Bisnis penyewaan hardtop di Gunung Bromo masih menderu kencang

Kamis, 19 September 2019 | 18:05 WIB   Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie, Dityasa H Forddanta, Jane Aprilyani
Bisnis penyewaan hardtop di Gunung Bromo masih menderu kencang

Penyewaan mobil jeep di kawasan wisata Gunung Bromo


JEP GUNUNG BROMO - MALANG. Dari dulu hingga sekarang, hanya satu jenis kendaraan roda empat yang boleh masuk kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), yakni Toyota Land Cruiser FJ40 lawas yang punya panggilan sayang hardtop. Hal ini membuat bisnis jasa penyewaan hardtop masih tetap gurih hingga saat ini.

Tim Jelajah Wisata Ekonomi KONTAN 2019 sempat berbincang dengan salah satu juragan hardtop, Muhammad Muhsin. Dia merupakan warga Desa Wisata Gubugklakah, Malang, Jawa Timur.

Pria yang juga merupakan Wakil Ketua Lembaga Desa Wisata Gubugklakah ini memiliki 12 mobil hardtop. Jika dihitung-hitung, pemasukannya dari bisnis ini saja sudah bisa mendatangkan pasive income yang lumayan.

"Tarif sewanya saat ini sekitar Rp 800.000 ribu," ujar Muhsin.

Dari tarif itu, sekitar Rp 200.000 digunakan untuk membeli bahan bakar. Sehingga, masih ada sisa sekitar Rp 600.000 ribu.

Nah, namanya juragan, tentu Muhsin tak mengemudikan hardtop sendirian. Dia mengajak beberapa warga lokal untuk menjadi pengemudi mobil hardtop mengantarkan para wisatawan ke kawasan TNBTS.

Ongkos untuk mitra pengemudinya sebesar 30% dari sisa tarif sewa yang sudah dipotong biaya bahan bakar. Sehingga, Muhsin masih mengantongi omset bersih sekitar Rp 420.000.

Itu dalam sehari. Dalam sebulan, duit sekitar Rp 12 juta masuk kantong Muhsin hanya dari satu hardtop saja.

Pemasukannya bisa lebih moncer saat musim liburan tiba. Permintaan penyewaan hardtop selalu meningkat di momen ini.

Meski begitu, semua tetap butuh proses. Bahkan, Muhsin memulai usaha pribadinya itu dari nol.

"Dulu awalnya saya hanya punya satu hardtop. Itu sekitar tahun 2012," jelasnya.

Pemasukan dari penyewaan satu hardtop itu sengaja dia tabung untuk menambah jumlah hardtop. Sekali beli, dia perlu mengeluarkan kocek sekitar Rp 65 juta hingga Rp 85 juta.

"Itu bahan, minimal mesinnya masih hidup, baru saya perbaiki semuanya," kata Muhsin.

Perbaikannya juga tidak asal-asalan. Salah satu hardtop miliknya bahkan dikembalikan ke kondisi orisinil terutama di sektor mesin dengan konfigurasi enam silinder segaris. "Hanya saya ubah power steering ke depan supaya seperti mobil baru," imbuhnya.

Itung-itung investasi, salah satu jip lansiran tahun 70'an miliknya itu jika dijual harganya masih tinggi. "Kalau dijual ini Rp 200 juta," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Terbaru