Jangan Lihat Duitnya, Rasakan Saja Nikmatnya

Minggu, 31 Mei 2009 | 00:58 WIB   Reporter: KONTAN

070428-01-cina01reutersclaro-cortes

070428-01-cina01reutersclaro-cortes
DAYA TARIK wine atau minuman anggur memang tidak lekang oleh zaman. Peradaban manusia sudah mengenal minuman hasil fermentasi larutan buah anggur ini sejak tahun 6.000 sebelum Masehi atau sekitar 8.000 tahun silam. Dari waktu ke waktu, wine semakin dikenal. Bahkan, sekarang sudah menjadi bagian dari budaya kuliner. Kalau merunut sejarahnya, wine berasal dari daerah Mesopotamia, yang kemudian menyebar ke berbagai negara. Termasuk, belakangan ke Indonesia ketika orang-orang Eropa memasuki Nusantara untuk mencari rempah-rempah. Di Indonesia, para penggemar wine pun semakin marak. Wine tidak lagi jadi tenggakan kaum ekspatriat doang. Memang, sih, para penikmat wine di sini masih sebatas kalangan tertentu saja. Maklum, wine masih jadi barang mahal karena sebagian besar masih impor. Salah satu faktor yang menjadikan wine kian populer adalah kian banyaknya resto yang menyajikan wine. Entah itu sebagai menu tambahan atau malah sebagai menu utama. Dari sinilah penggemar wine kian berkembang, hingga kemudian membentuk komunitas-komunitas pecinta wine. Gonta-ganti hotel Sebut saja di antaranya Wines and Spirit Circle (WSC), Evergreen Wine Club, Jakarta Wine Society, International Wine and Food Society Indonesia, dan masih banyak lagi. Nah, boleh dibilang WSC termasuk pionir komunitas penggemar wine di Jakarta. Laiknya perkumpulan lainnya, WSC berdiri berdasarkan rasa kesamaan akan hobi menyecap aroma wine. Perkumpulan yang berdiri pada 1994 ini digawangi dua orang penggemar berat wine, yakni John Reid dan Reimer Simorangkir. Kedua orang itulah yang menjadi pencetus berdirinya komunitas WSC. Dan, langsung menarik minat setidaknya 50 orang. “Mereka inilah yang menjadi anggota awal komunitas,” ungkap Yolanda Simorangkir, penasihat WSC. Waktu awal-awal berdiri, kebanyakan anggota WSC adalah para ekspatriat yang sedang bekerja di Indonesia. “Hampir 90%,” ungkap Yolanda. Para  ekspatriat ini berasal dari beragam negara, seperti Amerika Serikat, Eropa, Australia, China, Singapura, dan beberapa negara Asia lainnya. Makin lama anggota komunitas terus bertambah seiring dengan makin kenalnya masyarakat akan sensasi wine. Meski mengandung alkohol, tapi jika meminumnya dengan tepat, ternyata minuman ini dapat menjaga kebugaran tubuh. Yolanda mencatat, saat ini jumlah anggota yang sudah bergabung di WSC telah mencapai 900 orang. Namun, tak semua anggota aktif. Hanya 400 anggota yang aktif mengikuti kegiatan dan belanja wine, kegiatan favorit di WSC. Yang menarik, anggota lokal yang masuk pun semakin meluas. “Komposisi keanggotaan sudah sedikit bergeser, 80% ekspatriat dan 20% lokal,” imbuh Yolanda. Makin maraknya maniak wine yang bergabung di WSC lantaran persyaratan yang diajukan perkumpulan ini relatif mudah. Yolanda bilang, syarat utama menjadi anggota adalah ketertarikan akan wine. Itu saja. Setelah itu, tinggal membayar uang pendaftaran dan mengikuti pertemuan sebanyak tiga kali dalam sebulan. Lewat syarat itu, Yolanda berharap para anggotanya bisa sama-sama menikmati aroma dan rasa yang tersimpan dalam wine. Asal tahu saja, wine mempunyai beraneka rasa, dan ada ratusan jenis wine. “Tujuan membentuk komunitas ini untuk bersama-sama mempelajari wine secara lebih dalam dengan aksi cicip-mencicip,” sahut Yolanda sembari tersenyum. Agar acara icip-icip wine jadi tambah afdol, WSC kerap menggelar pertemuan rutin. Seperti, menggelar acara wine dinner atau perjamuan minum wine sambil bersantap malam. Tempat menggelar pertemuan atau dinner pun di hotel, minimal berbintang empat. Setiap kali menyelenggarakan acara ini, setidaknya hadir sekitar 200 penggemar berat wine. Maklum, dalam acara seperti itu, selain menenggak wine bareng-bareng, WSC juga menyuguhkan berbagai acara menarik lainnya. Di acara ini, para anggota komunitas bisa tukar-menukar pengalaman  tentang jenis wine yang sudah dirasakan anggota. Bahkan, ada acara permainan berupa tes rasa wine dan menyesuaikan dengan hidangan yang pas. “Boleh dibilang, ini merupakan event besar kami,” tandas Yolanda. Sayang, belakangan hajatan besar ini justru sulit dilaksanakan. Semakin sedikit hotel atau restoran yang menyediakan ruangan dengan kapasitas hingga ratusan orang. Makanya, pengelola perkumpulan ini langsung merevisi acara. “Sekarang, kegiatan kami lebih ke dinner dengan jumlah orang yang lebih sedikit, sekitar 80 orang saja,” imbuhnya. Tapi, tunggu dulu. Acara kumpul-kumpul komunitas wine ini tidak gratis, lo. Para penggemar pun tahu akan hal ini. Biasanya, saat acara berlangsung, mereka sudah siap merogoh kocek yang cukup dalam. Karena itu, jangan heran kalau anggota komunitas wine ini kebanyakan dari kalangan menengah atas. “Wine sebagai gaya hidup. Uang bukan lagi menjadi ukuran,” sambung dia. Sekali membeli wine saja, para anggota biasanya menghabiskan duit antara Rp 2 juta-Rp 5 juta. “Bahkan, ada sebagian kecil anggota yang menghabiskan uang hingga Rp 100 juta,” ungkap Yolanda. Hal itu tidak dipungkiri oleh Evander Njolito, Sekretaris Evergreen Wine Club, komunitas wine lainnya. Evander mengatakan, setiap acara kumpul seluruh anggota, setidaknya dana yang keluar antara Rp 25 juta hingga Rp 30 juta. “Kami ketemuan rutin setiap Sabtu di akhir bulan,” tambah dia. Tahu budaya lain Tidak seperti WSC, komunitas yang dibentuk akhir 2005 ini justru lebih banyak menjaring anggota lokal. Jumlah anggota awal Evergreen sebanyak 18 orang. Dan, “Hingga sekarang keanggotaan tidak bertambah banyak, baru sekitar 22 orang saja,” ujar Evander. Meski sedikit, rentang usia anggota Evergreen terbilang lebar, mulai dari usia 29 tahun hingga 81 tahun. Orang asing yang bergabung pun cuma dua orang. 0904m1_26_dokwsc_komunitaswine1
0904m1_26_dokwsc_komunitaswine1
Evergreen sengaja tidak mementingkan jumlah anggota, melainkan kualitas setiap anggotanya. Lihat saja, syarat menjadi anggota komunitas ini rada sulit. Si calon harus melalui tiga tahapan. Pertama, pengurus komunitas harus mengundang calon anggota lebih dulu. Kedua, setiap orang yang tertarik bergabung harus lolos dari voting setiap anggota. Ketiga, calon anggota baru harus menjalani semacam inaugurasi. Sama halnya komunitas penggemar wine lain, kemunculan Evergreen didorong rasa sama-sama suka wine. Selain itu, masing-masing anggota pun doyan kongko bareng. “Komunitas ini bisa jadi ajang melepaskan stres dan rasa ingin tahu yang lebih terhadap wine,” imbuh Evander, yang juga salah satu pendiri Evergreen. Seperti juga WSC, Evergreen pun mempunyai agenda acara yang dinantikan para anggotanya. Yakni, aksi mencium dan mencecap wine, serta tren seputar minuman yang banyak dikembangkan di Prancis. Yang bikin acara ini selalu jadi penantian adalah tempat yang jadi pilihan Evergreen. Biasanya, itu berpindah-pindah, dari satu hotel ke hotel lain. Atau, dari satu restoran ke restoran yang lain. Itu pun rata-rata hotel atau resto yang berbintang dan berkelas. “Sudah 42 tempat berbeda di Jabodetabek dan Bali yang kami kunjungi,” ungkap Evander. Agar pengetahuan akan wine lebih yahud, Evergreen pun berkunjung ke tempat-tempat pembuatan wine ternama di dunia berikut perkebunan anggurnya. “Ini namanya winery visit. Kita adakan satu tahun dua kali,” tutur Evander. Sampai saat ini, Evergreen sudah mengunjungi enam negara. Dorothy Er, anggota sekaligus Bendahara Evergreen, mengaku senang dengan berbagai kegiatan unik dari komunitasnya itu. Inilah yang membuat dirinya tertarik bergabung di  Evergreen. Bayangkan, segepok hobi  yang sudah lama ia lakoni langsung tersalur. Entah itu kumpul-kumpul bareng di tempat yang cozy sampai mendapatkan  tambahan pengetahuan tentang wine. “Selain itu bisa melampiaskan hobi minum wine,” tukas dia, kalem. Hal senada juga disampaikan Brian Bildt dan Patrick S., anggota WSC. Dua ekspatriat ini jadi tahu akan karakter dan budaya dari masing-masing anggota. Maklum, anggota perkumpulan ini berasal dari berbagai negara dan beragam budaya, entah itu dari negara-negara Eropa atau Asia, ataupun warga Indonesia. “Selain kegiatan yang menarik. Kami juga bisa memperkaya pengetahuan budaya yang berbeda dengan kami,” ungkap Bildt.

Amal Tetap Jalan Terus SELAIN menjadi ajang penyalur hobi, komunitas wine pun kerap melakukan kegiatan amal terhadap sesama. “Selain kegiatan rutin, kami juga melakukan berkali-kali kegiatan kemanusiaan sejak awal pendirian,” ucap Evander Njolito, Sektretaris Evergreen Wine. Dalam catatan pria berdarah Tionghoa ini, setidaknya Evergreen sudah 12 kali melakukan kegiatan yang bersifat sosial. Seperti, menyumbang ke panti asuhan, bencana alam, ataupun kegiatan sosial lainnya. Evander bilang, sumbangan yang disalurkan Evergreen itu  bentuknya beragam. Mulai dari uang tunai, sembako, pakaian, serta barang lainnya. “Sumbangan ini berasal dari iuran dadakan para anggota komunitas ketika ada ide melakukan aksi sosial,” tambahnya. Kalau Evergreen mengumpulkan dana sosial secara dadakan, Wine and Spirit Circle (WSC) justru punya cara pengumpulan dana yang rada unik. “Kami adakan lelang wine. Semua hasil lelang tersebut kami sumbangkan di berbagai kegiatan sosial tersebut,” tandas Jeane Sambuaga. Sumbangan tersebut, lanjut anggota komunitas WSC itu, biasanya menyasar ke panti asuhan. Jeane mengungkapkan, bantuan yang selama ini disalurkan berupa peralatan pendidikan, seperti buku, pakaian, atau sarana pendidikan lainnya. Nah, terserah bagi pemenang lelang, wine itu pun bisa menjadi koleksi yang bernilai investasi. Yang penting, wine itu punya kualitas tinggi dan rasanya juga yahud. Di sini umur wine benar-benar menentukan kualitas dan harganya. Meningkatnya harga wine itu bisa dilihat dalam acara-acara lelang seperti yang digelar komunitas WSC.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test

Terbaru