Indonesia’s Sketchers: Corat-coret dan belajar

Rabu, 01 Februari 2012 | 08:15 WIB Sumber: Mingguan KONTAN, Edisi 30 Jan - 5 Feb 2012
Indonesia’s Sketchers: Corat-coret dan belajar

ILUSTRASI. Promo GoPay Cuan, Top Up FF hingga Genshin Impact cashback hingga Rp50.000


Atit Dwi Indarty duduk serius di tepi rel kereta api di daerah Pejompongan, Jakarta Pusat. Matanya tajam memandangi buku yang ada di pangkuannya. Sesekali, lewat kaca matanya, ia melirik pemandangan rumah-rumah padat di bantaran rel yang ada di seberangnya. Lalu, tangan kanannya yang menggenggam pena bergerak-gerak dengan lincah di atas bukunya.

Tak berapa lama, jadilah sketsa rumah di pinggir rel Pejompongan. Rumah-rumah yang berdempetan dengan atap asbes dan seng rombeng, plus pagar kayu reyot serta galah antena televisi yang miring, semuanya ditangkap dengan jeli dalam sketsa goresan Atit.

Ya, itulah salah satu aktivitas Indonesia’s Sketchers (IS), komunitas bagi siapa pun yang punya ketertarikan dengan sketsa langsung alias live sketching. “Kami biasa berburu lokasi untuk nyeket sendiri atau beramai-ramai,” kata Atit.

Nyeket adalah istilah untuk menggambar sketsa. Sketsa sendiri berarti sebuah lukisan kasar yang terdiri dari garis besar atau rancangan sebuah gambar. Sepintas, sebagian gambarnya seolah memang belum selesai atau sengaja tidak diselesaikan. Sketsa jamaknya adalah rancangan awal untuk sebuah lukisan atau gambar. Cuma, sketsa bisa menjadi karya yang berdiri sendiri.

IS sendiri lahir sebagai wahana untuk orang-orang yang senang menggambar atau membuat sketsa. Komunitas ini digagas Agustus 2009 lalu oleh Atit. Sebelum membidani kelahiran IS, Atit ketika itu sering berkunjung ke blog Urban Sketchers, kelompok pelukis sketsa atau sketser internasional.

Sesuai namanya, di blog Urban Sketchers ditampilkan karya-karya sketsa yang melukiskan suasana urban atau lingkungan perkotaan di banyak negara asal para sketcher. Hanya, Atit tidak pernah mendapati ada karya orang Indonesia yang menampilkan suasana perkotaan di Tanah Air di blog tersebut. “Mulai terpikir untuk membentuk kelompok sketcher. Dasar keinginannya adalah untuk ajang silahturahmi dan belajar bersama,” ujar Atit.

Maka, Atit pun membentuk grup Indonesia’s Sketchers di jejaring sosial Facebook. Tidak lama kemudian, hadir sketcher asal Indonesia yang juga aktif di Urban Sketchers. Namanya, Dhar Chedar yang juga memiliki visi dan misi yang sama dengan Atit. Akhirnya, komunitas IS terbentuk dengan Dhar Chedar sebagai ketuanya.

Rupanya, banyak orang Indonesia yang senang nyeket atau menggambar. Buktinya, dalam waktu singkat jumlah orang yang bergabung di IS bertambah. Di usianya yang baru menginjak dua tahun, jumlah anggota komunitas ini sudah mencapai lebih dari 3000 orang. “Meski yang aktif hanya sekitar 80-an orang,” beber Yanuar Ikhsan, wakil ketua IS.

Sekarang, IS juga punya blog dengan alamat indonesiasketchers.blogspot.com, yang menjadi sarana publikasi kegiatan mereka dan karya-karya anggotanya. Anggota IS yang tersebar di berbagai daerah pun membentuk cabang, yakni IS Bandung, IS Semarang, IS Yogyakarta, IS Surabaya-Sidoarjo, IS Bali, serta IS Makassar.

Sketsa urban

Yang bergabung bukan cuma orang yang pekerjaan sehari-harinya ada hubungannya dengan gambar atau sketsa, seperti seniman, karikatur, atau arsitek, saja. Atawa, yang hanya memiliki latar belakang pendidikan seni rupa atau teknik arsitektur. Tetapi, juga orang-orang dengan beragam profesi dan latar belakang pendidikan.

Atit sendiri, misalnya, kuliah di London School of Public Relations dan Yanuar bergelut di bidang teknologi informasi. Namun, “Kami semua hobi menggambar,” ungkap Niken Anggrek Wulan, pendiri IS Yogyakarta yang merupakan lulusan Teknologi Perikanan Universitas Gadjah Mada.

Yanuar bahkan sudah lama tidak menggambar. Kuliah di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, ia terakhir menggambar ketika duduk di bangku SMA. Ia bergabung ke IS tahun 2010 dan langsung menekuni kembali hobi lamanya. “Karena banyak teman, jadi semangat kembali,” papar dia.

Lantaran bertemu dengan banyak penyeket yang ahli di IS, Yanuar bisa belajar banyak. “Jadi, yang belum bisa menggambar, jangan takut untuk bergabung,” imbuhnya.

Sarana belajar di IS ada pada acara nyeket atau sketching and sharing bareng. Di acara ini, anggota komunitas berkumpul dan nyeket bareng di suatu tempat. Objeknya berkaitan dengan lokasi yang mereka pilih. Tempat-tempat yang sudah mereka jadikan tempat nyeket di kota Jakarta, antara lain Taman Suropati, Museum Fatahillah, Kebun Binatang Ragunan, dan Pasar Baru.

Yang terakhir, Senin (23/1) pekan lalu, IS mengadakan acara nyeket di Petak Sembilan, kawasan permukiman di bilangan Glodok, Jakarta Barat. Bertepatan dengan Tahun Baru China alias Imlek.

Sketsa langsung yang mereka usung adalah sebuah proses di mana sketcher menangkap dengan membuat sketsa apa adanya tentang situasi secara langsung di hadapannya.

Nah, di lokasi, anggota komunitas bebas memilih posisi atau spot dan angle atawa sudut pandang yang akan dijadikan objek sketsa. Setelah selesai, ada sesi sharing alias berbagi. Masing-masing anggota menunjukkan sketsa yang mereka gambar. Kemudian, mereka bakal menjelaskan alasan memilih objek tersebut dan bagaimana proses menggambarnya.

Biasanya, di acara sharing, ada sesi perkenalan terlebih dulu jika ada anggota yang baru bergabung. Sebab, di IS, individu yang ingin bergabung tinggal datang saja ke acara gathering. “Biasanya, setiap pertemuan, ada saja anggota baru yang masuk,” ungkap Atit, yang sekarang duduk di kursi sekretaris sekaligus bendahara IS.

Setelah acara perkenalan, kini giliran presentasi masing-masing karya anggota secara bergiliran. Inilah acara puncak yang paling ditunggu karena biasanya cukup seru.

Tapi, tujuan sharing bukan untuk membandingkan karya mana yang bagus dan jelek. Melainkan, agar anggota lain bisa memberikan masukan atau pendapat atas karya seseorang. Soalnya, banyak anggota IS yang seniman atau arsitek. Jadi, masukan yang mereka berikan sangat membantu. “Sama saja seperti ikut kursus melukis. Di komunitas ini, saya banyak bel-ajar. Dan, paling pelajaran penting, tidak perlu takut menarik garis,” saran Yanuar.

Di IS, Yanuar juga belajar peralatan yang dulu tak ia ketahui, seperti drawing pen dan sketch book. Drawing pen adalah pena khusus untuk menggambar. Bentuknya seperti spidol tetapi dengan ujung yang lancip untuk menggambar. Ada berbagai ukuran drawing pen, bergantung pada perbedaan ukuran ketebalan ujung pena. Sedangkan sketch book adalah buku khusus sketsa dengan kertas berkualitas tinggi serta ukuran yang bervariasi.

Selain belajar eksekusi nyeket yang baik, anggota juga belajar menemukan objek atau angle yang menarik. Kadang ada sketsa yang eksekusinya biasa, tapi objek yang dipilih begitu unik sehingga sketsanya menjadi sangat menarik.

Anggota komunitas bisa memilih objek benda atau alam maupun objek manusia dan kehidupannya atau human interest. Para sketcher IS juga dapat memilih sudut pandang pengambilan gambar yang berbeda. Dalam menggambar objek manusia, sketcher bisa memilih gambar penuh atau full-size maupun gambar close-up atawa close-down saja.

Manifesto IS

Kalau dilihat, banyak juga sketsa yang dibuat sudah mengarah pada gambar jadi. Menurut Atit, setiap orang memiliki pemahaman yang berbeda tentang sketsa dan gambar. Di IS, ini tidak masalah asalkan sketsa atau gambar dibuat sesuai dengan manifesto. Waduh, manifesto? Wah, kayak partai politik zaman dulu saja.

Tetapi, jangan langsung berpikir yang rumit. Manifesto di komunitas ini cuma aturan dalam membuat sketsa. Ketentuannya, sketsa atau gambar yang dibuat harus apa yang dilihat atau dialami di lokasi melalui pengamatan langsung, baik di dalam maupun di luar ruangan. Lalu, sketsa yang dibuat bercerita tentang lingkungan tempat tinggal dan pengamatan anggota IS saat bepergian.

Selain itu, sketsa harus menyeket situasi dan kondisi apa adanya. Jadi tidak boleh ada penambahan. Kalau orang yang menjadi objek sketsa tidak memakai topi umpamanya, tidak boleh ditambahi topi.

IS juga tidak membatasi media yang digunakan dalam membuat sketsa. “Di sini bebas, mau menggunakan pensil, drawing pen, cat air, atau bahkan peralatan sketsa digital sekalipun,” kata Yanuar.

Pengguna peralatan sketsa digital sebenarnya tetap saja harus menggambar dengan tangan. Bedanya, medianya adalah pena dan pad khusus yang terhubung pada komputer, sehingga gambarnya langsung terlukis di layar laptop.

Terakhir, sketcher bebas memberikan keterangan singkat situasi, kondisi, tempat, waktu, dan teknis pada media sketsa yang dibuatnya.

Toh, apa pun medianya, para sketcher IS tetap berkumpul untuk nyeket bareng dan pulang membawa kenangan serta pengalaman berharga.
Anda tertarik? Yuk, buruan, bergabung dengan IS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Catur Ari

Terbaru