Harus diakui, hubungan seksual memegang peranan penting dalam kehidupan suami istri. Tanpa hubungan seksual yang sehat dan berkualitas niscaya bahtera rumah tangga dapat terombang-ambing menuju keretakan.
Sebenarnya, cukup banyak perceraian yang disebabkan adanya masalah disfungsi seksual. Seksolog Boyke Dian Nugraha mengingatkan agar setiap orang, tak terkecuali wanita, melakukan persiapan pranikah sebaik mungkin.
Tak hanya soal bujet pernikahan dan kebutuhan dana pasca-menikah, seorang wanita juga perlu memeriksakan diri dan berkonsultasi dengan ahli medis yang kompeten untuk memperoleh informasi terkait kegiatan seksual, mulai dari cara berhubungan intim yang benar, kondisi alat vital, hingga kondisi mental saat menghadapi segala masalah seksual.
Disfungsi seksual pada wanita di Indonesia memang belum terlalu terungkap secara jelas. Masih banyak wanita yang enggan atau takut mengungkapkan masalah seksual yang dialami. Tradisi, nilai kehidupan, dan agama kerap menjadi penghalang seorang wanita mendapatkan informasi yang cukup soal seks.
Di sinilah peran orangtua perlu dijalankan dengan baik dalam mengedukasi anak perempuannya. Sebab, pembelajaran seks harus diberikan sejak perempuan memasuki masa remaja. Dengan bekal tersebut, seorang perempuan menjadi tahu mengenai kondisi tubuh dan mental dalam urusan seks.
Secara sederhana, I Putu Gede Kayika, seksolog Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, menyebut, pengaruh kondisi mental atau kejiwaan sangat berpengaruh dalam kemunculan disfungsi seksual pada diri seorang perempuan. "Gangguan kejiwaan seperti trauma seksual, atau penyampaian yang salah dari orangtua juga berandil dalam masalah disfungsi seksual," terang Kayika.
Apalagi, lanjut Kayika, trauma seksual ini dapat terpendam dan sulit terungkap dari diri seorang perempuan. Alhasil, waktu penyelesaian masalah disfungsi seksual pada diri perempuan menjadi lebih kompleks dan butuh waktu lama. "Karena banyak faktor yang terlibat dalam gangguan seksual," pungkas Kayika.
Bahkan, Boyke menambahkan, dalam mengatasi masalah disfungsi seksual ini tak bisa dilakukan secara parsial. Sebab, disfungsi seksual bukan hanya gangguan pada alat vital saja, melainkan juga masalah kejiwaan seseorang.
Alhasil, selain tim medis yang berkompeten pada bidang seks, keterlibatan psikiater dalam mengatasi masalah disfungsi seksual ini juga menjadi penting. Saat ini, sebagai contoh, produk kesehatan yang mampu mengatasi rasa nyeri pada alat vital ketika berhubungan seksual telah jamak jumlahnya. Atau, pemberian terapi hormon bagi wanita yang mengalami disfungsi seksual karena kekurangan hormon. "Tapi untuk kejiwaan tentu ini memerlukan proses evaluasi panjang yang tidak mudah dijalankan begitu saja," tutur Boyke.
Di sisi lain, kondisi ini diperparah dengan keterbatasan akses informasi. Kasus disfungsi seksual yang terekam, misalnya dari data Klinik Pasutri milik Boyke, merupakan potongan kecil saja, karena pasien yang terdata berasal dari kalangan ekonomi menengah atas yang memiliki akses informasi untuk mengetahui definisi dan penyebab disfungsi seksual, serta mengetahui metode penyembuhannya.
Padahal, prevalensi disfungsi seksual sebenarnya cukup tinggi pada segmen masyarakat kelas menengah bawah dengan segala keterbatasannya. Makanya, Boyke berharap kesigapan dan kesiapan pemerintah memberikan penyuluhan seksual di daerah-daerah terpencil.
Dengan edukasi seksual yang tepat, seorang perempuan akan lebih percaya diri serta dapat meredam angka perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga. "Pemerintah harus meningkatkan kompetensi para dokter umum dan bidan dengan pengetahuan seksual. Karena mereka ujung tombaknya," tegas Boyke.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News