KOMUNITAS - KONTAN. Ada yang berbeda dari perayaan ulang tahun ketiga Comunitas Bojong Batas (Combbad). Ya, kali ini lebih meriah. Diawali dengan jalan santai yang diikuti ratusan warga Pondokcina, Beji, Kota Depok, dan sekitarnya. Kaum ibu yang menjelang Pemilu 2019 beken dengan sebutan emak-emak, berbaur dengan remaja muda-mudi, anak-anak juga para bapak-yang mulai bergerak menyusuri ruas Jalan Margonda Raya, ketika jarum jam menunjukan pukul tujuh pagi, Sabtu (26/1/) pekan lalu.
Margonda di pagi hari memang masih bersahabat bagi pejalan kaki. Bahkan, sebagian ruas jalan terpadat di Depok ini ditutup demi keamanan peserta jalan santai. Terlihat, petugas kepolisian dan panitia mengatur lalulintas dan mengarahkan pengendara agar tidak masuk ke jalur lambat karena bisa membahayakan peserta jalan sehat. Sedangkan dari ketinggian, sebuah drone melesat ke udara dan merekam setiap momen yang terjadi.
Arus kendaraan bermotor yang masih lenggang ini kontras dengan hiruk-pikuk aktivitas kota yang siap menggeliat dalam beberapa jam berikutnya. Warga pun sesaat bisa menghirup udara segar di sepanjang jalan yang kini berjejer bangunan tinggi menjulang seperti apartemen, hotel, mall, perkantoran dan pusat niaga di jantung Kota Depok ini. Baru menjelang siang hingga sore bahkan malam, kemacetan lalulitas menjadi kawan setia di jalanan, menjadi bagian dari urat nadi kehidupan masyarakat di pinggiran Ibukota negara ini.
Belasan menit melintas jalan raya, peserta pun berbelok arah masuk ke sebuah gang sempit yang hanya berjarak belasan meter dari Margonda Residence, apartemen perdana yang berdiri di Kota Belimbing. Mares, begitulah sebutan untuk hunian jangkung yang dibangun pengembang PT Cempaka Bersamamaju pada 2005 silam itu sempat menggegerkan publik. Ihkwalnya, gara-gara jadi tempat eksekusi salah satu korban Riyan, si “tukang jagal”. Pria asal Jombang ini akhirnya diganjar hukuman mati setelah dikuatkan oleh putusan peninjauan kembai (PK) tahun 2012 karena terbukti memutilasi 11 korbannya.
Kini, pemadangan yang nampak adalah jalan-jalan kecil dan gang di tengah padatnya pemukiman penduduk multikultur. Peserta jalan santai menerobos deretan rumah-rumah warga, kontrakan dan kos-kosan mahasiswa. Maklum, di kawasan ini terdapat kampus Universitas Indonesia, Universtitas Gunadarma, BSI, dan kampus perguruan tinggi swasta lainnya. “Engak jauh juga sih rutenya, tapi lumayan lah buat bakar lemak,” sahut seorang ibu-ibu bertubuh bongsor yang ikut jalan santai bersama dua anaknya.
Ketika semua peserta tiba di garis finish, bazar murah dan panggung hiburan menjadi rangkaian kegiatan HUT ke-3 Combbad. Sejumlah doorprize disiapkan panitia dari mulai botol minuman, payung, kulkas hingga sepeda. Kegirangan pun pecah saat peserta yang beruntung disebut namanya, kemudian naik ke atas panggung. Dus, hadiah sudah di tangan. Ia pun sumringah, memasang raut muka paling oke dihadapan jepretan kamera foto panitia. “Ini ajang silaturahim dengan warga Depok dan mempererat kedekatan antaranggota komunitas, khususnya warga Bojong Batas,” kata Ketua Combbad Depok Abdul Azis.
Selain ingin mempererat kerukunan, menjalin ukhuwah sesama warga, Combad berperan aktif dalam membantu program-program pemerintah termasuk aksi bersih-bersih. “Kegiatan ini memang rutin dilakukan setiap tahun, tapi kali ini lebih semarak dari sebelumnya. Harapan kami, tahun depan bisa diadakan lebih besar lagi,” ucap Aziz yang juga Head of Division Marketing PT Jakarta Konsultindo, BUMD DKI Jakarta.
Sejatinya, kepengurusan Comunitas Bojong Batas kembali dideklarasikan tahun 2016 lalu dalam sebuah pertemuan di Puncak, Bogor. Meski begitu, eksistensi warga Bojong Batas sudah ada sejak Depok masih berupa tanah partikelir bekas wilayah jajahan kolonial Belanda. Setelah Indonesia merdeka, Depok menjadi satu kecamatan dari Kabupaten Bogor.
Sekitar akhir tahun 1985, Kampung Bojong Batas masih ada secara administrasi sebagai bagian dari Kelurahan Pondokcina (Pocin). “Kalau dulu, orang Kampung Sawah mau ke Depok itu nunjuknya ke Bojong. Ya, daerah ini maksudnya. Tapi sekarang sudah tidak ada, banyak yang engak tahu lagi,” ungkap H Karnaedi, tokoh masyarakat setempat.
Mantan ketua RW 06 dan dewan pembina Masjid Al-Istikomah ini menjelaskan, Bojong Batas hilang dari wilayah secara teritorial bukan karena warganya tapi semata-mata akibat perubahan administrasi pemerintahan seiring perkembagan kota yang terbilang cepat. Yang terang, dua nama jalan menjadi potongan ingatan warga jika Bojong Batas dulu pernah ada. “Ini jalan kenapa dinamai salak karena dulunya disini kebun salak. Juga ada gang pepaya, karena awalnya banyak pohon pepaya yang ditanam warga Bojong Batas,” papar Karnaedi.
Memang, tak disangka-sangka, Depok yang dulu didominasi oleh perkebunan karet kini menjadi salah satu kota penyangga Ibukota Negara yang pesat pertumbuhannya. Saking tertinggalnya Depok meski hanya selemparan batu dari Jakarta, sebutan tempat jin buang anak sempat tersemat cukup lama.“Depok mulai berkembang setelah kampus UI pindah ke Depok,” sebut Karnaedi.
Merujuk pada situs resmi Pemerintah Kota Depok, Depok yang berada di bawah Pemerintah Republik Indonesia resmi berdiri pada tahun 1981. Pada masa itu, Depok masih berbentuk Kota Administratif, periode tersebut berlangsung selama 17 tahun. Pada periode inilah kampus UI dibangun, tepatnya tahun 1987. Baru pada 27 April 1999, Depok berubah dari Kota Administratif Depok menjadi Kotamadya Depok. Perubahan ini dilatarbelakangi oleh semakin pesatnya perkembangan kota dari berbagai aspek.
Ahasil, masyarakat menuntut perubahan status kota Depok agar pelayanan kepada masyarakat semakin maksimal. Di kemudian hari terbukti bahwa perubahan bentuk itu membawa banyak perubahan di segala aspek. Dinas Kependudukan dan Sipil Kota Depok mencatatat jumlah penduduk kota Depok hingga semester I- 2017 terdata 1.809.120 jiwa dan naik menjadi 1.838.671 per semester I-2018.
Dalam kerangka ekonomi, kehadiran UI yang mendorong pertambahan penduduk ini memantik efek multiplier. Adanya peningkatan jumlah penduduk menimbulkan peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga memunculkan penawaran dari berbagai produsen. Pada akhirnya, menggerakan bermacam kegiatan ekonomi. Kini, Depok menjelma sebagai kota jasa dan niaga.
Apa dampak bagi peduduk lokal seperti warga Bojong Batas dengan pesatnya pembangunan di Depok? Aziz menilainya sebagai peluang, potensi yang harus dimanfaatkan kendati ada konsekuensi tantangan yang tak bisa dipungkiri. Bagi warga Bojong Batas, ketiadaan wilayah ini tidak akan menguburkan indentitas sebagai masyarakat asli atau lokal Depok, di tengah derasnya arus urbanisasi. Mungkin, mayoritas penduduk Depok terlebih warga pendatang tidak mengenal Bojong Batas. Ingatan mereka hanya tertuju Bojong Gede, wilayah Depok yang berbatasan dengan Bogor.
Tapi Bojong Batas tetap ada dalam memori anggota Combbad sampai kapan pun. Apalagi secara emosional dan budaya masih termasuk suku Betawi meski berada di daerah paling ujung dari Batavia, nama Jakarta tempo dulu. Hanya faktor kesamaan yang memperstukan daam sebuah komunitas ini.
Itu sebabnya wadah komunitas ini perlu diperteguh untuk membumikan rasa kekeluargaan, persaudaraan, dan kerukunan. Jangan sampai terkontaminasi kegaduhan sosial media, yang hanya karena beda pilihan, berlainan kepentingan dan dukungan politik, satu sama lain saling membenci dan menebar fitnah. Tapi nilai-nilai toleransi, menghargai perbedaan dan kebhinekaan mesti dikedepankan sebagai panglima untuk hidup damai bermasyarakat.
“Dengan Combbad, kami harapkan warga Bojog Batas tidak terpecah-pecah tapi tetap guyub. Ikatan persatuan, persudaraan juga semakin kokoh. Keberadaan sebagai penduduk lokal juga tidak dirugikan dalam banyak aspek. Akhirnya, nilai-nilai budaya atau kearifan lokal Bojong Batas tidak hilang, lestari karena terjaga dengan baik,” tukas Aziz.
Supaya keberadaan Combbad ini semakin solid dan memberikan dampak positif terhadap perkembangan Depok, pihak pengurus tengah melakukan pendataan anggota. Merangkul semua organisasi kepemudaan dan tokoh-tokoh masyarakat Bojong Batas. Selanjutnya, berupaya memperbanyak kegiatan sosial dan kemasyarakat yang positif sehingga tidak hanya ramai saat perayaan ulang tahun saja.
Aziz menambahkan, anggota komunitas ini tidak hanya warga asli Bojong Batas tapi ada beberapa simpatisannya juga. “Kalau warga asli Bojong Batas ini sekitar 400 jiwa, sebagian sudah ada yang pindah sehingga perlu didata lagi,” imbuh dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News