Cerita bisnis tape di Dusun Jasem, dijalani turun temurun sejak 1982

Rabu, 18 September 2019 | 04:09 WIB   Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie, Dityasa H Forddanta, Jane Aprilyani
Cerita bisnis tape di Dusun Jasem, dijalani turun temurun sejak 1982


JEP GUNUNG BROMO - MALANG. Bukan cuma apel, Malang juga memiliki banyak makanan khas. Salah satunya, tape singkong.

Kali ini, Tim Jelajah Wisata Ekonomi KONTAN 2019 berkesempatan mengunjungi salah satu sentra tape berbahan baku singkong di Dusun Jasem, Desa Kenduruan, Kecamatan Sukerojo, Kabupaten Malang. Sesuai dengan nama desanya, tape itu dinamakan tape kenduruan.

Dari segi ukuran, tape ini sedikit berbeda dengan tape singkong pada umumnya. Tape ini dipotong kecil-kecil seukuran satu ruas jari telunjuk orang dewasa. Sekali lahap, pas di mulut.

Soal rasa, tape Dusun Jasem tak kalah legit dengan apel Malang. Yang membuatnya lebih unik adalah, usaha rumahan ini sudah dijalani secara turun menurun sejak tahun 1982.

Mustakim saat ini menjadi generasi ketiga yang menjalani bisnis keluarga tersebut. "Kalau saya sendiri sejak tujuh tahun yang lalu mengelola produksi tape ini," ujarnya saat KONTAN menyambangi rumah produksi tape miliknya, Senin (16/9).

Dalam sehari, Mustakhim bisa menjual 3 kwintal atau sekitar 300 kilogram (kg) tape. Harganya berkisar antara Rp 1.500 hingga Rp 4.000 per bungkus, sesuai dengan banyaknya isi tape. Jadi, kalau bicara margin, lumayan tebal. Sebab, modal untuk membuat 3 kwintal tape kenduruan sekitar Rp 300.000.

Penjualan dan margin bisa kian tebal ketika momen seperti puasa atau puncak musim libur tiba. Penjualannya bisa melonjak menjadi 1,5 ton.

Pasalnya, penjualan tape kenduruan tak sebatas di pasar setempat. Dia juga merambah pasar di kota lainnya seperti Lamongan, Gresik, dan Surabaya.

Tak jarang, tape kenduruan buatan Mustakim juga dijual melalui pengepul. "Kalau lagi ramai, itu truk yang mengangkut tape untuk dibeli sampai parkir di sepanjang jalan," imbuhnya.

Namun, Mustakim mengaku masih mengalami sejumlah kendala dalam menjalankan bisnis turun menurun tersebut. Kadang, penjualannya bisa turun sekitar 30% dari rata-rata penjualan selama ini. Modal juga kadang masih jadi kendala.

Meski begitu, tape kenduruan masih mampu bertahan. Pemilihan bahan baku menjadi salah satu kunci tape kenduruan selalu disukai pembeli sehingga bisa tetap eksis saat makin maraknya cemilan kekinian. Mustakim hanya mau mengambil singkong sebagai bahan baku dari daerah Pandaan.

Sebab, singkong dari daerah ini selalu menghasilkan tape yang lebih kering. Berbeda dengan tape dari daerah Bondowoso yang cenderung lebih lembek dan lembab. "Mungkin, itu juga karena unsur tanahnya berbeda," pungkas Mustakim.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Terbaru