SATWA LANGKA - JAKARTA. Lima tahun. Ya, lima tahun. Waktu yang Bagus butuhkan untuk bisa kembali ke alam bebas.
Selama itu, Bagus "menetap" di Pulau Kotok. Di pulau yang masuk gugusan Kepulauan Seribu ini, Bagus "tinggal" bersama 29 burung elang bondol berjulukan berjulukan layang-layang sang Brahma.
Betul, Bagus bukan nama orang tapi elang bondol betina. Hari itu, Ahad (18/8), ia dilepasliarkan bersama Bagas.
Bagus menjalani program sanctuary alias suaka di JAAN Raptor Sanctuary sejak 2015. JAAN singkatan dari Jakarta Animal Aid Network.
Sebelum masuk program suaka, Bagus ditemukan dalam kondisi tidak sehat. Kulit kakinya terkena bubble foot atau pembengkakan kaki. Kemampuan terbangnya pun menurun.
Ditemukan di Jawa Tengah, Bagus kemudian dibawa ke Pulau Kotok untuk mendapatkan perawatan kesehatan dan rehabilitasi. Setelah dinilai sehat dan mampu bertahan hidup, Bagus dilepasliarkan bersama Bagas, elang bondol jantan.
JAAN Raptor Sanctuary yang ada di Pulau Kotok merupakan satu-satunya tempat konservasi elang bondol dan elang laut di Indonesia. Melihat populasinya di ambang kepunahan, JAAN melakukan konservasi elang bondol sejak 2005.
"Tiap tahun populasi elang bondol menurun karena banyak yang mengeksploitasi elang, karena elang memiliki kepintaran yang tinggi dan mudah dilatih," kata Benvika, Ketua JAAN, pekan lalu.
Baca Juga: Melihat perjalanan suaka si maskot Jakarta di Pulau Kotok
Program suaka JAAN merawat dan merahabilitasi elang bondol dengan kondisi fisik beragam. Di Pulau Kotok terdapat kandang raksasa bertuliskan Sanctuary.
Kandang ini berisi beberapa elang bondol bernama Latin Haliastur Indus yang cacat. Alhasil, maskot Provinsi DKI Jakarta ini tidak bisa dilepasliarkan lagi.
Menurut Benvika, di dalam kandang tersebut, elang bondol mengalami patah sayap sehingga tidak bisa terbang, atau matanya luka karena terkena jaring penangkap burung.
“Elang ini sitaan dari BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) yang melalukan operasi di beberapa daerah. Mereka dipelihara manusia di dalam sangkar yang sempit, sehingga berisiko sayap patah. Bahkan, dengan menjadi binatang peliharaan, membuat elang bondol kehilangan nalurinya menangkap ikan hidup,” jelas Benvika.
Itu sebabnya, konservasi elang bondol di Pulau Kotok terdiri dalam beberapa bagian. Bila satwa predator kondisi fisiknya baik, akan masuk ke kelompok Treatment 1 atau berada dalam kandang besar.
Mereka mendapat pakan ikan mati di dalam kolam buatan. Perlahan, elang-elang itu akan mulai mencoba pakan ikan hidup untuk merangsang naluri berburu, kelak saat dilepas ke alam bebas.
Jika lulus, elang bondol akan masuk dalam kelompok Treatment 2. Di kelas ini, mereka sudah mulai agresif dan memperoleh pakan ikan hidup juga dipisah satu sama lain.
Selanjutnya, elang bondol dibawa ke elompok SOS 2 atau tempat sosialisasi. Di dalam area SOS 2, tidak boleh terdengar suara manusia atau kegaduhan. Sebab, di kandang semi terbuka ini, mereka menjalani tes kemampuannya hidup mandiri sebelum dilepasliarkan.
Baca Juga: Pertamina ajak milenial dukung pelestarian elang bondol
Melihat populasinya yang kian sedikit, sejak 2017 Pertamina MOR III turut mendukung program pelestarian elang bondol di Pulau Kotok, dengan menggandeng JAAN dan BKSDA DKI Jakarta.
"Karena wilayah operasi Pertamina MOR III salah satunya di Provinsi DKI Jakarta, kami merasa peduli untuk menjaga keberadaan elang bondol yang juga merupakan satwa maskot Provinsi DKI Jakarta," ujar Dewi Sri Utami, Unit Manager Communication Relations & CSR Pertamina MOR III.
Dukungan Pertamina pada 2019 melalui pengadaan alat geotagging, yakni alat untuk melihat posisi elang bondol setelah dilepasliarkan. Selain itu, bantuan perawatan konservasi kandang sanctuary serta mesin kapal untuk mendukung mobilitas tim JAAN ke Pulau Kotok.
Untuk mendukung pengenalan satwa langka ini, Pertamina dan JAAN juga menggelar Program Sahabat Semata. Mereka mengajak 60 siswa SMA dan mahasiswa perguruan tinggi yang terpilih menjadi Duta Elang Bondol untuk datang dan melihat langsung habitat di Pulau Kotok.
Duta Elang Bondol merupakan pelajar dari 10 SMA dan mahasiswa asal 5 universitas di DKI Jakarta. Kelak, merek bisa menjadi motor penggerak pengenalan Satwa Maskot Jakarta kepada teman-teman maupun komunitas milennial.
Najla Fakhriyah, misalnya, mahasiswi Universitas Pertamina. "Ini merupakan kesempatan langka, bisa menambah pengetahuan dan saya bisa tahu lebih banyak tentang konservasi elang bondol," ujar mahasiswi yang aktif di kelompok pencinta alam ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News