EDUKASI - Jakarta. Jika terjadi inflasi, pemerintah akan mengeluarkan beberapa kebijakan tertentu yang dipakai untuk menekan dampak dari inflasi tersebut.
Mengutip dari Modul Ekonomi Paket C Kemendikbud Ristek, inflasi merupakan kenaikan harga barang atau jasa yang menyebabkan daya beli uang menurun.
Sedangkan kebalikan dari inflasi adalah deflasi, dimana daya beli uang meningkat sehingga harga barang atau jasa menurun.
Namun tidak semua kenaikan harga barang dan jasa bisa dikategorikan sebagai inflasi. Jika kenaikan harga barang dan jasa tidak mempengaruhi harga barang dan jasa lainnya, maka peristiwa tersebut tidak masuk dalam kategori inflasi.
Baca Juga: Mengenal Inflasi, Mulai dari Pengertian, Penyebab, hingga Dampaknya
Artinya jika kenaikan harga barang dan jasa membuat harga-harga barang atau jasa lain ikut meningkat, hal tersebut dikatakan sebagai inflasi.
Contoh dari inflasi adalah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang menyebabkan inflasi karena mempengaruhi naiknya harga barang dan jasa lainnya.
Untuk mengatasi inflasi, pemerintah bisa menggunakan dua cara yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.
Kebijakan moneter untuk menekan inflasi
Kebijakan untuk mengatasi dampak inflasi yang pertama adalah kebijakan moneter. Kebijakan ini merupakan kebijakan pemerintah melalui Bank Sentral untuk mengatur jumlah uang yang beredar.
Bank Sentral merupakan instansi yang memegang otoritas moneter untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar. Bank Indonesia merupakan Bank Sentral yang ditunjuk pemerintah untuk memegang otoritas ini.
Bersumber dari situs Bank Indonesia, Bank Sentral memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah yang tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang kemudian diubah melalui UU No. 3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009 pada pasal 7.
Tujuan dari kebijakan moneter diantaranya sebagai berikut ini:
- Menjaga stabilitas ekonomi
- Menjaga stabilitas harga
- Meningkatkan kesempatan kerja
- Memperbaiki posisi neraca perdagangan dan neraca pembayaran
Kebijakan moneter memiliki beberapa instrumen yang melekat dalam kebijakannya, diantaranya:
- Kebijakan operasi pasar terbuka atau open market policy: Mengurangi atau menambah uang yang beredar dengan menjual atau membeli syarat berharga seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
- kebijakan diskonto atau discount policy: Bank Sentral mengatur jumlah uang yang beredar dengan menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga bank umum.
- Menjual surat-surat berharga (kebijakan pasar terbuka)
- Cadangan kas atau cash ratio policy: Bank Sentral mengatur jumlah uang yang beredar dengan menaikkan atau menurunkan jumlah cadangan kas minimum di bank
- Kebijakan kredit selektif: Memperketat persyaratan pemerian kredit kepada masyarakat atau syarat Character, Capacity, Collateral, Capital, dan Condition (5C).
- Kebijakan dorongan moral atau moral suasion: Bank Sentral mempengaruhi jumlah uang beredar dengan pengumuman, pidato, dan edaran untuk bank umum dan pelaku moneter lainnya.
Baca Juga: Hati-Hati, Ini Ketentuan Upload Berkas Persyaratan Mendaftar Sekolah Kedinasan 2022
Kebijakan moneter sendiri terbagi menjadi dua kebijakan, yakni:
1. Kebijakan uang ketat atau tight money policy
- Bank Sentra akan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Hal yang dilakukan untuk menerapkan kebijakan ini diantaranya:
- Menaikkan suku bunga (kebijakan diskonto)
- Menjual surat-surat berharga (kebijakan pasar terbuka)
- Menaikkan cadangan kas (kebijakan cash ratio)
- Membatasi atau memperketat pemberian kredit
2. Kebijakan uang longgar atau easy money policy
- Bank Sentral akan menambah jumlah uang yang beredar di masyarakat dengan melakukan hal-hal berikut ini:
- Menurunkan suku bunga (kebijakan diskonto)
- Membeli surat-surat berharga (kebijakan pasar terbuka)
- Menurunkan cadangan kas (kebijakan cash ratio)
- Mempermudah pemberian kredit