Gencar Ekspansi Selama 8 Tahun Belakangan, Kekayaan Dua Konglomerat Ini Melejit

Rabu, 19 Oktober 2022 | 16:55 WIB   Reporter: Arfyana Citra Rahayu
Gencar Ekspansi Selama 8 Tahun Belakangan, Kekayaan Dua Konglomerat Ini Melejit

ILUSTRASI. Genap 8 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo, kekayaan konglomerat-konglomerat di Tanah Air semakin melejit. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.


TOKOH - JAKARTA. Genap 8 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), kekayaan konglomerat-konglomerat di Tanah Air semakin melejit. 

Ambil contoh, kekayaan Hartono Bersaudara pemilik Grup Djarum beradasarkan data Forbes di 2015 kekayaan mereka berada di posisi US$ 15,4 miliar, kemudian pada 2016 meningkat menjadi US$ 17,1 miliar. Di 2017 kekayaan Hartono Bersaudara melonjak menjadi US$ 32,3 miliar, dan kemudian terus meningkat hingga 2021 menjadi US$ 42,6 miliar. 

Pada 2021 Hartono Bersaudara menjadi orang terkaya pertama di Indonesia dan menduduki peringkat kelima sebagai keluarga Asia Terkaya versi Forbes. Sebagian besar kekayaan mereka diraih dari hasil investasinya di PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). 

Sampai dengan semester I 2022, Bank Central Asia berada di posisi ketiga dengan aset secara konsolidasi mencapai Rp 1.264,46 triliun atau tumbuh 11,9% secara tahunan atau year on year (YoY). Adapun aset BBCA naik signifikan jika dibandingkan delapan tahun yang lalu di mana total asetnya senilai Rp 537,2 triliun pada September 2014. 

Baca Juga: Taipan Duo Hartono Tawarkan Saham IPO Blibli, Lebih Mahal Dibanding BUKA dan GOTO

Berdasarkan catatan Kontan.co.id, pada September 2014 BBCA bahkan sudah menduduki peringkat teratas emiten dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebesar Rp 319,14 triliun. Adapun saat ini kapitalisasi pasar BBCA sudah menembus Rp 1.000 triliun. 

Selain bisnis perbankannya yang unggul, Grup Djarum juga terus melaksanakan diversifikasi bisnis ke sektor lain di luar industri rokok seperti ke properti, perhotelan, sawit, hingga perdagangan elektronik (e-commerce). Beberapa cara yang mereka lakukan ialah, mengakuisisi hingga mengantarkan entitas usahanya untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). 

Sedikit kilas balik, mengutip pemberitaan Kontan.co.id pada 2017, PT Global Digital Niaga atau Blibli, perusahaan perdagangan digital milik Djarum resmi mengakuisisi perusahaan travel agent Tiket.com. Kemudian pada 2018, PT Global Digital Niaga masuk ke dalam bagian dari konsorsium investor yang menyuntikkan dana segar ke Gojek. 

Pada 2021, Grup Djarum mengakuisisi dua emiten dengan nilai fantastis yakni nyaris mencapai Rp 20 triliun. Djarum mengakuisisi PT Supra Boga Lestari Tbk (RANC) pengelola Ranch Market senilai Rp 2,03 triliun melalui perusahaan elektroniknya, PT Global Digital Niaga (Blibli). 

Kemudian di tahun yang sama, entitas Grup Djarum yaitu PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) juga mengakuisisi PT Solusi Tunas Prima Tbk (SUPR) senilai Rp 16,74 triliun. 

Kemudian pada 2022, Grup Djarum siap mengantarkan Blibli untuk melakukan penawaran perdana saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham BELI. Rencananya lewat aksi korporasi ini Blibli akan meraih dana segar hingga Rp 8,17 triliun bila menggunakan harga penawaran awal tertinggi. 

Baca Juga: Investor Terus Menyerbu, OJK Akan Awasi Grup Konglomerasi Keuangan Lewat Holding

Begitu juga dengan Grup Salim, perusahaan yang dimiliki oleh orang terkaya nomor tiga di Indonesia versi Forbes, memiliki segudang bisnis yang tersebar di berbagai sektor seperti konsumer, otomotif, perbankan, jalan tol, new economy, dan yang terbaru Grup Salim masuk ke pertambangan batubara. 

Grup Salim mencatatkan rentetan ekspansi usaha dalam 8 tahun belakangan. Salah satu lini bisnis Grup Salim yang besar ialah di sektor konsumer melalui PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF). 

Total Aset INDF selama 8 tahun terakhir mengalami peningkatan yang signifikan, melansir laporan keuangannya pada 2014 total aset Indofood senilai Rp 86,19 triliun kemudian pada semester I 2022 asetnya sudah mencapai Rp 179,16 triliun. 

Sejalan dengan suburnya bisnis Grup Salim di sektor konsumer ini, melansir data Forbes kekayaan Anthoni Salim sebagai CEO Salim Group naik signifikan dari US$ 5,9 miliar di 2014 menjadi US$ 8,5 miliar di 2021. 

Pada sektor konsumer, Grup Indofood melalui Indofood CBP mengembangkan kegiatan usaha minumannya dengan memasuki bidang usaha air minum dalam kemasan (AMDK) melalui akuisisi aset AMDk termasuk merek Club. 

Kemudian pada 2018, Grup CBP mengakuisisi seluruh kepemilikan saham pada anak perusahaan di bidang minuman dan produk kuliner serta memperluas pendistribusian produk kegiatan usaha paper diaper.

Pada 2020, ICBP Mengakuisisi 100% saham PCL, produsen mi instan dengan kegiatan operasional di negara- negara di Afrika, Timur Tengah dan Eropa Tenggara dengan nilai US$ 3 miliar. Melansir catatan Kontan.co.id sebelumnya, PCL memiliki 12 fasilitas produksi mi instan berkapasitas produksi lebih dari 10 miliar bungkus mi instan dan tersebar ke delapan negara dengan total populasi 550 juta orang. 

Bisnisnya di sektor lain yakni PT Indomobil Multi Jasa yang bergerak di bisnis jasa pembiayaan dan transportasi juga melakukan agenda ekspansi yang padat selama 8 tahun belakangan. Agenda bisnis yang dilakukan IMJS seputar kerja sama membuat perusahaan patungan (JV) hingga gencar melaksanakan  peningkatan modal ke entitas usahanya. 

Di sektor teknologi, Salim Grup bersama dengan PT WIR Asia Tbk (WIRG) membentuk perusahaan patungan bernama PT Metaverse Indonesia Makmur. 

Baca Juga: OJK Akan Mengawasi Grup Konglomerasi Keuangan Lewat Holding

Kemudian di sektor properti, Grup Salim turut mengakumulasi saham emiten properti PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland. Grup Salim menjadi salah satu pemegang saham MTLA melalui anak usaha di bidang pengelola dana pensiun, PT Indolife Pensiontama.

Yang terbaru, Grup Salim masuk ke industri pertambangan batubara. Sebelumnya Kontan.co.id pernah memberitakan, Grup Salim  ikut ambil bagian dalam private placement PT Bumi Resources Tbk (BUMI) senilai Rp 24 triliun, melalui perusahaan cangkang asal Hong Kong.  Kelak, transaksi tersebut akan menjadikan Grup Salim sebagai ultimate shareholder di BUMI, bersama Grup Bakrie.

Berdasarkan dokumen keterbukaan informasi, Grup Salim akan masuk lewat dua perusahaan cangkang, yakni Mach Energy Limited (MEL) dan Treasure Global Investment (TGIL).  Mach Energy Limited akan mengambil 85% dari saham yang dirilis BUMI lewat private placement. Sisanya 15% akan diambil Treasure Global Investment. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .

Terbaru