebon Kopi (942 M), nama Sunda Kalapa diperkirakan baru muncul memasuki abad sepuluh.

Kemudian, mengacu laporan yang disimpan di Torre de Tombo Lisabon, Jakarta disebut dengan nama Kalapa ketika orang Portugis pertama kali mengunjungi Kerajaan Galuh-Pakuan di 1511 (Adolf Heuken, 2001).

Baca Juga: Jembatan Cikubang, jembatan kereta terpanjang di Indonesia dibangun era Belanda

Penggunaan nama Jayakarta

Namun, pada 22 Juni 1527, Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Untuk memperingati momen tersebut, maka nama Sunda Kelapa diubah menjadi Jayakarta. 

Sementara orang Barat yang singgah menyebut Jakarta dengan nama Jacatra. Sampai 1619, orang Belanda masih menyebut dengan nama itu.

Tetapi, sejak Jan Pieterszoon Coen dengan membawa 1.000 pasukan menyerang Kerajaan Banten dan menghancurkan Jayakarta pada 1619, praktis kota ini dikuasai Belanda.

Melalui kesepakatan De Heeren Zeventien (Dewan 17) dari VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie), maka pada 4 Maret 1621 namanya diubah menjadi Batavia.

Baca Juga: HUT ke-75 TNI pada 5 Oktober 2020, ini sejarah TNI

Nama ini berasal dari nama etnis Jermanik yang bermukim di tepi Sungai Rhein, dan dianggap sebagai nenek moyang bangsa Belanda dan Jerman, Bataf.

Bangsa Belanda sangat mengagungkan nenek moyangnya sehingga mereka merasa perlu mengabadikan nama Batavia di negeri jajahannya, termasuk di Indonesia.

Selain itu, Batavia juga merupakan nama sebuah kapal layar yang cukup besar buatan Belanda (VOC). Kapal tersebut dibuat pada 29 Oktober 1628 dan dinahkodai oleh Kapten Adriaan Jakobsz. 

Meski demikian, tidak jelas sejarahnya, entah nama kapal tersebut yang merupakan awal dari nama kota Batavia. Atau, sebaliknya VOC yang menggunakan nama Batavia untuk menamai kapalnya.  

Baca Juga: ​Sejarah Pizza Hut, kisah Frank & Dan Carney rintis restoran dari pinjam uang ibu

Penggunaan nama Jakarta 

Lukisan di dalam Museum Fatahillah. Fatahillah memiliki peran dalam pergantian nama Jakarta

Berdasarkan catatan sejarah, nama Batavia paling lama dikenakan, hingga tiga abad lebih. Setidaknya, bermula pada 1619, atau sumber lain mengatakan tahun 1621 hingga 1942.

Kemudian, sejalan dengan kebijakan de-Nederlandisasi oleh Pemerintah Jepang, nama kota sengaja diganti dengan bahasa Indonesia atau Jepang. Pada 1942 nama Batavia berubah menjadi Djakarta sebagai akronim Djajakarta.  

Menurut Lasmijah Hardi dalam bukunya Jakartaku, Jakartamu, Jakarta Kita (1987), pergantian nama itu bertepatan dengan perayaan Hari Perang Asia Timur Raya pada 8 Desember 1942. Nama lengkap Jakarta ialah Jakarta Tokubetsu Shi.

Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia ke-2 dan Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, nama Jakarta tetap lazim dipakai orang Indonesia dengan meninggalkan nama Jepang-nya.

Baca Juga: Kisah menarik Starbucks, dari kedai kopi biasa hingga miliki ribuan franchise

Memasuki zaman Indonesia merdeka, Menteri Penerangan Republik Indonesia Serikat saat itu Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu menegaskan, sejak 30 Desember 1949 tak ada lagi sebutan Batavia bagi kota ini. Sejak saat itu, nama Ibu Kota Republik Indonesia adalah Jakarta.

Pemberian nama Jakarta ini kembali dikukuhkan pada 22 Juni 1956 oleh Wali Kota Jakarta Sudiro (1953-1960). Saat itu, sebelum 1959, posisi Jakarta masih merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. 

Kemudian, pada 1959, status Jakarta mengalami perubahan dari sebuah kota praja di bawah wali kota ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat Satu yang dipimpin oleh gubernur. Gubernur pertama ialah Soemarno Sosroatmodjo.

Pada 1961, status Jakarta diubah kembali, dari Daerah Tingkat Satu menjadi Daerah Khusus Ibu Kota (DKI).

Sedangkan penetapan tanggal 22 Juni itu sengaja didasarkan pada momen peristiwa kemenangan Fatahillah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa pada 22 Juni 1527. Dan hingga kini, setiap tanggal 22 Juni diperingati sebagai HUT Jakarta.

Selanjutnya: Sejarah penemuan kopi hingga jadi minuman favorit banyak orang

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Halaman   1 2 Tampilkan Semua
Editor: Virdita Ratriani

Terbaru